ICC Jakarta – Bi’tsah dalam istilah Islam berarti satu hari besar dimana Nabi Muhammad Saw dilantik dan diangkat menjadi nabi. Peristiwa ini terjadi ketika Nabi berada di gua Hira di atas gunung Nur (di sekitar Mekah) di usianya yang ke-40 tahun dan ini merupakan awal permulaan agama Islam. Menurut pendapat masyhur ulama Syiah Imamiyah peristiwa ini terjadi pada tanggal 27 Rajab, 13 tahun sebelum hijrahnya Nabi.
Sebelum Nabi Muhammad Saw diutus, kebanyakan agama yang dianut oleh masyarakat sekitar adalah penyembahan patung atau berhala (dengan segala macam bentuknya seperti penyembahan bulan, matahari dan lain-lain). Agama-agama samawi yang di dalamnya telah terjadi banyak perubahannya juga di negeri ini banyak memiliki pengikut. namun dengan pelantikan Nabi saw dan kemunculan Islam, agama ini tersebar, dan penyembahan patungpun tersinggir dari tanah Hijaz.
Arti secara Bahasa dan Istilah
Kata “mab’ats” adalah asal katanya atau dalam bahasa arab dikenal dengan “masdar mimi”, yaitu berupa kata benda yang menunjukkan arti waktu dan tempat, yang berakar dari huruf “ba-‘ain-tsa” dan bahan kata ini yang arti aslinya adalah dibangkitkan dan bi’tsah berarti pelantikan [1], pengiriman[2] atau peluncuran [3].
Dalam istilah agama, bi’tsah adalah pengiriman seorang manusia dari sisi Allah swt menuju ke arah manusia-manusia yang lain untuk mendakwahkan mereka kepada agama Ilahi. [4] Dalam istilah kaum muslimin kata bi’tsah digunakan sebagai pengutusan Nabi Muhammad saw.
Bi’tsah dalam Alquran
Bi’tsah dalam budaya Alquran berarti faktor pengangkatan dan penyampaian kepada jenjang tertentu dari kesempurnaan yang mana di dalamnya terdapat semacam perubahan. Oleh karena itu, kata itu juga digunakan dengan arti pengumpulan atau kebangkitan orang-orang mati, karena bentuk awal perubahan besar dan masuk pada suasana baru; [5] walaupun arti yang biasa digunakan secara istilah adalah pengangkatan dan pengiriman para nabi untuk memberikan hidayah kepada masyarakat. [6]
Di dalam Alquran secara keseluruhan, bi’tsah dinisbahkan kepada Allah swt, yakni pengumpulan dan kebangkitan orang-orang yang telah mati, juga keteraturan alam secara khusus dan juga pengiriman para nabi yang menunjukkan tentang kekuasaan Allah swt secara absolut dan program Allah dalam mengatur alam semesta.
