ICC Jakarta – Dalam kajian ilmu fisika dasar, dikenal “Hukum Entropi” yang menyatakan bahwa “Jika dibiarkan dalam waktu yang lama, sistem yang teratur akan berkurang keteraturannya dan berubah menjadi tidak stabil. Hal ini merupakan pengetahuan umum, yang banyak di antaranya dapat diamati dalam hidup keseharian. Sebagai perumpamaan, jika alam semesta diibaratkan sebagai sebuah gua yang dipenuhi dengan air, batu, dan debu dibiarkan untuk waktu yanglama, maka dapat dipastikan setelah ratusan atau bahkan ribuan tahun kemudian akan didapati bahwa gua dengan segala isinya dalam kondisi yang berantakan. Inilah yang disebut dengan entropi, dan akal manusia dapat menerimanya.
Namun, jika beberapa miliar tahun kemudian, didapati kenyataan bahwa batuan yang ada di dalam gua telah diukir menjadi sebuah patung yang indah dengan ukiran yang sangat rumit, maka kesimpulan yang dapat ditarik dari realitas ini adalah; bahwa keteraturan tidak dapat dijelaskan dengan hukum-hukum alam. Satu-satunya penjelasan yang masuk akal adalah “adanya kekuatan yang maha besar dibalik kejadian atau realitas ini”. Dalam pandangan Islam, kekuatan yang maha besar inilah yang dimaksud dengan “Kuasa Allah”. Dengan kuasa yang dimiliki-Nya, Allah mengatur alam semesta ini dengan santat rapih dan teratur. Namun, bagaimana cara membuktikan bahwa Allah, Sang Pencipta itu ada?
Argumen yang paling sederhana dan general yang diajukan untuk menetapkan keberadaan Tuhan adalah argument keteraturan. Al-Quran menyebut entitas-entitas dan makhluk-makhluk di alam semesta sebagai âyât yaitu tanda-tanda kekuasaan dan keberadaan Allah Swt. Dalam argumen ini secara ringkas disebutkan bahwa keteraturan dan sistem yang berlaku di alam semesta merupakan dalil dan tanda tentang adanya sebuah kekuasaan yang menata dan mengatur semua ini. Argumen ini digunakan dengan bersandar pada alam semesta untuk sampai kepada Allah Swt. Mengingat bahwa alam semesta, keteraturan dan struktur yang ada di dalamnya dapat dipahami oleh semua orang dan tidak memerlukan pengatahuan-pengetahuan khusus dan filsafat. Argumen ini bersifat umum dan berguna bagi khalayak ramai, berbeda dengan argumen-argumen untuk menetapkan keberadaan Tuhan lainnya. Argumen ini, dalam teks-teks teologi dan agama, memiliki banyak pendukung dan penyokong dibandingkan dengan argumen-argumen lainnya. Akan tetapi terdapat orang-orang yang menentang argumen ini khususnya di abad-abad belakangan. Di dunia Barat, David Hume adalah seorang pemikir Empirisme Inggris yang paling banyak melontarkan kritik atas argumen ini. Menanggapi kritikan Hume, tidak sedikit juga jawaban yang disampaikan oleh agamawan dan filosof.
Kandungan Umum Argumen Keteraturan
“Imam Shadiq As berkata kepada Mufaddhal: ‘Wahai Mufaddhal, pelajaran dan dalil pertama atas keberadaan Sang Pencipta adalah adanya keteraturan dan penataan di alam semesta ini. Oleh itu, apabila engkau merenungkan dengan baik dalam mekanisme yang berlaku di alam semesta maka sesungguhnya alam itu laksana rumah dan kediaman yang di dalamnya tersedia seluruh kebutuhan makhluk Tuhan. Hal ini semua adalah dalil bahwa alam semesta diciptakan dengan perhitungan cermat dan bijak. Pencipta alam semesta itu Esa dan Dialah yang menata, mengatur dan mengelolah semua ini.’” (Bihar al-Anwar, jld. 1, hlm. 63).
