Islamic Cultural Center menyelenggarakan Peringatan Haul ketiga Syahidnya seorang tokoh besar di zaman ini, Jakarta (6/1). Hajj Qassem Soleimani, seorang Pemimpin Tertinggi Garda Revolusi Republik Islam Iran. Seorang yang paling berani melawan hegemoni dan penjajahan kaum arogan atas kaum mustadhafin (tertindas).
Rangkaian acara dimulai dengan pembacaan Alquran dan Tahlil untuk para Syuhada, terkhusus untuk para Syuhada yang dipimpin Haj Qassem Soleimani dan Abu Mahdi Al-Muhandis.
Acara kemudian dilanjutkan dengan pembacaan puisi dan dilanjutkan dengan pelantunan lagu Salam Farmandeh oleh anak-anak yang tergabung dalam Ummul Ushul Children Studies (ULCIS).
Ustadz Ahmad Hafidh Alkaf, penceramah pada malam ini menyampaikan bahwa peringatan Haul Syahid Qassem Soleimani memberikan makna hidup yang berarti bagi kita.
Ustad Hafidh membawakan sebuah cerita tentang peristiwa sejarah untuk mengingatkan kita, “Sebagaimana saat kita memperingati peristiwa Asyura, kita diingatkan pada sebuah momen ketika para syuhada Karbala berpamitan kepada Imam Husain untuk tampil di medan perang, mereka menunjukkan identitas diri, keluarga dan kabilahnya. Sementara ada seorang budak yang berpamitan, ia tidak memiliki identitas dan nasab yang jelas, tetapi budak tersebut menyebut diri sebagai Hamba Al-Husain.”
Sebuah pelajaran yang juga diambil oleh Syahid Qassem Soleimani. Qassem tidak berasal dari keluarga yang berada, tetapi ia menyandarkan diri sebagai orang rendah di hadapan Imamnya.
Haj Qassem, sebagai Komandan Militer tertinggi, hidup dalam kondisi yang sangat sederhana. Beliau dihormati oleh seluruh rakyat Iran serta sangat ditakuti dan disegani oleh musuh-musuhnya.
Saat perlawanan pasukan Irak terhadap ISIS di Erbil dan hampir menguasai Baghdad, mereka meminta bantuan kepada Hajj Qassem dan dikabulkan permintaan mereka. Pasukan Irak mengira mereka akan mendapatkan bantuan pasukan dalam jumlah besar dan persenjataan yang lengkap. Ternyata, Hajj Qassem hanya membawa serta sekitar 40 pasukan dengan persenjataan seadanya.
Namun mendengar bahwa Qassem Soleimani berada di Irak, Pasukan ISIS menjadi ketakutan. Dan terbukti saat Qassem mengatakan bahwa ISIS akan habis dalam tiga bulan mendatang. Hal itu terbukti. Bahkan sebegitu ketakutannya, penguasa Arogan Amerika Serikat menteror Qassem dan mengancam akan melakukan pembunuhan terhadapnya. Hajj Qassem merespon dengan mengatakan, “Apakah kalian (Amerika) mengancam dengan sesuatu (kesyahidan) yang kucari-cari selama ini?”
Di tengah kesederhanaan hidup seorang Singa Perang ini, tersimpan keberanian dan keteguhan hati dalam membela dan berpihak pada kebenaran. Hal itu tidak lain adalah karena sudah menyatunya Islam dalam diri Hajj Qassem Soleimani.