Salah seorang ulama Iran bernama Hujjatul Islam Jalal Nuri Kakhaki menyebut khutbah Fatimah Zahra s.a. (salamullah ‘alaiha) yang dikenal dengan khutbah Fadakiyah sebagai sebuah piagam ma’arif agama. Hanya sebagian kecil dari khutbah tersebut berkaitan dengan permasalahan Fadak, sisanya membahas ma’arif Islam.
Kebanyakan orang beranggapan bahwa tema pembahasan khutbah Fadakiyah hanya permasalahan Fadak saja, padahal sebagian besar pembahasannya menyinggung tentang pemberian hak, tema-tema penting, dan sebuah piagam dari ma’arif agama yang dijelaskan oleh puteri Nabi saw.
Khutbah yang dapat disebut sebagai ‘Piagam Fatimah’ ini hanya menyinggung permasalahan Fadak dalam satu bagian pembahasan, sisanya membahas topik-topik seperti ma’arif Islam, kedudukan Alquran, imamah dan wilayah (kepemimpinan).
Maka tidak salah bila sebagian ulama mengusulkan nama khutbah yang telah terlanjur dikenal dengan khutbah Fadakiyah ini disebut dengan khutbah Fatimah Zahra s.a. saja.
Pembahasan pokok khutbah terdiri dari hakekat-hakekat epistemologis yang juga menggambarkan kondisi sosiologi politik masa itu.
Struktur khutbah ini juga sama seperti ucapan suami beliau Amirul Mukminin yang memiliki balaghah dan fashahah. Khutbah dimulai dengan pujian Ilahi dengan indah, kesaksian akan keesaan Allah, risalah Nabi saw, lalu menjelaskan ensiklopedia ma’arif Islam, pandangan monoteistik (tauhidi) dan wawasan keagamaan. Dalam referensi keagamaan, selain ucapan Ahlul Bait, terutama khutbah-khutbah Amirul Mukminin a.s., masih belum ditemukan balaghah dan fashahah yang menyamai khutbah Fatimah Zahra ini.
Kemudian Fatimah Zahra s.a. menjelaskan kedudukan Alquran dan melontarkan pertanyaan kepada penduduk Madinah, kenapa mereka menyimpang meskipun ada Alquran? Selain menyampaikan berbagai peringatan, beliau menjelaskan 20 pembahasan dari ma’arif agama dengan berbagai indikator dan dalil-dalil argumentatif.
Beliau s.a. menjelaskan tentang iman bahwa bila ingin keluar dari kesyirikan, harus berpegang teguh keimanan. Shalat mencegah manusia dari sifat takabur dan angkuh. Demikian juga beliau menyinggung poin-poin penting tentang zakat dan puasa.
Haji Fatimi Yang Belum Terwujud
Berkaitan denagn haji, Fatimah Zahra s.a. menyatakan: “الحج تشييدا للدين”, artinya haji harus diatur sedemikian rupa sehingga menjadi hidup dan menjadi sumber kekuatan; namun haji kita masih belum menjadi haji Fatimi. Mestinya seluruh dunia Islam harus berkumpul, menuntut hak-hak mereka, dan berdiri menghadapi arogansi; sebagaimana kita lihat dunia Islam dan kaum Syiah menunjukkan solidaritas mereka sehingga mengguncang dunia.
Ma’arif Ilahi tentang keadilan, imamah, dan jihad dipaparkan dengan indah. Berkenaan dengan budaya syahadah, beliau menyatakan: “الجهاد عزا للاسلام”, artinya jihad menjadi sumber kemuliaan Islam. Dapat kita saksikan hari ini, bagaimana budaya syahadah, pengorbanan, muqawamah, dan hal yang dilakukan oleh Mayjend Soleimani menjadi kemuliaan dan tegaknya kaum Muslimin.
Jutaan orang yang tumpah ke jalan di berbagai kota di Iran untuk mengantarkan Syahid Qasem Soleimani telah menunjukkan kemuliaan Islam kepada dunia.
