Sendi-Sendi Akhlak dalam Pemikiran Imam Khomeini
Akhlak adalah inti dari ajaran Islam. Di antara para ulama besar, Sayid Ruhullah Musawi Khomeini (Imam Khomeini) menempatkan akhlak pada posisi yang sangat penting. Baginya, akhlak bukan sekadar aturan tata krama atau adab lahiriah, melainkan fondasi bagi seluruh disiplin ilmu pengetahuan. Dalam setiap sisi kehidupan, mulai dari sosial, politik, hukum, hingga spiritual, Imam Khomeini selalu menekankan dimensi akhlak sebagai poros utama.
Artikel ini membahas konsep akhlak Imam Khomeini, berlandaskan pada hadis-hadis Rasulullah saw, filsafat Islam, serta pengalaman spiritual yang mendalam. Tujuannya agar kita memahami bagaimana akhlak menjadi sendi kehidupan manusia, baik di dunia maupun akhirat.
Tiga Dimensi Eksistensi Manusia
Imam Khomeini, dengan merujuk pada hadis Rasulullah saw, membagi pengetahuan manusia ke dalam tiga kategori sesuai dengan tiga dimensi eksistensial manusia:
- Dimensi lahiriah dan indrawi → terkait ilmu sosial, hukum, ekonomi, dan aktivitas duniawi.
- Dimensi barzakhi atau kiasan → terkait dengan akhlak, moral, dan pembentukan jiwa.
- Dimensi intelektual atau akal (‘aqli) → terkait ilmu-ilmu rasional dan filsafat.
Di antara ketiganya, akhlak berada di pusat karena ia menjadi penghubung antara dimensi lahiriah dan intelektual. Tanpa akhlak, pengetahuan hanya berhenti pada sisi praktis atau teoritis tanpa memberi makna spiritual.
Akhlak sebagai Ilmu Tertinggi
Menurut Imam Khomeini, akhlak adalah pengetahuan paling mulia karena ia berkaitan langsung dengan tujuan penciptaan manusia. Rasulullah saw pernah bersabda bahwa misi utama kenabiannya adalah menyempurnakan akhlak yang mulia. Dari sini, akhlak dipandang lebih penting daripada penguasaan ilmu lain, bahkan setelah ushuluddin (dasar-dasar agama).
Akhlak bukan sekadar aturan sopan santun, melainkan sebuah disiplin ilmu yang:
- Membongkar relung terdalam kehidupan manusia.
- Menyediakan cara memperbaiki penyakit jiwa.
- Menjadi pedoman menuju kebahagiaan abadi di akhirat.
Hubungan Akhlak dengan Dakwah Nabi
Tujuan utama dakwah Rasulullah saw adalah terwujudnya kesempurnaan akhlak pada individu dan masyarakat. Imam Khomeini menekankan bahwa manusia mungkin saja tidak memerlukan semua cabang ilmu duniawi, tetapi ia tidak bisa lepas dari kebutuhan akan akhlak.
Bahkan, beliau menegaskan bahwa surga sejati yang dijanjikan Allah adalah surga sifat, yaitu surga yang diberikan karena kemuliaan akhlak, bukan semata-mata surga amal perbuatan fisik. Hal ini menempatkan akhlak pada level yang jauh lebih tinggi.
Perhatian Imam Khomeini terhadap Akhlak
Sejak awal kariernya sebagai guru hingga menjadi pemimpin Revolusi Islam Iran, Imam Khomeini selalu menempatkan akhlak sebagai inti perjuangan.
- Dalam pendidikan, beliau mendidik murid-muridnya dengan disiplin akhlak dan irfan.
- Dalam politik, pesan-pesan beliau kepada pejabat dan masyarakat selalu dibungkus dengan pesan moral.
- Dalam pemerintahan, beliau menekankan pentingnya kejujuran, tanggung jawab, dan ketakwaan.
Dengan demikian, hampir semua pandangan sosial-politik Imam Khomeini bisa ditelusuri melalui perspektif etika Islam.
Akhlak sebagai Filsafat Hidup
Imam Khomeini tidak membatasi akhlak pada nasihat moral belaka, melainkan mengaitkannya dengan:
- Prinsip filosofis → hubungan akhlak dengan akal dan hikmah.
- Prinsip teosofis → akhlak sebagai bagian dari pengetahuan Ilahi.
- Prinsip antropologis → akhlak sebagai jalan memahami hakikat manusia.
Dengan cara ini, akhlak menjadi sistem filsafat hidup yang menyatukan teori dan praktik. Imam Khomeini membahas keutamaan dan keburukan akhlak dengan penuh kedalaman, menyebutkan manfaat serta bahayanya bagi manusia.
Metodologi Imam Khomeini: Perpaduan ‘Aql dan Naql
Salah satu keistimewaan Imam Khomeini adalah metode keseimbangan antara rasionalitas (‘aql) dan riwayat (naql).
Beliau:
- Merujuk hadis-hadis dari Rasulullah dan Ahlulbait.
- Menganalisisnya dengan argumentasi rasional.
- Menghubungkan hasilnya dengan konteks sosial-politik.
Metodologi ini selaras dengan tradisi keilmuan para ulama Syi’ah, sehingga pemikiran akhlaknya bukan sekadar spiritualitas individual, tetapi juga membentuk sistem moral masyarakat Islami.
Delapan Prinsip Akhlak Imam Khomeini
Hasil kajian terhadap karya Imam Khomeini, terutama kitab Sharh-e Chehel Hadith (Penjelasan 40 Hadis), menyingkap delapan prinsip fundamental akhlaknya:
- Manusia sebagai makhluk multidimensi
- Manusia dan kondisi fitrah
- Manusia sebagai arena konflik kebaikan dan keburukan
- Penataan jiwa dan pengendalian naluri
- Hubungan dunia dan akhirat
- Hikmah di balik penderitaan
- Pengetahuan: bantuan mental atau beban
- Perilaku sebagai pancaran akhlak
Delapan prinsip ini menjadi kerangka etika Imam Khomeini yang berakar pada Alquran, hadis, dan tradisi irfan Islam.
Relevansi Akhlak Imam Khomeini di Era Modern
Dalam dunia modern yang sarat krisis moral, pemikiran akhlak Imam Khomeini tetap relevan:
- Dalam pendidikan → membentuk generasi berakhlak mulia, bukan hanya cerdas akademis.
- Dalam politik → menekankan kepemimpinan yang jujur, amanah, dan berpihak pada rakyat.
- Dalam kehidupan sosial → menguatkan solidaritas, keadilan, dan kasih sayang.
Akhlak bukan hanya urusan pribadi, melainkan fondasi membangun masyarakat Islami yang adil dan bermartabat.
Kesimpulan
Akhlak adalah inti dari Islam, dan Imam Khomeini adalah salah satu tokoh yang menempatkannya sebagai pusat pemikiran dan perjuangan. Dari perspektif beliau, akhlak lebih tinggi daripada ilmu-ilmu lain karena ia menyangkut kebahagiaan abadi manusia.
Dengan delapan prinsip fundamental yang dirumuskannya, Imam Khomeini menunjukkan bahwa akhlak adalah sistem filsafat hidup yang menyatukan antara akal, wahyu, dan realitas sosial. Pesan-pesan beliau terus hidup, mengajarkan kita bahwa tanpa akhlak, ilmu hanyalah kumpulan informasi tanpa arah.