ICC Jakarta – Muhammad bin Muhamad bin Hasan Thusi terkenal dengan nama Khajah Nashiruddin Thusi (597-672 H) adalah seorang filosof dan teolog pada abad ke-7 H. Terkait dengan mazhab yang ia anut, terdapat banyak perbedaan pendapat, meskipun banyak bukti yang menyatakan bahwa ia bermadzab Syiah Dua Belas Imam. Khajah Nashiruddin Thusi adalah penulis buku-buku dan risalah-risalah dalam bidang Akhlak, Logika, Filsafat, Kalam, Matematika, Akhlak Nashiri, Ausaf al-Asyraf, Syarah al-Isyarah, Tajrid al-I’tiqa, Jami al-Hisab, Zij al-Ilkhani, Tadzkirah fi Ilm al-Ilahiyyah, yang merupakan karyanya dalam bidang ilmu perbintangan. Ia juga membangun Observartorium Maraghi dan juga Perpustakan dengan koleksi buku lebih dari 400 ribu jilid kitab.
Sarjana Muslim yang kemasyhurannya setara dengan teolog dan filsuf besar sejarah gereja seperti Thomas Aquinas, memiliki nama lengkap Abu Ja’far Muhammad bin Muhammad bin Al-Hasan Nashiruddin Ath-Thusi. Ia lahir pada tanggal 18 Februari tahun 1201 M / 597 H, di kota Thus yang terletak di dekat Mashed, sebelah timur lautan Iran. Sebagai seorang Ilmuan yang amat kondang pada zamannya, Nashiruddin memiliki banyak nama, antara lain: Muhaqqiq, Ath-Thusi, Khaja Thusi, dan Khaja Nasir.
Nashiruddin lahir pada awal abad ke 13 M, ketika itu dunia Islam telah mengalami masa-masa sulit. Pada saat itu, kekuatan militer Mongol yang begitu kuat menginvasi wilayah kekuasaan Islam yang amat luas. Kota-kota Islam dihancurkan dan penduduknya dibantai habis oleh tentara Mongol dengan sangat kejam. Hal itu dipertegas J.J.O’Connor dan E.F.Robertson, bahwa pada masa itu dunia diliputi kecemasan. Hilangnya rasa aman dan ketenangan itu membuat banyak ilmuwan sulit untuk mengembangkan ilmu pengetahuannya. Nashiruddin pun tak dapat mengelak dari konflik yang melanda negerinya. Sejak kecil, Nashiruddin digembleng ilmu oleh ayahnya yang beprofesi sebagai ahli hukum di sekolah Imam Kedua Belas.
Selain digembleng ilmu agama di sekolah itu, Ath-Thusi mempelajari Fiqih, Ushul, Hikmah dan Kalam, terutama Isyarat-nya Ibnu Sina, dari Mahdar Fariduddin Damad, dan Matematika dari Muhammad Hasib di Nishapur. Dia kemudian pergi ke Baghdad, di sana dia mempelajari ilmu pengobatan dan Filsafat dari Qutbuddin, Matematika dari Kamaluddin bin Yunus, dan Fiqih serta Ushul dari Salim bin Bardan.
Kelahiran dan Masa Anak-anak
Khajah Nashiruddin Thusi lahir pada tanggal 11 Jumadi Tsani tahun 597 H di Thus dan dibesarkan di sana. Oleh itu, ia dikenal dengan nama “Thusi”. Ia berasal dari daerah Jarud dimana pada zaman sekarang ini dikenal dengan nama Jahrud di kota Wisyarah, Qum. Khajah Nashir pada masa kecil telah belajar al-Quran, Sorof, Nahwu dan Adab-adab. Guru-guru pertamanya adalah kakeknya sendiri, Muhammad bin Hasan dalam bidang Fikih dan Hadis, pamannya Nuruddin Ali bin Muhammad Syi’i dalam bidang Mantik dan Hikmah. Kemudian, dengan bimbingan sang Ayah, ia dibawa ke hadapan Kamaluddin Muhammad untuk belajar Matematika. Ayahandanya sendiri mengajari Nashiruddin pelajaran-pelajaran Ulumul Hadis, Riwayat dan Fiqih. Pada periode itu juga, ketika Khajah berada pada permulaan usia mudanya, ia belajar cabang-cabang Matematika seperti Aritmatika, Geometrid an Aljabar secara penuh. Setelah ayahnya wafat, sesuai dengan wasiat ayahandanya, ia pindah ke tempat dimana terdapat guru yang mempuni. Oleh itu, ia pergi ke Nisyabur karena Nisyabur merupakan tempat berkumpulnya ulama dan peneliti. Ia mengikuti pelajaran Sarajuddin Qamari, Quthbuddin Sarakhsyi Damad, Abu Sa’adat Isfahani dan lainnya. Ia juga bertemu dengan Furaiddin Athar di sana.
