Iran menyatakan keraguan serius terhadap komitmen rezim Israel dalam mematuhi gencatan senjata yang mengakhiri agresi militer selama 12 hari terhadap Republik Islam. Ketua Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran, Mayor Jenderal Abdolrahim Mousavi, menegaskan bahwa Teheran siap memberikan respons tegas jika Israel kembali melancarkan serangan.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam percakapan telepon dengan Menteri Pertahanan Arab Saudi, Khalid bin Salman, sebagaimana dilaporkan media pemerintah Iran. Keduanya membahas perkembangan pasca-perang serta langkah strategis untuk menjaga stabilitas kawasan.
“Iran sepenuhnya siap memberikan respons yang menentukan jika rezim Israel kembali melakukan agresi, dan kami sangat meragukan komitmen musuh terhadap kewajibannya, termasuk gencatan senjata,” ujar Mayor Jenderal Mousavi.
Beliau menambahkan bahwa agresi gabungan Amerika Serikat dan Israel dilakukan saat Iran tengah menunjukkan sikap menahan diri dan menjalankan negosiasi tidak langsung dengan Washington. “Dua rezim ini tidak menunjukkan komitmen terhadap norma internasional apa pun. Dunia telah menyaksikan hal itu selama perang 12 hari yang dipaksakan kepada kami,” tegas beliau.
Menurut Mayor Jenderal Mousavi, Iran bukan pihak yang memulai konflik, namun telah memberikan respons penuh terhadap agresor. “Karena kami meragukan sepenuhnya komitmen musuh terhadap kewajibannya, termasuk gencatan senjata, kami siap memberikan balasan tegas terhadap setiap bentuk agresi baru,” tambah beliau.
Menteri Pertahanan Arab Saudi, di sisi lain, menyampaikan bahwa pemerintahnya tidak hanya mengutuk agresi tersebut, tetapi juga telah mengambil langkah diplomatik untuk mendorong dihentikannya perang. Ia turut menyampaikan belasungkawa atas gugurnya para komandan senior Iran dalam serangan Israel dan menyepakati pentingnya konsultasi lanjutan untuk membangun stabilitas kawasan. Kedua pihak juga menekankan pentingnya peran Iran dan Arab Saudi dalam menjaga keamanan regional.
Sementara itu, Grand Ayatullah Nasser Makarem Shirazi, salah satu otoritas tertinggi Syiah di Iran, mengeluarkan sebuah fatwa menyusul ancaman terbuka yang dilontarkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan sejumlah pejabat Israel terhadap Pemimpin Revolusi Islam, Ayatullah Sayyid Ali Khamenei.
Fatwa tersebut diterbitkan melalui pernyataan resmi pada Ahad, 29 Juni 2025, menjawab pertanyaan keagamaan yang diajukan secara formal. Ayatullah Makarem Shirazi menyatakan bahwa siapa pun—baik individu maupun rezim—yang mengancam kepemimpinan dan otoritas keagamaan Republik Islam tergolong sebagai mohareb atau “pembangkangan terhadap Tuhan”, sebuah kategori hukum Islam yang mengindikasikan bentuk permusuhan paling berat terhadap masyarakat Muslim.
“Setiap orang atau entitas yang mengancam atau menyerang kepemimpinan dan otoritas keagamaan umat Islam tergolong mohareb. Dan segala bentuk kerja sama atau dukungan terhadap entitas seperti itu, baik dari individu Muslim maupun pemerintahan Islam, adalah haram,” demikian bunyi pernyataan resmi tersebut.
Fatwa ini dikeluarkan dua hari setelah Presiden Trump, dalam pidatonya pada Jumat, 27 Juni 2025, mengklaim bahwa dirinya telah menggagalkan rencana pembunuhan terhadap Ayatullah Khamenei oleh militer AS dan Israel selama konflik berlangsung. Pernyataan tersebut memicu kecaman luas sebagai bukti keterlibatan langsung Amerika dalam upaya pembunuhan politik terhadap pemimpin tertinggi Iran.
Ayatullah Makarem Shirazi menambahkan bahwa siapa pun yang mengalami kesulitan atau kehilangan dalam menghadapi ancaman semacam itu akan dianggap sebagai mujahid, yakni pejuang di jalan Allah. Beliau menyerukan kepada umat Islam di seluruh dunia untuk mengambil sikap tegas terhadap pihak-pihak yang mengancam kemuliaan dan kedaulatan Republik Islam.
Dengan meningkatnya ketegangan politik dan militer pasca-agresi Israel dan Amerika Serikat, serta gugurnya sejumlah pemimpin militer Iran, respons Republik Islam kini bukan hanya bersifat taktis, tetapi juga memperoleh legitimasi keagamaan secara terbuka dari otoritas ulama tertinggi. Kesiapsiagaan militer dan dukungan religius ini memperkuat sinyal bahwa Iran tidak akan membiarkan ancaman berikutnya berlalu tanpa konsekuensi.
Sumber berita: irna.ir
Sumber gambar: www.makarem.ir