Skip to main content

Kelas Tafsir Maudhui ICC pada Kamis, 30 Oktober 2025 malam menghadirkan Ustaz Hafidh Alkaf dengan melanjutkan pembahasan mengenai tema persatuan, khususnya tentang apa yang harus dilakukan untuk mewujudkannya. Dalam penjelasannya, beliau menyampaikan bahwa langkah pertama dalam mencapai persatuan adalah dengan tidak melihat perbedaan. Menurut beliau, apabila pandangan selalu diarahkan pada perbedaan, maka yang terjadi adalah perpecahan.

Allah swt berfirman:
Qul yâ ahlal-kitâbi ta‘âlau ilâ kalimatin sawâ’im bainanâ wa bainakum allâ na‘buda illallâha wa lâ nusyrika bihî syai’an wa lâ yattakhidza ba‘dlunâ ba‘dlan arbâban min dûnillâh, fa in tawallau fa qûlusy-hadû bi’annâ muslimûn
“Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Wahai Ahlulkitab, marilah (kita) menuju pada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, (yakni) kita tidak menyembah selain Allah, kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan-tuhan selain Allah.’ Jika mereka berpaling, katakanlah (kepada mereka), ‘Saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang muslim.’” (QS. Ali Imran [3]: 64)

Beliau menegaskan bahwa langkah kedua untuk memupuk persatuan di kalangan umat Islam adalah dengan mengikuti sunnah Nabi saw. Allah swt berfirman:
Yâ ayyuhalladzîna âmanû athî‘ullâha wa athî‘ur-rasûla wa ulil-amri mingkum, fa in tanâza‘tum fî syai’in fa ruddûhu ilallâhi war-rasûli ing kuntum tu’minûna billâhi wal-yaumil-âkhir, dzâlika khairuw wa aḫsanu ta’wîlâ
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi Muhammad) serta ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya) jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih baik (bagimu) dan lebih bagus akibatnya (di dunia dan di akhirat).” (QS. An-Nisa [4]: 59)

Selanjutnya, Ustaz Hafidh Alkaf menjelaskan bahwa langkah ketiga adalah melaksanakan amar makruf dan nahi mungkar. Beliau menyampaikan bahwa apabila persatuan merupakan sesuatu yang baik, maka ia termasuk makruf dan perlu didorong. Sebaliknya, perpecahan adalah mungkar dan perlu dicegah. Allah swt berfirman:
Waltakum mingkum ummatuy yad‘ûna ilal-khairi wa ya’murûna bil-ma‘rûfi wa yan-hauna ‘anil-mungkar, wa ulâ’ika humul-mufliḫûn
“Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran [3]: 104)

Beliau menambahkan bahwa perselisihan sering kali muncul di masyarakat, bahkan dalam lingkup keluarga. Menurut beliau, jika hal ini dibiarkan, maka akan menimbulkan perpecahan dan menghilangkan semangat gotong royong. Beliau memberikan contoh Syimr bin Dzuljausyan, yang dahulu dikenal sebagai orang baik, pernah terluka dalam Perang Shiffin, berhaji hingga enam belas kali dengan berjalan kaki, dan menjadi rujukan fikih. Namun karena terus menumpuk dosa, akhirnya ia menjadi pelaku pembunuhan terhadap Imam Husain as di Karbala. Beliau menekankan bahwa perselisihan dalam masyarakat pun demikian, berawal dari hal kecil yang dibiarkan hingga meluas.

Allah swt berfirman:
Yas’alûnaka ‘anil-anfâl, qulil-anfâlu lillâhi war-rasûl, fattaqullâha wa ashliḫû dzâta bainikum wa athî‘ullâha wa rasûlahû ing kuntum mu’minîn
“Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah, ‘Harta rampasan perang itu milik Allah dan Rasul (menurut ketentuan Allah dan Rasul-Nya). Maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu serta taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu orang-orang mukmin.’” (QS. Al-Anfal [8]: 1)

Beliau menegaskan pula:
Innamal-mu’minûna ikhwatun fa ashliḫû baina akhawaikum wattaqullâha la‘allakum tur-ḫamûn
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah kedua saudaramu (yang bertikai) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu dirahmati.” (QS. Al-Hujurat [49]: 10)

Ustaz Hafidh Alkaf menjelaskan bahwa langkah selanjutnya adalah menyadari bahwa setiap mukmin adalah saudara, sehingga memiliki hak atas diri kita. Beliau menekankan bahwa persatuan dapat dibangun dengan mengajak umat untuk saling mendekat dan tidak terpecah oleh perbedaan mazhab. Menurut beliau, perbedaan pandangan fikih adalah hal yang wajar dan tidak seharusnya menjadi sumber pertentangan. Beliau menyinggung bahwa di Indonesia, perpecahan bahkan dapat terjadi di dalam satu mazhab atau organisasi, jika perbedaan pandangan tidak disikapi dengan bijak.

