Laksamana Muda Ali Shamkhani, penasihat senior Pemimpin Revolusi Islam Ayatullah Seyyed Ali Khamenei, untuk pertama kalinya tampil di publik sejak selamat dari upaya pembunuhan oleh rezim pendudukan Israel pada 13 Juni 2025. Dalam wawancara eksklusif yang disiarkan televisi Iran pada Minggu, 30 Juni 2025, beliau mengungkap secara langsung detail serangan udara Israel terhadap kediaman beliau, serta pandangan beliau mengenai dinamika antara Iran, Israel, dan Amerika Serikat.
Shamkhani, mantan pejabat keamanan tertinggi Republik Islam, menyampaikan bahwa beliau tetap sadar selama serangan berlangsung dan segera mencari cara untuk bertahan hidup. “Saya tetap waspada sejak detik pertama. Saya tidak takut,” ujar beliau. Beliau terperangkap di bawah reruntuhan selama tiga jam, mengalami cedera internal yang cukup serius, dan menjelaskan bahwa istri serta putra beliau juga turut terluka dalam serangan itu. Beliau membantah klaim Israel bahwa kaki beliau diamputasi. “Itu kebohongan. Mereka gagal. Saya tahu mengapa mereka menarget saya, tapi belum saatnya saya ungkap,” tegas beliau.
Shamkhani menegaskan bahwa serangan tersebut tidak mengubah posisi strategis Iran. Beliau menyoroti pentingnya kewaspadaan dan kesiapan militer dalam menghadapi ancaman dari Israel dan Amerika Serikat. Menurut beliau, semua operasi pertahanan dijalankan sesuai rencana yang telah dipersiapkan sebelumnya, mencerminkan kesiapsiagaan penuh Iran terhadap segala bentuk eskalasi dan infiltrasi.
Dalam wawancara tersebut, Shamkhani menyampaikan kritik tegas terhadap pendekatan diplomatik dengan Amerika Serikat. Beliau menyatakan bahwa lima putaran perundingan tak langsung antara Iran dan Washington yang berlangsung antara April hingga Juni 2025 hanyalah kedok untuk menyamarkan niat sesungguhnya Amerika. “Washington hanya ingin menciptakan ketidakstabilan internal. Sejak awal kami tahu, mereka tidak sungguh-sungguh ingin mencapai kesepakatan,” ujar beliau.
Beliau menambahkan bahwa rakyat Iran menunjukkan kebijaksanaan luar biasa dan tidak mudah dimanipulasi. Solidaritas publik setelah serangan menjadi bukti kesadaran geopolitik yang mendalam. “Persatuan ini bukan sekadar reaksi emosional, tapi cerminan dari pemahaman akan tujuan musuh dan pentingnya Republik Islam Iran. Inilah kekuatan kita—persatuan rakyat sebagai aset strategis negara,” ujar beliau.
Kehadiran Publik Pertama dan Prosesi Pemakaman Akbar
Kehadiran Laksamana Muda Ali Shamkhani pada Sabtu, 29 Juni 2025, sehari sebelum wawancara beliau ditayangkan, menandai penampilan publik pertama beliau setelah selamat dari upaya pembunuhan. Beliau turut hadir dalam prosesi pemakaman 60 syuhada yang gugur dalam agresi 12 hari oleh Israel dan Amerika Serikat terhadap Republik Islam Iran.
Salah satu momen terpenting dalam masa berkabung nasional tersebut adalah pemakaman tiga komandan militer terkemuka: Mayjen Hossein Salami, Jenderal Amir Ali Hajizadeh, dan Jenderal Ali Shadmani, yang gugur dalam serangan Israel pada Juni 2025. Ketiganya dimakamkan dalam prosesi akbar yang dihadiri oleh jutaan warga Iran yang memadati jalan-jalan di Teheran dan kota-kota lain.
Mayjen Salami: “Haj Qassem Kedua”
Mayjen Hossein Salami, mantan Komandan Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC), dimakamkan pada 30 Juni 2025 di kompleks suci Makam Hazrat Abdol-Azim al-Hasani di Rey, selatan Teheran. Salami, veteran era Pertahanan Suci (1980-an), gugur bersama para perwira tinggi lainnya.
Prosesi pemakaman beliau berlangsung megah di ibu kota dan dihadiri oleh tokoh-tokoh militer dan politik. Komandan Pasukan Quds IRGC Brigjen Esmail Qaani turut hadir memberi penghormatan terakhir. Penasihat Pemimpin Revolusi Islam, Ali Larijani, memuji Salami sebagai “simbol keikhlasan dan pemimpin militer yang cerdas serta paripurna.” Sementara itu, Jenderal Ahmad Vahidi, Penasihat Panglima Tertinggi IRGC, menegaskan bahwa semangat bangsa Iran tidak akan patah. “Musuh bermimpi bisa mematahkan semangat bangsa ini, namun harapan kosong itu akan terkubur bersama mereka.”
Jenderal Hajizadeh dan Transformasi Kekuatan Udara Iran
Di lokasi pemakaman terpisah, Jenderal Amirali Hajizadeh—mantan Komandan Divisi Dirgantara IRGC—dimakamkan di Bagian 50 Behesht-e Zahra, Teheran, yang dikenal sebagai kawasan para Pembela Kesucian. Beliau dikenang luas sebagai sosok sentral dalam modernisasi kekuatan udara Republik Islam Iran.
Di bawah kepemimpinan beliau, Divisi Dirgantara IRGC mengalami transformasi besar. Sistem rudal yang semula terbatas berkembang menjadi pertahanan berlapis yang ofensif, dengan integrasi penuh antara drone, radar, dan infrastruktur komando-kontrol dalam negeri. Beliau juga memimpin sejumlah operasi penting—mulai dari Operasi Janji Sejati I dan II (2024), serangan rudal Laylatul Qadr terhadap ISIS (2017), pembalasan drone di Marivan (2018), hingga penembakan drone intai Global Hawk milik Amerika Serikat pada 2019.
Jenderal Shadmani dan Tekad yang Tak Tergoyahkan
Sementara itu, di kota Hamedan, jenazah Jenderal Ali Shadmani—yang sempat menjabat sebagai Komandan Markas Besar Khatam al-Anbiya—dimakamkan dalam upacara yang dihadiri lautan manusia. Momen paling menggetarkan datang dari putri beliau, Mahdiyeh Shadmani. Berdiri di sisi peti jenazah sang ayah, beliau menyampaikan pesan perlawanan yang menggugah.
“Saya tidak meratap, tidak pula menyerukan perang,” ucap beliau dengan lantang. “Kepada Israel dan Amerika, teruslah bermimpi jika kalian kira syahadah ini, duka ini, kerinduan ini akan membuat kami ragu meski sedetik untuk terus melawan.”
Sumber berita: www.tehrantimes.com
Sumber gambar: x.com