Dalam khutbah ini bisa disaksikan bahwa Fatimah Zahra menyebut qisas dapat menjaga pertumpahan darah. Sebagian orang membayangkan bahwa qisas justru menyebabkan darah tertumpahkan, akan tetapi bila mereka melihat qisas dijalankan, orang tidak akan lagi berani membunuh orang lain. Dengan demikian darah dapat terlindungi. Pembahasan seperti ini telah berjalan dalam budaya Islam, namun dunia dan HAM masih belum menjangkaunya.
Penjelasan Ayat-ayat Alquran Sesuai dengan Sosiologi Masanya
Setelah memanjatkan pujian kepada Allah dan menjelaskan ma’arif agama, Fatimah Zahra s.a. memberikan beberapa wasiat kepada masyarakat. Wasiat-wasiat tersebut bersandar kepada ayat-ayat Alquran. Dengan sangat brilian, beliau menjabarkan Alquran dalam struktur yang pas dengan kondisi masanya.
Sebagai contoh, ketika beliau menginginkan orang-orang supaya menjaga ketakwaan Ilahi, beliau membawakan QS. Ali Imran [3]: 102: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan muslim.”
Ketika mengatakan, “Taatilah Allah dalam apa yang diperintahkan atau yang dilarang”, beliau menyebutkan QS. Fathir [35]: 28: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” Artinya di antara hamba-hamba Allah hanya ulama yang takut kepada-Nya dan memiliki rasa tanggung jawab. Fatimah Zahra sebenarnya mengingatkan supaya takut kepada Allah karena kedudukan wilayah (kepemimpinan) ingin dirampas secara paksa.
Fadak, Apa Masalahnya?
Nabi saw memiliki perjanjian dengan kaum Yahudi benteng Khaibar yang isinya mereka tidak boleh berkhianat dan menjadi sekutu Nabi saw. Namun mereka berkhianat sehingga Nabi saw memerangi mereka. Kemenangan demi kemenangan diraih Nabi. Kaum Yahudi wilayah Fadak tidak siap berperang dan mereka menerima untuk menyerahkan tanah dan harta mereka tanpa peperangan.
Berdasarkan ayat-ayat Alquran, apa yang diberikan kepada Nabi saw tanpa peperangan, menjadi hak Nabi saw, demikian pula 1/5 dari setiap ghanimah yang didapat dari peperangan merupakan hak beliau. Lalu Nabi saw menyerahkan tanah Fadak kepada Fatimah Zahra supaya dapat digunakan untuk membantu misi nubuwah dan risalah secara finansial.
Sistem keuangan Islam diatur berdasarkan khumus, zakat, shadaqah, infak, qardhul hasanah dan semisalnya supaya sistem Islam dapat dijalankan. Nabi saw juga memikirkan kelanjutan misi nubuwah dan risalah, yaitu imamah (kepemimpinan pasca kenabian beliau). Oleh karenanya, beberapa hak sebagai baitul mal harus diberikan kepada imam muslimin, maka Fadak diserahkan kepada Fatimah Zahra.
Dalam QS. Al-Ahzab [33]: 6[1] disebutkan bahwa Nabi saw memiliki hak penuh atas kaum muslimin, bahkan lebih penting dan harus didahulukan dari jiwa mereka sekalipun. Maka apapun yang dilakukan Nabi saw, seperti itulah tuntutannya.
Di sisi lain, QS. Al-Isra’ [17]: 26 menyebutkan, “Dan berikanlah dzal qurba (keluarga terdekat) haknya.” Maka dapat diambil kesimpulan bahwa hak dzal qurba yang disebutkan dalam ayat ini berkenaan dengan keluarga beliau. Selain Fatimah Zahra, Nabi saw tidak memiliki anak lain, juga tidak mempunyai saudara dan saudari atau ayah dan ibu. Maka wujud nyata ayat ini adalah Fatimah Zahra. Nabi saw pun memberikan Fadak kepada puteri beliau berdasarkan ayat ini.
