RESENSI BUKU
Judul : Mendaras Tauhid Mengeja Kenabian
Penulis : Imam Khamenei
Penerjemah : Fira Adimulya
Penyunting : Rudy Mulyono
Penerbit : Al-Huda
Ukuran : 14 x 20.5 cm
Tebal : 170 halaman
Ini merupakan buku Imam Ali Khamenei yang kesekian kalinya yang diterbitkan oleh Penerbit al-Huda di luar buku-buku fatwa fikihnya. Karya beliau sebelumnya, The Wisdom (2008), termasuk risalah pendahulu yang pernah diterbitkan oleh Al-Huda. Secara kronologis, buku Mendaras Tauhid Mengeja Kenabian (MTMK) sebetulnya himpunan dua buah buku pamflet yang lebih dulu hadir dibandingkan buku The Wisdom (TW). Jika yang pertama adalah kumpulan kuliah tentang tauhid dan kenabian yang disampaikan semasa Imam Khamenei masih menjadi Presiden Republik Islam Iran, buku kedua adalah kumpulan khotbah beliau setelah didaulat sebagai Pemimpin Spiritual Tertinggi Iran menggantikan mendiang Imam Khomeini (w.1989).
Kronologi ini perlu diperhatikan karena dengan menyimak kedua buku tersebut, pembaca akan melihat betapa konsistensi pemikiran Khamenei amat terjaga. Spirit antiimperialisme yang terpapar dalam kedua buku ini sesungguhnya bisa kita simpulkan sebagai buah dari pendalaman tauhid dan penghayatan terhadap misi kenabian oleh sang penulis.
Tauhid: Menolak untuk Mengabdi pada selain Allah
Bagian pertama buku MTMK ini membahas masalah tauhid dan implikasinya. Sejatinya, ada hubungan yang berjalin-berkelindan antara tauhid dan kenabian. Di satu sisi, tauhid adalah pesan utama yang dibawa oleh para nabi, di sisi lain, implikasi logis tauhid adalah penerimaan kenabian.
Pada aspek pertama, misalnya, Nabi Muhammad saw senantiasa mengungkap pesan-pesan yang mereka jadikan slogan itu, dengan mengejawantahkannya dalam kenyataan (yakni, dalam perilaku sehari-hari). Dalam garis perjuangan Nabi, setiap ajakan harus bisa dipraktikkan dan sang penyeru harus mewujudkannya (lebih dahulu) dalam tingkah laku. Tauhid dibawa oleh para nabi kepada umat manusia sebagai tanda dan bentuk pembebasan dari setiap penindasan (hal.17). Para nabi dan rasul bergerak demi membebaskan masyarakat dari penindasan, kekejaman, diskriminasi, dan tindakan yang melampaui batas, mengganggu serta merusak.
Dengan demikian, konteks tauhid, menurut penulis, bukanlah sekadar urusan pemikiran, teori, atau filsafat atau ungkapan keindahan dari syair semata-mata. Ia adalah sebuah elan pergerakan yang berimplikasi pada kehidupan individual, sosial, politik dan lain-lain.
Mengeja Kenabian via Nahj al-Balaghah
Bagian kedua merupakan analisis dan elaborasi penulis atas kandungan Nahj al-Balaghah, buku yang mengompilasi sejumlah khotbah, surat, dan aforisme Imam Ali bin Abi Thalib. Penulis menukil dan menganalisis pernyataan-pernyataan Imam Ali terkait dengan masalah kenabian. Sejumlah pertanyaan seperti dari kelas sosial manakah para nabi berasal, bagaimana mereka terpilih, apa tugas dan tanggung jawab para nabi, keberlanjutan kenabian hingga status orang-orang beriman sebelum dan sesudah munculnya Nabi saw dijawabkan secara lugas oleh penulis.
Dari dua buku yang dihimpun menjadi satu, pembaca tetap akan menemukan benang merahnya kendatipun disampaikan dalam waktu yang berbeda. Lebih jauh, jika dikaitkan dengan era sekarang, konten buku ini tetap relevan.