Poin yang dapat direnungkan dalam pengutusan para nabi adalah karunia dan anugerah yang Allah berikan kepada masyarakat. [7] Pertama karunia dan anugerah ini sebagai petunjuk dan pembimbing dan kedua adalah para nabi dipilih dari kaum mereka sendiri dan juga sejenis dengan mereka. [8]
Walaupun terkadang, pemilihan para nabi dari kalangan masyarakat adalah suatu hal yang dapat membuat bahan celaan dan pengingkaran orang-orang Musyrik dan pembangkangan serta kesombongan para pembesar, [9] namun dalam poin ini terkandung hikmah dan logika yang kokoh, karena para nabi sebagai contoh suri tauladan yang baik dalam Alquran. [10] Dan jika dia terpilih dari kelompok atau jenis lain, maka dia tidak dapat menjadi contoh bagi manusia; dan ini adalah sunnatullah dan takdir bahwa nabi setiap kelompok, diutus dari jenis mereka sendiri supaya hujah Allah untuk orang lain menjadi sempurna. [11]
Budaya Agama Hijaz sebelum Pengutusan Nabi saw
Kebanyakan agama yang dianut oleh masyarakat jazirah Arab ketika itu adalah menyembah patung berhala dengan segala bentuk dan penampakannya. Di Yaman, penyembahan bulan dan matahari ketika itu sangat marak. Mereka meyakini bahwa bulan adalah tuhan laki-laki dan Matahari adalah tuhan perempuan. Nama-nama seperti Abdu al-Syams, Abdu al-Syariq, Abdu al-Najm, dan Abdu al-Tsurayya adalah percontohan-percontohan dari keberadaan ibadah semacam ini. Penyembahan pengetahuan-pengetahuan maknawi dan kekuatan metafisik juga adalah salah satu metode sekelompok yang lain. [12]
Menyembah batu dan kayu adalah salah satu bentuk lain dari penjelmaan dari penyembahan patung. Ada sebuah kuil Uzza tiga pohon, terletak di sebuah tempat di antara kota Mekah dan Thaif yang mana tempat tersebut dinamakan Nekhlah. Hubal adalah patung besar penduduk Mekah dan Quraisy. Penyembahan roh-roh jahat seperti Jin, raksasa dan Ifrit juga marak di pelbagai penjuru jazirah. [13]
Agama-agama samawi yang telah memberikan perubahan hakikat telah memiliki pengikut-pengikut di berbagai kawasan negara ini. Yahudisme di Yaman, Wadi al-Qura, Khaibar, dan Yatsrib di antara suku-suku, Bani Quraidhah, Bani Qainuqa, dan Bani Nadhir sangat umum. Suku-suku Thaglib, Ghassan, Qadh’ah di utara dan kawasan daerah Yaman di selatan mereka menganut agama Kristen. Zoroasterisme dan ajaran-ajaran Buddha di Timur Laut dan ajaran-ajaran kaum Saba di Yaman, Harran, dan kawasan-kawasan utara Irak sangat umum. [14]
Deskripsi Imam Ali as dari kehidupan orang-orang Arab sebelum Islam
Menurut apa yang dimuat dalam buku Nahjul Balaghah, Ali as dalam mendeskripsikan orang-orang Arab sebelum pengangkatan Nabi saw berkata demikian:
Allah swt mengutus Muhammad saw supaya memberikan peringatan kepada seluruh alam dan penjaga amanat bagi wahyu-Nya. Sedangkan kalian wahai sekelompok masyarakat Arab, seburuk-buruknya aturan kalian miliki dan kalian tinggal pada seburuk-buruknya tempat dan kalian hidup di atas tanah berbatu dan tidak rata dan serumah dengan ular-ular yang liar dan berbisa. Kalian minum air keruh dan tidak segar, kalian kasar dan banyak makan, saling menumpahkan darah, dan terputus dari sanak dan keluarga, patung-patung kokoh dan tegak berdiri di tengah-tengah kalian dan kalian penuh tenggelam dalam dosa. [15]
Bi’tsah Nabi Muhammad saw
Nabi Muhammad saw diutus pada umur 40 Tahun dan ada satu pandangan yang bertentangan dengan perkataan masyhur mengatakan bahwa Pengutusan Nabi terjadi pada usianya yang ke 43 Tahun. [16] Sebab perbedaan ini terjadi karena kesimpulan yang berbeda dari pengertian tentang bi’tsah atau pengutusan tersebut bahwa apakah bi’tsah tersebut awal pertama kali Alquran diturunkan dan ayat-ayat Ilahi sama dengan bi’tsah atau pertama kali dakwah resmi secara terbuka.