Terdapat pula hadis Nabi saw yang menyebutkan, “Allah murka dengan kemurkaan Fatimah dan rela dengan kerelaan Fatimah.” Hadis ini merupakan sebuah indikasi dari Nabi saw.
Fatimah Zahra di akhir hayatnya menyampaikan sebuah wasiat yang menunjukkan kecerdasan, kejeniusan dan pemahaman politik yang luar biasa tinggi, yaitu pemandian dan pengkafanan dilakukan di malam hari, juga tempat pemakaman yang dirahasiakan sepanjang masa. Hal ini menunjukkan kemazluman beliau dan akan selalu menjadi tanda tanya bagi orang-orang yang mau berfikir.
Kenapa Fatimah Zahra s.a. Pergi ke Masjid?
Pertanyaan yang dapat dilontarkan adalah kenapa Fatimah Zahra di Masjid Nabi dan menyampaikan khutbah? Masjid Madinah pada masa Nabi saw digunakan sebagai sebuah pusat untuk menuntut keadilan. Prosedurnya adalah bila seseorang memiliki pengaduan akan datang ke masjid dan menyampaikan pengaduannya kepada Nabi saw. Fatimah Zahra pun sebagai seorang yang mengajukan pengaduan dari beberapa peristiwa yang telah terjadi, berdiri di hadapan penduduk Madinah dan menyampaikan khutbah yang ekspresif dan fasih penuh balaghah tinggi.
Fatimah Zahra menyampaikan beberapa hakekat yang ditujukan kepada penduduk Madinah yang hadir. Sebagai isteri Amirul Mukminin yang ditetapkan berdasarkan perintah Allah, beliau menegaskan kepada kaum muslimin Madinah, “Kalian mesti menjaga agama dan menunaikan amanat.”
Dalam khutbahnya, beliau menjelaskan siapa dirinya dan sesungguhnya menegaskan kepada hadirin bahwa mereka berada di sebuah kedudukan yang kemuliaan dan identitasnya bersumber dari Nabi. Ucapan Fatimah Zahra yang memperkenalkan diri sendiri ingin menunjukkan kondisi sosial dan sosiologi masa itu, yakni kondisi yang menguasai masyarakat, di antaranya pengingkaran terhadap hak-hak yang nyata dengan begitu mudah oleh orang-orang tertentu. Saat beliau memperkenalkan diri, artinya ada kemungkinan bahwa hakikat-hakikat tersebut juga akan mereka ingkari. Oleh karena itu, beliau dengan cerdas menjelaskan kedudukan beliau dalam khutbahnya.
Fatimah Zahra juga menyinggung masa lalu orang-orang sebelum Islam bahwa kalian dahulu dalam kesesatan dan tenggelam dalam mabuk-mabukan minuman keras, fanatisme jahiliah yang salah. Setelah itu kalian terselamatkan oleh Nabi. Sambil membawakan ayat Alquran tentang hal tersebut, Fatimah Zahra ingin menuntaskan hujjahnya atas orang-orang tersebut.
Fatimah Zahra menyeru kepada hadirin, apakah kalian ingin mengambil hukum dari selain Alquran. Dengan bersandar kepada ayat-ayat Alquran, Fatimah menyebut ketaatan kepada Nabi saw sebagai garis pembatas Islam, jalan imamah dan wilayah (kepemimpinan pasca Nabi saw) adalah Islam yang hakiki yang harus dipegang teguh.
Puteri Rasulullah itu menyerukan kepada hadirin bahwa bila kalian ingin tetap dalam keislaman, kalian harus mengikuti jalan yang telah ditetapkan oleh Nabi karena bila tidak demikian, kalian akan celaka.[IG]
==================
[1] “Nabi itu lebih berhak atas orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri.”sumber: ikmalonline