Invasi Pertama Tentara Mongol
Pada zaman Khajah Nahir berada di Nisyabur, tentara Mongol mulai mengadakan penyerangan yang pertama kali dengan dikomandani oleh Jengis Khan dan menimbulkan pertumpahan darah yang sangat banyak. Sultan Muhammad Khawariz Syah kalah di hadapan mereka. Setelah ia, tidak ada satu pertahanan pun yang bermanfaat. Sejumlah kota satu per satu jatuh dan orang-orang melarikan diri dari kota-kota itu menuju benteng-benteng yang lebih kuat. Benteng yang mampu bertahan di hadapan serangan pasukan Mongol hanya benteng Ismailiyan. Meskipun kota-kota di Khurasan dan Naisyabur jatuh ke tangan pasukan Mongol, namun benteng ini mampu bertahan selama bertahun-tahun dari serangan pasukan Mongol. Pada zaman itu, Mukhtasyam Nashiruddin Abdurahim bin Abi Mansur diangkat menjadi komandan di Benteng Ismailiyan Khurasan dan di Kuhistan oleh pemimpin Ismailiyan, Alauddin Muhammad. Pada periode itu, atas permintaan Nashiruddin salah satu kitab Abu Ali Miskawaih Razi diterjemahkan ke dalam bahasa Persia, kemudian ditambahkan pembahasan-pembahasan tertentu dan diberi nama Nashiruddin, Akhlak Nashiri. Setelah beberapa lama, juga terhimpun sebuah kitab dalam ilmu Haiat dengan nama al-Risalah al-Ma’iniyah sebagai karya dari Mu’inuddin bin Nashiruddin. Kabar tentang hadirnya Khajah Nashir di hadapan Nashiruddin terdengar pemimpin Ismailiyan, Aluddin Muhammad dan karena mendengar bahwa ia adalah seorang yang sangat berilmu, maka ia memanggil Nashiruddin ke hadapannya. Khajah menerima undangan ini dan bersama dengan Nashiruddin pergi ke benteng Maimun (istana tempat tinggak Raja Ruknuddin). Pemimpin Ismailiyan menyambut Nashiruddin dengan sangat hangat. Setelah beberapa lama, pemimpin Ismailiyan terbunuh di tangan pengawalnya sendiri dan anaknya, Ruknuddin Khur Syah menggantikan kedudukannya. Khajah Thusi tinggal di Benteng al-Maut hingga Raja Ruknuddin menyerah kepada Mongol pada penyerangannya yang kedua. Sebagian sejarwan meyakini bahwa kehadiran Khajah Nashir dan tinggalnya ia di benteng Ismailiyan bukan merupakan pilihannya namun karena ia terpaksa untuk melakukan itu. Sebagian orang seperti Agha Masmarah al-Akhtar percaya bahwa Nashiruddin Thusi memiliki kewenangan mutlak atas Ismailiyan dan memiliki kedudukan hingga ia mendapatkan julukan sebagai Ustad Kainat (Pakar Astronomi). Oleh itu, ia menolak kisah tentang adanya pemaksaan dan pemenjaraan Khajah Nashir dibenteng Ismailiyan. Orang-orang yang mengklaim bahwa Khajah Nashir terpaksa berada di istana Ismailiyan dan berada dibenteng itu untuk dipenjara, mendasarkan kata-katanya yang ditulis oleh Khajah Nashir dalam buku Syarah Isyarah yang menceriterakan tentang kelemahan dalam hidupnya.
Invasi Kedua Mongol
Invasi kedua Mongol di bawah komandan Hulagu lebih berat dari pada serangan pertama dan benteng-benteng Ismailiyan yang sebelumnya mampu bertahan di hadapan Jengis Khan, tidak dapat bertahan dalam menangkis serangan Hulagu. Raja Ruknuddin memandang bahwa tidak ada manfaatnya bertahan melawan Hulagu dan setelah bermusyarwarah dengan pembesar pemerintahan, akhirnya Ruknuddin menyerah. Hulagu membunuh semua orang-orang yang menyertainya kecuali Khajah Nashiruddin Thusi, dua dokter yang lain, Ruknuddin sendiri. Hulaku tidak membunuh Khajah Nashir karena mereka tahu kepintaran Khajah. Khajah Thusi tanpa memiliki kekuatan untuk memilih, ia bersama dengan Hulaku. Oleh itu, semenjak pertama kali berpikir bahwa ia akan memanfaatkan kedudukan itu sehingga dari kedudukannya ini, ia akan memanfaatkan semaksimal mungkin untuk melestarikan warisan-warisan Islam. Oleh itu, ia mengambil langkah cepat dan menanamkan ajran-ajaran agama Islam bagi pasukan Mongol. Pada akhirnya, mayoritas pasukan Mongol masuk Islam dan pengganti Jengis, Hulagu berubah menjadi raja bagi kaum Muslimin. Tampaknya, bagi Khajah Nashiruddin memberi keselamatan bagi kehidupan ilmuwan dan juga menjaga perpustakaan adalah hal pertama yang sangat penting karena tidak ada kekuatan untuk mempertahankan diri baik dari usaha pemerintah maupun masyarakat. Untuk itulah, Khajah Nashir membangun tempat observatorium dimana para ilmuwan berkumpul di situ. Dengan langkah ini, para ilmuwan terbebas dari pembunuhan dan sibuk untuk mengumpulkan kitab-kitab.
