Islamic Cultural Center (ICC) Jakarta menggelar Majelis Duka Muharram 1447 H pada Kamis malam 26 Juni 2025, bertepatan dengan malam pertama bulan Muharram. Acara ini menandai dimulainya rangkaian majelis duka selama sepuluh malam pertama bulan suci Muharram, dengan menghadirkan para penceramah, pembaca doa, dan tokoh lintas organisasi Islam.
Majelis diawali dengan sambutan dari Ustaz Zaki Amami. Dalam pembukaannya, beliau menyampaikan bahwa malam 1 Muharram seringkali dirayakan sebagai malam tahun baru oleh sebagian umat Islam, namun bagi pecinta Ahlul Bait, malam ini justru menandai dimulainya sebuah perjuangan sejarah besar oleh manusia-manusia suci pilihan Allah. Karena itu, Muharram tidak disambut dengan pesta, melainkan dengan adab dan kekhusyukan.
Ustaz Zaki mengingatkan bahwa memasuki bulan duka ini menuntut pengendalian diri dari segala bentuk hiburan, canda, dan kesenangan berlebih, agar tidak terhalang dari perjalanan ruhani dan syafaat Ahlul Bait. Beliau juga mengutip riwayat dari Imam Ali as mengenai ciri-ciri pengikut sejati Ahlul Bait—yakni mereka yang bersedih saat Ahlul Bait bersedih, serta mengorbankan harta dan diri dalam perjuangan mereka.
Usai sambutan, acara dilanjutkan dengan qiraatul Qur’an oleh Ustaz Zainus Sulthon dan ceramah utama oleh Ustaz Hassan Alaydrus. Dalam ceramahnya, beliau menekankan pentingnya menjadikan bulan Muharram sebagai momen evaluasi dan pembumian nilai-nilai Asyura.
Ustaz Hassan mengajak para hadirin untuk tidak menjadikan Muharram berlalu tanpa makna. Beliau menyayangkan bahwa masih banyak komunitas Muslim yang belum menjadikan peristiwa Karbala sebagai bahan kajian serius, padahal kesedihan Rasulullah saw atas terbunuhnya cucu beliau, Imam Husain as, adalah bagian penting dari sejarah Islam yang disepakati banyak sumber.
Lebih lanjut, Ustaz Hassan menegaskan bahwa duka Asyura bukan hanya milik satu mazhab, melainkan milik seluruh kaum Muslimin yang ingin bergembira saat Rasulullah bergembira dan bersedih saat beliau bersedih. Karenanya, beliau mendorong agar peringatan Asyura mulai diselenggarakan di tingkat keluarga.
Beliau juga menyinggung kondisi Gaza dan menilai bahwa mereka yang benar-benar bersungguh-sungguh membela Palestina adalah mereka yang juga memahami perjuangan Imam Husain as. Dalam konteks inilah, majelis Asyura dinilai mampu membentuk karakter umat yang peduli terhadap keadilan dan keberanian.
Dalam pembahasan tentang Karbala, Ustaz Hassan mengulas kembali kronologi dan nilai perjuangan Imam Husain as—bagaimana beliau menerima ribuan surat dari Kufah yang kemudian dikhianati, namun tetap melanjutkan perjuangan bersama 72 sahabat setia. Ia menyebut sejumlah tokoh yang terlibat dalam peristiwa itu seperti Imam Sajjad as, Qasim bin Hasan as, hingga pemuda yang baru menikah namun tetap turun ke medan jihad atas restu ibunya.
Sebagai penutup ceramah, Ustaz Hassan menyampaikan tiga poin penting yang harus dipersiapkan oleh para pecinta Karbala: mengawal cita-cita kemerdekaan Indonesia sebagai amanah para pahlawan, merespons serius jeritan Gaza, dan menyiapkan diri menyambut Imam Mahdi as dengan menyalakan cahaya di tengah kegelapan zaman, sebagaimana pesan dari Imam Ali Khamenei.
Acara kemudian ditutup dengan maktam yang dibawakan oleh Sayyid Sajjad dan Fajri dan doa penutup yang dipimpin oleh Ustaz Dr. Umar Shahab.