Allah swt berfirman:
Qad narâ taqalluba waj-hika fis-samâ’, fa lanuwalliyannaka qiblatan tardlâhâ fa walli waj-haka syathral-masjidil-ḫarâm, wa ḫaitsu mâ kuntum fa wallû wujûhakum syathrah, wa innalladzîna ûtul-kitâba laya‘lamûna annahul-ḫaqqu mir rabbihim, wa mallâhu bighâfilin ‘ammâ ya‘malûn
“Sungguh, Kami melihat wajahmu (Nabi Muhammad) sering menengadah ke langit. Maka, pasti akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau sukai. Lalu, hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Di mana pun kamu sekalian berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu. Sesungguhnya orang-orang yang diberi kitab benar-benar mengetahui bahwa (pemindahan kiblat ke Masjidilharam) itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka. Allah tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah [2]: 144)

Beliau menjelaskan bahwa sebelumnya orang-orang Yahudi mencibir Rasulullah saw karena arah kiblatnya sama dengan mereka, sehingga beliau dianggap tidak membawa sesuatu yang baru. Maka Allah memerintahkan perubahan arah kiblat tersebut sebagai jawaban atas cibiran itu dan sebagai penegasan bahwa risalah yang dibawa Nabi Muhammad saw adalah kebenaran dari-Nya.

Beliau kemudian memaparkan program nyata yang mengandung pesan persatuan dalam Islam. Yang pertama adalah salat Jumat, di mana setiap pekan umat Islam diseru untuk berkumpul dalam satu jamaah. Allah swt berfirman:
Yâ ayyuhalladzîna âmanû idzâ nûdiya lish-shalâti miy yaumil-jumu‘ati fas‘au ilâ dzikrillâhi wa dzarul baî‘, dzâlikum khairul lakum ing kuntum ta‘lamûn
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila (seruan) untuk melaksanakan salat pada hari Jumat telah dikumandangkan, segeralah mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Jumu‘ah [62]: 9)

Yang kedua adalah ibadah haji, di mana Allah swt memerintahkan umat Islam dari seluruh dunia untuk berkumpul di Arafah sebagai simbol persaudaraan dan kesatuan umat.

Adapun manfaat dari persatuan, beliau menjelaskan, yang pertama adalah bagi individu, yakni meningkatnya ketakwaan. Allah swt berfirman:
Wa anna hâdzâ shirâthî mustaqîman fattabi‘ûh, wa lâ tattabi‘us-subula fa tafarraqa bikum ‘an sabîlih, dzâlikum washshâkum bihî la‘allakum tattaqûn
“Sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) sehingga mencerai-beraikanmu dari jalan-Nya. Demikian itu Dia perintahkan kepadamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-An‘am [6]: 153)

Yang kedua, persatuan mendekatkan umat kepada hidayah. Allah swt berfirman:
Wa‘tashimû biḫablillâhi jamî‘aw wa lâ tafarraqû wadzkurû ni‘matallâhi ‘alaikum idz kuntum a‘dâ’an fa allafa baina qulûbikum fa ashbaḫtum bini‘matihî ikhwânâ, wa kuntum ‘alâ syafâ ḫufratim minan-nâri fa angqadzakum min-hâ, kadzâlika yubayyinullâhu lakum âyâtihî la‘allakum tahtadûn
“Berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, janganlah bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara. (Ingatlah pula ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran [3]: 103)

Persatuan juga mendekatkan seorang mukmin dengan cinta Allah swt. Allah berfirman:
Inna Allâha yuḫibbulladzîna yuqâtilûna fî sabîlihî shaffang ka’annahum bun-yânum marshûsh
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam satu barisan, seakan-akan mereka suatu bangunan yang tersusun kukuh.” (QS. Ash-Shaff [61]: 4)

Beliau menegaskan manfaat sosial dari persatuan, yaitu menjadikan umat Islam besar dan berwibawa. Umat yang bersatu tidak mudah dipecah dan ditakuti oleh musuh-musuh Islam. Sebaliknya, kelemahan dan keterpecahan membuat umat terpuruk di hadapan kekuatan dunia. Dengan persatuan yang kokoh, umat akan memperoleh kemenangan. Allah swt berfirman:
Wa may yatawallallâha wa rasûlahû walladzîna âmanû fa inna ḫizballâhi humul-ghâlibûn
“Siapa yang menjadikan Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman sebagai penolongnya, sesungguhnya para pengikut Allah itulah yang akan menjadi pemenang.” (QS. Al-Ma’idah [5]: 56)

Terakhir, Ustaz Hafidh Alkaf menegaskan bahwa persatuan umat bukan hanya memberi manfaat di dunia, tetapi juga di akhirat, sebagaimana Allah mengingatkan agar manusia tidak berpecah belah dan selalu menjaga nikmat persaudaraan yang telah diberikan-Nya.

Leave a Reply