Sejak genosida yang dilakukan rezim Zionis terhadap rakyat Gaza, lebih dari 32 ribu warga Palestina telah menjadi martir, dengan korban terbesar adalah anak-anak. Mereka menjadi sasaran utama dari kejahatan yang dilakukan oleh rezim penjajah Al-Quds. Selama 160 hari terakhir, mereka telah menghadapi pemboman udara dan perang, sementara juga dihadapkan pada kebijakan rezim yang merampas hak mereka atas makanan dan obat-obatan.
Pada Kamis (14/3), Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman Safadi, mengecam rezim Zionis karena menggunakan makanan dan obat-obatan sebagai senjata melawan Palestina, tindakan yang jelas melanggar hukum internasional. Situasi semakin memburuk ketika PBB melaporkan bahwa 4 dari 5 orang yang paling kelaparan di dunia berada di Jalur Gaza saat ini.
Gambar-gambar tragis anak-anak Gaza, seperti Yazan al-Kafarneh yang meninggal karena kelaparan dan kekurangan gizi, telah memicu kecaman dunia. UNICEF menyoroti krisis kemanusiaan yang sedang berlangsung, di mana lebih dari 80% anak-anak Palestina menderita kekurangan gizi akut.
Tidak hanya kelaparan, tetapi juga kekurangan gizi yang parah telah menyebabkan penyebaran penyakit di antara anak-anak Gaza. Menurut laporan UNICEF dan Organisasi Kesehatan Dunia, sekitar 90% anak di bawah usia 5 tahun di Gaza menderita penyakit menular.
Situasi ini semakin memperburuk kondisi kesehatan anak-anak Gaza, terutama yang mengalami guncangan psikologis parah akibat kekerasan dan ketidakamanan yang mereka hadapi setiap hari. Dana Anak-anak PBB menyatakan keprihatinan atas kematian anak-anak yang terjadi di Gaza.
Meskipun demonstrasi publik menentang kejahatan Zionis terus berlangsung, PBB belum mampu menghentikan kekerasan ini. Dukungan yang diberikan oleh negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat, menjadi penghalang utama bagi upaya PBB untuk mengakhiri kejahatan tersebut.
Tidak hanya itu, otoritas Zionis secara terbuka mendukung kekerasan terhadap anak-anak Palestina. Menteri Keamanan Dalam Negeri Rezim Zionis, Itamar Ben-Gvir, bahkan mengunjungi kantor polisi untuk mendukung pembunuhan seorang anak Palestina berusia 12 tahun, Rami Hamdan Al-Halhuli, yang terjadi di kamp Shuafat di utara Al-Quds yang diduduki.
Kematian Yazan al-Kafarneh dan banyak anak-anak lainnya di Gaza menjadi bukti nyata dari krisis kemanusiaan yang terjadi di wilayah tersebut. Sudah waktunya untuk dunia mengambil tindakan nyata dan memberikan perlindungan yang layak bagi anak-anak Gaza, serta mendesak rezim Zionis untuk mengakhiri kekerasan dan blokade yang mereka terapkan terhadap penduduk sipil.
Krisis kemanusiaan ini juga menyoroti kegagalan lembaga internasional, seperti PBB, dalam memberikan perlindungan yang memadai bagi rakyat Gaza. Dukungan yang kuat dari negara-negara Barat kepada rezim Zionis, baik dalam bentuk dukungan politik maupun dukungan militer dan ekonomi, telah memperkuat penindasan terhadap rakyat Palestina.
Dalam konteks ini, isu hak asasi manusia juga terlihat terdiskreditkan di Barat. Meskipun klaim tentang dukungan terhadap hak asasi manusia seringkali dilontarkan oleh pemerintah Barat, kenyataannya mereka sering kali memilih untuk bungkam atau bahkan mendukung pelanggaran yang dilakukan oleh rezim Zionis terhadap rakyat Palestina.
Perlu adanya perubahan paradigma dalam menanggapi konflik Israel-Palestina. Masyarakat internasional harus bersatu untuk menekan rezim Zionis agar menghormati hak asasi manusia, mengakhiri blokade terhadap Gaza, dan memungkinkan bantuan kemanusiaan untuk mencapai penduduk yang membutuhkan.
Dalam jangka panjang, solusi politik yang berkelanjutan dan adil harus dicapai melalui negosiasi yang melibatkan semua pihak yang terlibat, dengan menghormati hak rakyat Palestina untuk memiliki negara mereka sendiri dengan batas yang diakui secara internasional. Hanya dengan demikian, kita dapat menghindari tragedi kemanusiaan serupa di masa depan dan mewujudkan perdamaian yang berkelanjutan di kawasan tersebut.