ICC Jakarta – Sosok yang lama mengabdikan dirinya di dunia pendidikan ini telah tiada. Setelah mengalah atas penyakit yang dideritanya beberapa bulan terakhir, beliau kini telah kembali kepada Tuhannya. Kiprahnyalah yang akan tetap hidup dan dikenang terutama di dinding-dinding kampus dan ruang belajar yang disesaki gagasan tentang ilmu dan kemanusiaan.
Abdul Malik Fadjar, lahir di Yogyakarta, 22 Februari 1939 dan menghabiskan waktu mudanya di dalam iklim keilmuan ini pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Intelektual muslim sangat dikenal oleh kalangan aktivis organisasi kemahasiswaan, dalam dan luar kampus. Sosok yang ketika menjabat Rektor Universiotas Muhammadiyah Malang (UMM) ini tak segan menyambangi kegiatan diskusi mahasiswa yang digelar di emperan kampus.
Lama di kampus. Itulah yang lebih banyak dikenang dari hidup seorang Malik Fadjar. Selain dirinya adalah jebolan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel, ia juga aktif di Muhammadiyah. Karirnya sebagai dosen melejit ketika menekuni karirnya itu di lembaga pendidikan tinggi Muhammadiyah. Seiring pesatnya perkembangan UMM sebagai salah satu perguruan tinggi ternama di Jawa bahkan di Indonesia, karir beliau melejit. Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyetujui ketika beliau diajukan menjabat rektor.
Tujuh belas tahun menekuni pekerjaan sebagai rektor, Malik Fadjar dilirik oleh istana. Presiden BJ. Habibie melantiknya sebagai Menteri Agama (1998-1999) dalam Kabinet Reformasi Pembangunan. Suatu ketika, ia kembali ada di tengah kerumunan mahasiswa saat memberi ceramah di Universitas Muhammadiyah Jakarta, dirinya banyak bercerita tentang diskursus pemikiran keislaman di kampus. “Mahasiswa tidak boleh sepi dari diskursus pemikiran social, keilmuan, dan keagamaan. Pergerakan tanpa keilmuan akan kehilangan arah.” Begitulah Malik Fadjar bercerita ringan dengan para aktivis.
Malik Fadjar sembari selalu mengenang aktivitasnya di HMI, tidak pernah lupa tentang diskursus “Nilai-nilai Dasar Islam”. Pada tahun 1963-1967 menurutnya, puncak aktivitas diskusi pemikiran keislaman dialami oleh mahasiswa Islam. Mereka menggerakkan diskusi berbagai topik penting Alquran dalam hubungannya dengan teologi, kosmologi, dan sosiologi. Malik Fadjar mengaku tenggelam dalam diskursus itu. Pengalamannya itu lalu diterapkan saat menjadi Menteri Pendidikan Nasional Kabinet Gotong Royong (2001-2004).
Beliau kembali ke kampus ketika tugasnya sebagai menteri telah rampung. Malik Fadjar yang dulu akrab dengan mahasiswa dan ruang diskusinya, kini makin melebur, hingga pemerintah kembali memintanya mengabdi. Presiden Joko Widodo menunjuk beliau sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) pada Januari 2015. Mengajar, meneliti, menulis, dan melakukan kegiatan pengabdian sosial tetap ditekuninya. Oktober 2019 beliau berhenti dan kembali ke kampus lagi hingga akhirnya wafat, 7 September 2020. Selamat Jalan, Prof!