Ketika Nabi yang mulia saw sibuk bertafakur dan beribadah dalam gua Hira di atas gunung al-Nur, turunlah ayat-ayat permulaan Surah Al-‘Alaq, dengan turunnya ayat tersebut dakwahnya pun dimulai dengan “bacaan dengan nama Tuhan yang telah menciptakan” dan dilanjutkan dengan permulaan ayat-ayat Surah Al-Muddatsir. [17]
Nabi saw pertama kali memberitahukan peristiwa kenabiannya kepada istri dan anak pamannya Ali as. Dan di tahun setelahnya dengan turunya ayat: (وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ), dakwah Nabi memasuki priode baru dan di tahun yang sama dengan diturunkan ayat ﴾فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ﴿, dakwah beliau disosialisaikan dan pertama kali yang dilakukan Nabi Saw adalah dia pergi ke pasar ‘Ukat, sebuah tempat dimana seluruh masyarakat berkumpul di situ untuk berdagang dan sebagian lainnya juga sibuk menyampaikan penjelasan cerita dan bait-bait syair barunya di tempat ketinggian pasar tersebut, kesemuanya diajak untuk diam oleh Nabi Saw dan dia sampaikan dakwahnya secara terbuka.
Di hari itu Abu Lahab, mengejek dan mengolok-olok Nabi Muhammad saw dan lantas sebagian orang juga dengan mengikutinya ikut mengganggu Nabi saw, sebagian kecil dari mereka menyatakan keimanannya dan bergabung kepada kelompok kecil dari penduduk yang beriman dalam beberapa tahun sebelumnya pada periode dakwah sembunyi-sembunyi. [18]
Wahyu diturunkan pertama kali kepada Nabi saw melalui malaikat Jibril, karena kesiapan bagi Nabi saw untuk mengadakan hubungan dengan malaikat pembawa wahyu dan alam gaib dari sebelumnya sudah terjadi dan sebelum ini juga Nabi sudah melihat Jibril, dan tanda-tanda juga jejak-jejaknya sudah pernah Beliau saksikan.
Pada masa kecil, melalui kesucian jiwa yang Nabi miliki dan juga penolakannya dengan kondisi lingkungan Mekah yang rusak saat itu, menyebabkannya condong untuk menyendiri dan bersembunyi dari keramaian kota dan perkampungannya. Oleh karena itu, pengasingan-pengasingan yang dia lakukan di atas gunung-gunung sekitar Mekah yang berjalan selama satu bulan dan ketika kembali ke kota, ia bermimpikan keadaan dan suasana alam gaib, mendengar suara malaikat dan wahyu sebelum pengutusan dan hubungannya selama 3 tahun dengan Israfil dan 20 tahun dengan Jibril, [19] kesemuanya itu adalah sebuah pendahuluan bahwa dia memang dipersiapkan untuk penyampaian kenabiannya.
Jika sekumpulan riwayat ini kita terima, maka berkaitan dengan riwayat-riwayat yang menegaskan dan meyakini bahwa Nabi saw tidak mengenal suasana wahyu dan hubungannya dengan para malaikat perlu direnungkan kembali. Pandangan ketidakyakinan Nabi Saw dengan peristiwa wahyu dan takut dari pikiran yang meresahkan perasaan atau terkena jin, berkonsultasi dengan Khadijah al-Kubra Sa dan mengambil penegasan dari Waraqah bin Nofel sebagai orang yang bersaksi tentang kenabiannya dan Nabi menjadi tenang dengan penghiburan hati yang dilakukannya kepada Nabi, semua ini adalah kandungan dan isi dari sebagian kelompok riwayat-riwayat yang tidak mempercayai bahwa Nabi mengenal dan mengetahui akan kenabiannya [20] yang mana hal-hal tersebut tidak cocok dan tidak sesuai dengan perjalanan proses pengembangan dan pelatihan Nabi Saw dan wawasan serta visinya terhadap tugas berat misi risalah yang akan ia emban sebagai seorang yang terpilih.
