ICC Jakarta – Islam yang lahir sebagai agama rahmatan lil alamin tidak pernah mengajarkan kekerasan dalam melakukan aktifitas dakwah, telebih kekerasan itu dalam bentuk terorisme. Namun, maraknya aksi terorisme yang didukung media hoax belakangan ini menyebabkan agama Islam dipandang sebagai agama yang dekat dengan aktivitas teror.
Doktrin-doktrin yang tersebar dengan mengatasnamakan Islam menyebabkan Islam mendapat stereotipe buruk. Berangkat dari pandangan masyarakat terhadap Islam yang memandang Islam sebagai agama teror, Ma’arif Institute menyelenggarakan peluncuran dan diskusi buku “Reformulasi Ajaran Islam: Jihad, Khilafah dan Terorisme”, Kamis (16/3).
Bertempat di Aula KH Ahmad Dahlan, Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Jakarta, dalam diskusi ini menghadirkan tiga narasumber yang juga merupakan penulis buku tersebut. Muhammad Abdulllah Darraz, Direktur Maarif Institute memaparkan dalam sambutannya bahwa persoalan teologis-keagamaan menjadi faktor penting seseorang dengan mudah terlibat aksi terorisme.
“Ektremisme keagamaan melalui penyalahgunaan doktrin-doktrin kunci dalam agama seperti doktrin jihad sebagai perang, bom bunuh diri sebagai kesyahidan, khilafah sebagai alat legitimasi melaukan serangkaian kekerasan, qishash sebagai pembalasan terhadap musuh-musuh Islam dan doktrin al-walla’ wa al-barra’, telah mendorong berbabai aksi terorisme yang terjadi beberapa tahun terakhir” paparnya.
Senada dengan Darraz, Buya Ahmad Syafii Maarif menyatakan bahwa kegagalan para pengususng “teologi maut” dalam memahami ajaran Islam, telah menuntun mereka pada perbuatan konyol, memalukan, kebinasaan dan merobohkan bangunan kemanusiaan.
“Mereka tidak memiliki visi tentang kehidupan. Lebih memiliki keberanian untuk mati, karena tidak berani mengarungi kehidupan” tegas Buya Syafii, pendiri Maarif Institute yang juga mantan Ketua PP Muhammadiyah ini.
Faktor teologis ini tidak berarti menafikan faktor lain yang juga mendorong maraknya aksi terorisme tersebut seperti faktor psikologis, ketimpangan ekonomi, persoalan politikk dan faktor ideologis. Namun demikian, narasi ekstremisme dan terorisme yang secara telanjang menggunakan doktrin keagamaan adalah faktor krusial.
Sumber: PP Muhammadiyah