Peninggalan Khajah Nashir
Observatorium Maraghi
Khajah Nashir mengusulkan kepada Halaku untuk membangun Observatoriom. Banyak dari ilmuwan menyatakan kesediaannya untuk bekerja sama dengannya. Ia mulai membangun observatorium pada tahun 657 H. Hingga akhir hayatnya ia sibuk dengan aktivitas itu. Horoskop (buku tentang ilmu perbintangan) yang berhasil di teliti oleh observatorium ini disebut dengan Observasi Ilikhani. Horoskop ini dicetak dengan nama percetakan ini juga dan meliputi jadwal matematika baru yang tidak diketahui sebelumnya.
Perpustakaan Maraghi
Tindakan besar Khajah lain yang dilakukan ditempat Observatorium Maraghi adalah membangun Perpustakaan Besa. Atas perintah Hulaku kitab-kitab berharga dan bermanfaat dirampok dari Baghdad, Damaskus, Mausel, dan Khurasan dan dikoleksi dalam perpustakaan tersebut. Khajah sendiri mengirim orang-orang di sekitar kota untuk membeli kitab-kitab ilmiah setiap kali ada kitab-kitab yang penting dan berharga. Ia pun membeli kitab-kitab yang penting dan berharga setiap kali pergi ke suatu tempat. Menurut keyakinan sebagian ahli sejarah, terdapat 400 ribu buku terkoleksi di Perpustakan Maraghi.
Wakil Hulaku masuk Islam
Setelah Hulaku, anaknya, Abaga Khan dan setelahnya, anaknya yang lain Tekudar menempati tahta kerajaan. Pada periode ini, meskipun Khajah Nashir tidak lagi hidup, namun karena upaya yang dilakukannya selama hidupnya membuat Tekudar masuk Islam. Tekudar mengubah namanya dengan Ahmad Tekudar. Dengan masuk Islamnya sang raja, maka pemerintahannyapun berubah menjadi pemerintahan Islam.
Wafat
Pada musim dingin tahun 672 H, Nashiruddin bersama dengan Agha Khan pergi ke Baghdad. Agha Khan kembali ke ibu kota setelah selesai musim dingin. Namun Khajah Nashir tetap di sana dengan maksud untuk menyelesaikan tugasnya hingga ia meninggal pada tanggal 18 Dzul Hijjah tahun itu juga. Berdasarkan surat wasiat yang ditulisnya ia dimakamkan di dekat Haram Kazhimain.
Murid-murid
Di antara murid-murid ternama Khajah:
- Allamah Hilli (w. 726) menulis syarah atas kitab-kitab tulisan Khajah
- Ibnu Maitsam penulis Syarah Nahjul Balaghah. Ia adalah seorang hakim, Ahli Matematika, Mutakalim dan Faqih. Ia murid Khajah dalam bidang hikmah. Dalam hikmah, Ibnu Maitsam Buhrani berguru kepada Khajah dan Khajah Nashir berguru kepadanya dalam bidang fiqih.
- Quthubddin (w. 710) ia pada usia 14 tahun menggantikan ayahnya di rumah sakit dan bekerja sebagai dokter. Ia belajar Ilmu Sains dan Isyarat Abu Ali dari Khajah.
- Kamaluddin Abdul Razak Syaibani Baghdadi (w. 642-723) bermadzhab Hanbali dan terkenal dengan nama Ibnu Fuwatha. Ia termasuk penulis Sejarah pada abad ke-7 dan memiliki karya Mu’jam al-Adab, Al-Khawadits al-Jamiah dan Talkhish Mu’jam al-Qab.
- Sayid Ruknuddin Astar Abadi (w. 715) yang menulis syarah atas kitab-kitab Khajah Nashir.
Mazhab
Terkait dengan madzhab Khajah Nashir, terdapat berbagai pendapat. Bukti-bukti sejarah membuktikan bahwa ia bermazhab Syiah Dua Belas Imam (Itsna Asyar). Ia pada kebanyakan kitab-kitab kalamnya seperti Tajrid al-I’timad mengisyaratkan tentang keharusan Ishmat bagi 12 Imam. Demikian juga ia menulis risalah khusus dalam tema ini di antaranya Risalah al-Firqah, Risalah fi Khashr al-Haq bi Maqalati al-Imamiyah, Itsna Asyariyyah, dan Risalah fi al-Imamah. []
Diolah dari berbagai sumber.
Dimuat dalam rangka memperingati hari lahir dan mengenang Khaja Nashiruddin Thusi, 18 Februari 2017.