ICC Jakarta – “Wahai hamba-Ku, jika engkau ingin masuk ke wilayah kesakralan-Ku (Haramil Qudsiyah), jangan engkau tergoda oleh alam mulk, alam malakut, dan alam jabarut, karena alam mulk adalah setan bagi orang alim, alam malakut setan bagi orang arif, dan alam jabarut setan bagi orang yang akan masuk ke alam qudsiyah.” (hadis qudsi).
Alam syahadah mutlak memiliki tingkatan-tingkatannya: alam mulk, mitsal atau hayal, dan alam barzakh, yang keseluruhannya ternyata akrab dengan manusia. Sementara, alam malakut, yang lebih dikenal dengan alamnya para malaikat dan jin, merupakan suatu alam yang tingkat kedekatannya dengan alam puncak lebih utama daripada alam-alam sebelumnya.
Namun, alam malakut masih lebih rendah daripada alam di atasnya, seperti jabarut dan al-a’yan al-tsabitah, yang akan dibahas dalam artikel mendatang. Mulai alam mitsal sampai alam-alam di atasnya tidak bisa ditangkap pancaindra dasar atau fisik manusia karena sudah masuk wilayah alam gaib. Manusia dengan pancaindra fisiknya hanya mampu mengobservasi secara fisik alam syahadah mutlak, seperti alam mineral, alam tumbuh-tumbuhan, alam hewan, dan sebagian dari dirinya sendiri.
Alquran mengisyaratkan unsur kejadian manusia ada tiga, yaitu unsur badan atau jasad (jasad), unsur nyawa (nafs), dan unsur roh (ruh ). Dalam Alquran, nyawa dan roh berbeda. Nyawa dimiliki tumbuh-tumbuhan dan binatang, tetapi unsur roh tidak dimiliki oleh keduanya, bahkan oleh seluruh makhluk Tuhan lainnya. Unsur roh inilah yang membuat para malaikat dan seluruh makhluk lainnya sujud kepada manusia (Adam).
Roh yang merupakan unsur ketiga manusia ini menjadi potensi amat dahsyat baginya untuk mengakses alam puncak sekalipun. Unsur ketiga inilah yang disebut sebagai ciptaan khusus (khalqan akhar) di dalam Alquran.
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian, Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian, air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka, Maha Suci Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” (QS al-Mu’min [23]: 12-14).
Kata ansya’nahu khalqan akhar dalam ayat di atas, menurut para mufasir, maksudnya adalah unsur rohani setelah unsur jasad dan nyawa (nafs). Hal ini sesuai dengan riwayat Ibnu Abbas yang menafsirkan kata ansya’nahu dengan ja’ala insya’ al-ruh fih, atau penciptaan roh ke dalam diri Adam. Unsur ketiga ini kemudian disebut unsur ruhani, atau lahut atau malakut, yang menjadikan manusia berbeda dengan makhluk biologis lainnya.
Unsur ketiga ini merupakan proses terakhir dan sekaligus penyempurnaan substansi manusia sebagaimana ditegaskan di dalam beberapa ayat, seperti dalam surah al-Hijr: 28-29. Setelah penciptaan unsur ketiga ini selesai, para makhluk lain, termasuk para malaikat dan jin, bersujud kepada Adam dan alam raya pun ditundukkan (taskhir) untuknya. Unsur ketiga ini pulalah yang mendukung kapasitas manusia sebagai khalifah Tuhan di bumi (QS al-An‘am [6]: 165) di samping sebagai hamba (QS al-Zariyat [51]: 56).
Meskipun memiliki unsur ketiga, manusia akan tetap menjadi satu-satunya makhluk eksistensialis karena hanya makhluk ini yang bisa turun naik derajatnya di sisi Tuhan. Sekalipun manusia ciptaan terbaik (ahsan taqwim/QS al-Tin [95]: 4), ia tidak mustahil akan turun ke derajat paling rendah (asfala safilin QS at-Tin [95]: 5), bahkan bisa lebih rendah daripada binatang (QS al-A‘raf [7]: 179).
Eksistensi kesempurnaan manusia dapat dicapai manakala ia mampu menyinergikan secara seimbang potensi berbagai kecerdasan yang dimilikinya. Seperti orang sering menyebutnya dengan kecerdasan unsur jasad (IQ), kecerdasan nafsani (EQ), dan kecerdasan rohani (SQ). Tidak semua aspek manusia itu dapat dipahami secara ilmiah dan terukur oleh kekuatan pancaindra manusia. Karena memang unsur manusia memiliki unsur berlapis-lapis.
Dari lapis mineral tubuh kasar sampai kepada roh (unsur lahut malakut) yang di-install Allah SWT sebagaimana ditegaskan lagi di dalam Alquran, \”Kemudian apabila telah Aku sempurnakan kejadiannya dan Aku tiupkan roh-Ku kepadanya, tunduklah kamu dengan bersujud kepadanya. Lalu, para malaikat itu bersujud semuanya,” (QS Shad [38]: 72-73).
Para penghuni alam malakut terdiri atas para jin dan malaikat, termasuk iblis. Alam ini tidak bisa diakses dengan pancaindra atau kekuatan-kekuatan fisik manusia. Alam ini hanya bisa diakses manusia jika mereka mampu menggunakan potensi lahut dan malakut yang dimilikinya. Hubungan interaktif antara para penghuni alam dimungkinkan, mengingat berbagai alam itu sama-sama ciptaan Allah SWT.
Manusia sebagai makhluk utama memiliki kemampuan untuk itu karena kedahsyatan unsur ketiga tadi. Jika kita merujuk kepada pendapat Syekh Abduk Qadir Jailani yang membagi roh itu dalam empat tingkatan, makin mudah kita memahami kemungkinan itu. Menurut Syekh Abdul Qadir Jailani dalam kitabnya, Sirr al-Asrar, roh itu memiliki empat tingkatan.
Tingkatan itu adalah roh jasad yang berinteraksi dengan alam mulk; roh ruhani yang berinteraksi dengan alam malakut; roh sulthani yang berinteraksi dengan alam jabarut; dan roh al-quds yang berinteraksi dengan alam lahut. Namun, perlu diingatkan di sini bahwa kita sebagai hamba tidak boleh terkecoh oleh bayangan keindahan alam-alam di atas manusia.
Jangan sampai kita lengah sehingga seolah-olah pencarian kita bukan lagi tertuju kepada ridha Allah semata, melainkan sudah terkecoh oleh unsur-unsur kekeramatan. Makin tinggi tingkat pencarian seseorang, makin tinggi pula unsur pengecohnya, sebagaimana disebutkan dalam hadis qudsi di atas. Kerjakanlah semuanya dengan semata-mata karena Allah SWT. ( Prof. Nasaruddin Umar)