Kedudukan Bi’tsah dalam Budaya Kaum Muslim
Kejadian atau peristiwa bi’tsah dalam budaya kaum muslim memiliki kedudukan tersendiri. Bi’tsah sebenarnya adalah awal titik permulaan Islam, agama yang di tahun-tahun awalnya dimulai dengan pengikut-pengikutnya yang sedikit, dan kemudian tersebar di seluruh penjuru dunia dan banyak dari hati-hati tersedot dan terpatri ke arahnya. Permulaan dari seluruh apa yang ada dalam Islam yang telah berlalu adalah sebuah titik tersebut yang tergolong sebagai awal perubahan besar dalam sejarah kemanusiaan.
Peristiwa agung ini menurut kutipan para ahli sejarah terjadi pada hari Senin, tanggal 27 Rajab tahun 40 dari tahun Gajah dan bertepatan dengan kedua puluh tahun pemerintahan Khosrow dan Parviz atas Iran. Perkataan lain menyatakan bahwa peristiwa ini terjadi pada tanggal 17 atau 18 Ramadhan, atau hari pengutusan ini diyakini terjadi di salah satu hari dari hari-hari di bulan Rabiul Awal, walaupun para pengikut Syiah memilih pendapat pertama. [21]
Hari mab’ats atau bi’tsah merupakan hari raya dalam budaya seluruh aliran Islam dan di seluruh penjuru dunia Islam, pada hari mab’ats, mereka mengadakan acara-acara istimewa sesuai dengan tradisi adat dan istiadat setiap kaum. [wikishia.net]
Catatan Kaki
- Musthafawi, jld.1, hlm. 296.
- Farahidi, jld.2, hlm. 112.
- Raghib, jld.1, hlm. 132.
- Tahanawi, jld.1, hlm. 340.
- QS.Yasin, 52; Q.S. Al-Baqarah, 56; Q.S.Al-Hajj,7; lihat juga al-Mufradāt fi Gharib Al-Qurān, hlm. 52-53.
- QS. Al-Baqarah, 213; QS. Al-Nahl,36; Q.S. Al-Isra’, 17.
- QS. Al Imran, 164.
- QS. Al-Taubah, 128; Q.S. Al-Jumu’ah, 2.
- Q.S. Al-Isra’, 17/94; Q.S. Al-Furqan, 25/41.
- QS. Al-Ahzab, 21/33; QS. Al-Mumtahanah, 6/60.
- QS. Al-Isra’, 17/95.
- Syahidi, bi’tsat, dar Bi’tsat Nameh, makalah-makalah tentang pengangkatan Nabi saw, hlm.300.
- Syahidi, bi’tsat, dar Bi’tsat Nameh, hlm.301.
- Syahidi, bi’tsat, dar Bi’tsat Nameh, hlm.301.
- Nahjul Balaghah, terjemah Ayati, Khotbah 26, hlm. 79-81.
- Yakubi, Ahmad, Tārikh, jld.2, hlm. 15; Ibnu Atsir, al-Kāmil, jld.2, hlm. 46; Ibnu Katsir, al-Sirah al-Nabawiyah, jld.1, hlm. 385.
- Ibnu Hisyam, Abdul Malik, Al-Sirah al-Nabawiyyah, jld.1, hlm. 236-237; Yakubi, Ahmad, Tārikh, jld.2, hlm. 16; Thabari, Tārikh, jld.2, hlm. 298.
- Yakubi, Ahmad, Tārikh, jld.2, hlm. 17-18.
- Yakubi, Ahmad, Tārikh, jld.2, hlm. 16; juga Ibnu Atsir, Al-Kāmil, jld.2, hlm. 46-50.
- Ibnu Hisyam, Abdul Malik, Al-Sirah al-Nabawiyah, jld.1, hlm. 237; Yakubi, Ahmad, Tārikh, jld.2, hlm. 17; Thabari, Tārikh, jld.2, hlm. 299.
- Ibnu Hisyam, Abdul Malik, al-Sirah al-Nabawiyah, jld.1, hlm. 240; Yakubi, Ahmad, Tārikh, jld.2, hlm. 15; Thabari, Tārikh, jld.2, hlm. 293.