Ketua MUI Hubungan Luar Negeri, Sudarnoto Abdul Hakim, mengatakan, Indonesia mestinya berani memperingatkan Amerika Serikat terkait tragedi genosida di Gaza. Jika tak diindahkan, Indonesia dapat mengambil tindakan tegas terhadap AS. “Pergi dari Indonesia! Putus hubungan diplomatik dengan Amerika! Masa nggak berani?” ujar Sudarnoto yang disambut tepuk tangan dari peserta Seminar Alquds di Islamic Cultural Center Jakarta, Jumat, 29 Maret 2024.
Seruan tersebut merupakan satu dari sejumlah opsi yang ditawarkan Sudarnoto dalam upaya Indonesia membantu rakyat Gaza. Selama enam bulan terakhir, hingga bulan suci Ramadan ini, Israel telah membunuh lebih dari 23 ribu nyawa warga Palestina di Gaza. Setidaknya 13 ribu di antaranya merupakan anak-anak.
Bagi Sudarnoto, Israel telah memenuhi rukun sah menjadi negara teroris. Adapun Washington jelas merupakan pendukung Israel. Sedemikian jelasnya dukungan tersebut sehingga masyarakat sipil di AS pun sudah muak. “Oleh karena itu, saat ini Amerika lagi sakit kepala,” kata Wakil Ketua Lembaga Hubungan Luar Negeri PP Muhammadiyah ini ketika menyinggung tindak kriminal yang dilakukan oleh mitranya, Israel, di Gaza sedang disorot masyarakat internasional.
Senada dengan Sudarnoto, Direktur Indonesia Center for Middle East Studies (ICMES), Dina Y. Sulaeman, menyatakan, Washington berperan penting dalam terjadinya krisis kemanusiaan di Gaza. Tanpa dukungan politik, dana hingga senjata dari Paman Sam, Israel tak mungkin dapat berbuat apapun di tanah Palestina. Ini juga yang membuat tampak tak ada yang berani yang menghukum Israel, sehingga menjadikannya seperti kebal hukum, walau terus menerus melakukan kejahatan kemanusiaan.
Merujuk buku The Israel Lobby and U.S. Foreign Policy, Dina menjelaskan dalam Seminar Alquds bagaimana peran Israel dalam kebijakan luar negeri Gedung Putih. “Ada kekuatan lobi Israel yang membuat AS memutuskan berbagai hal dalam kegiatan luar negerinya dan justru merugikan AS sendiri,” ujar akademisi Universitas Padjajaran ini.
Begitu percayanya Paman Sam terhadap Israel sampai orang seperti Presiden Joe Biden ikut termakan propaganda Tel Aviv. Menurut Ketua Prodi Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia, Yon Machmudi, contoh ini dapat disaksikan ketika Biden melabeli Hamas sebagai teroris pascaperistiwa 7 Oktober tahun lalu. Berdasarkan informasi dari Israel, orang nomor satu di AS itu menyebut Hamas memperkosa wanita dan membunuh anak-anak. Suatu agitasi yang tak dibantah oleh fakta.
“AS selalu mengatakan war on terrorism, war on fundamentalism, war on radicalism, tapi pada praktiknya justru yang paling fundalimentalis, radikal dan paling terlibat dalam terorisme itu Israel. Meski demikian, AS tidak pernah menyatakan satu kata pun untuk memerangi Israel tapi justru memberikan dukungan,” kata Yon dalam Seminar Alquds. “Nah ini yang saya kira (disebut) illogical logic.”
Menurut alumni Australian National University ini, jauh sebelum peristiwa 7 Oktober 2023, organisasi teroris Zionis Haganah, Irgun dan Stern Gang telah lama beraksi. Pada tahun 1946, misalnya, Irgun melakukan pembantaian terhadap sedikitnya 107 penduduk Palestina di desa Deir Yassin dan mengebom Hotel King David di Yerusalem. Pimpinan kelompok teroris Irgun, Menachem Begin, kelak menjadi Perdana Menteri Israel. “Jadi, bahkan Perdana Menteri Israel pun merupakan perlaku teroris,” katanya.
***
Seminar Alquds ini diselenggarakan atas kerja sama ICC Jakarta dengan Pusat Kajian Peradaban Baru Islam (Puskabi) dan Komite Solidaritas Palestina dan Yaman (KOSPY). Santri Yayasan Bunga-Bunga Qurani (BBQ) Depok juga turut serta berpartisipasi dengan menampilkan pentas seni nasyid dan puisi untuk Palestina dalam pembukaan acara.
Panitia mengemas kegiatan ini dengan model talk show bertema “Ketika Dunia Harus Menjawab Derita Gaza: Tantangan dan Solusi Krisis Kemanusiaan di Palestina.”Acara ini digelar dalam rangka memperingati Hari Internasional Alquds setiap bulan Ramadan. Forum ini juga hadir untuk merespons krisis kemanusiaan yang sedang terjadi di Gaza. Di samping tiga narasumber di atas, acara ini juga dihadiri oleh Duta Besar Republik Islam Iran untuk Indonesia Mohammad Bourujerdi dan Direktur ICC Jakarta Syekh Hakimelahi.
Dubes memberikan pengantar seminar yang menggambarkan situasi penting di Timur Tengah pascaserangan Hamas 7 Oktober lalu. Menurutnya, ujian besar kemanusiaan telah berlangsung di Palestina. Apakah Palestina akan mencapai kemajuan atau kehancuran? Ini tantangan kita semua menurut Dubes Iran.
Semua idealitas tatanan sosial dan kenegaraan yang dikembangkan oleh Barat seperti demokrasi dan HAM kini sudah hilang dan mati di Palestina.
Salah satu fakta yang sangat menonjol adalah ketika tentara Israel menangkap wanita hamil dan menganiaya dengan segala perlakuan biadab di depan keluarganya sendiri. AS dan sekutunya baik di Barat maupun di Arab tak memberikan reaksi keras sebagaimana kasus Mahsa Amini di Iran. Kasus Mahsa Amini sebenarnya lebih clear. Tak ada tindak kekerasan berdasarkan CCTV dan hasil investigasi forensik. Namun, media Barat membesar-besarkannya sebagai pelanggaran hak perempuan dan menyebabkan rangkaian kerusuhan di Iran. Iran dikeluarkan dari organisasi wanita internasional di PBB.
Sementara Syekh Hakiemelahi mengemukakan lima belas tindak kejahatan Zionis Israel yang keseluruhannya bertentangan dengan hukum internasional. Tindak kejahatan tersebut sampai saat ini sulit dihentikan oleh dunia. Di antara tindak kriminal tersebut ialah pendudukan dan penjajahan, mengabaikan hak warga untuk menentukan nasib bangsa Palestina sendiri, terus-menerus melakukan perluasan pemukiman di wilayah otoritas Palestina, dan penggunaan senjata pemusnah massal sejak 2008.
Saksikan Video Lengkapnya di Youtube ICC Jakarta TV