Berdasarkan dalil ini, keteraturan dan sistem apik yang berlaku di alam semesta akan membimbing manusia kepada Tuhan. Tuhan Sang Pencipta dan Pengatur semesta raya. Karakteristik tipikal argumen ini dibandingkan dengan argumen-argumen yang lain lebih umum dan lebih mudah dipahami oleh masyarakat. Argumen ini sederhana dan tidak mengandung kerumitan rasional. Demikian juga memiliki tipologi umum dalam ragam penjelasan. Adanya perbedaan dalam fondasi keyakinan tidak berpengaruh dalam ragam jenis ulasan argumen ini.
Kandungan-kandungan Orisinil Argumen Keteraturan dalam al-Quran
Kandungan-kandungan orisinil argumen keteraturan dapat ditemukan dalam beberapa ayat al-Quran. Al-Quran, dalam beberapa ayat, menyebutkan tanda-tanda penciptaan dan hikmah Ilahi dalam beberapa contoh. Al-Quran mengajak manusia untuk memikirkan tentang hal ini yang tidak ada model sebelumnya.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS al-Baqarah [2]:164)
Demikian juga pada sebagian ayat, al-Quran menjelaskan tentang ketaraturan dan adanya koordinasi di alam semesta dan mengajak manusia untuk memikirkannya. “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?” (QS al-Mulk [67]:3)
Bentuk Umum Ulasan Argumen Keteraturan
Premis 1: Alam semesta memiliki keteraturan. Premis ini diperoleh dengan mengenal mekanisme yang berlaku di alam semesta. Karena itu, temuan-temuan ilmu pengetahuan modern banyak membantu memperluas cakupan pembahasan argumen keteraturan ini.
Premis 2: Setiap keteraturan memerlukan pengatur yang menata dan memenej. Untuk menetapkan premis ini terdapat beberapa metode:
Metode pertama: Membandingkan alam dan manusia Berdasarkan metode ini, sebagaimana setiap keteraturan yang dibuat oleh manusia menunjukkan bahwa keteraturan ini merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seorang pengatur yang memiliki tujuan. Dengan demikian kita memahami bahwa keteraturan yang berlaku di alam semesta berdasarkan pengaturan dan memiliki tujuan yang cerdas dan terukur.
Metode kedua: Berdasarkan kaidah probabilitas:
Berdasarkan metode ini, kemungkinan terjadinya sebuah peristiwa kebetulan dalam sebuah keteraturan, seberapapun kecilnya itu bahkan mendekati nol persen, tidak dapat diterima oleh orang-orang berakal.
Metode ketiga: Berdasarkan kaidah al-ittifaqi la yakuna daimiyan wala aktsariyan:
Bersandar pada kaidah ini, kejadian kebetulan sekali-kali tidak akan terjadi secara berketerusan. Artinya hal-hal yang sifatnya kebetulan dan tidak berdalil, sangat jarang terjadi dan tidak terjadi berulang kali atau tidak lebih dari satu kali.
Metode keempat: Berdasarkan kompatibilitas antara sebab dan akibat:
Pada metode ini, sebagian filosof kontemporer berupaya untuk menetapkan hal ini secara argumentative. Berdasarkan metode ini, keteraturan seperti seluruh peristiwa bersumber dari sebuah sebab (kausa). Sebab dan akibat ini harus satu jenis atau secara teknis, kompatibel satu sama lain. Dan ketika keteraturan sebuah peristiwa yang bersifat cerdas dan memiliki tujuan, pelaku dan sebabnya juga harus cerdas dan berketujuan.
Konklusinya dari dua permis ini dapat disimpulkan dan pada seluruh ulasan argumen keteraturan adalah keniscayaan adanya kekuatan dan kekuasaan yang mengatur dan memiliki tujuan di alam semesta ini.
Beberapa Ulasan Argumen Keteraturan
Ayatullah Ja’far Subhani dalam kitab Al-Ilahiyyat menjelaskan argumen keteraturan dalam ragam bentuk yang akan disinggung dengan empat contoh:
1. Ulasan Berdasarkan Kausalitas
Dalam ulasan ini, dari keteraturan yang berlaku di alam semesta dua kesimpulan dapat diambil: Penetapan keberaadan pengatur bagi alam semesta dan penetapa sifat-sifat seperti ilmu, akal dan intelegensi. Untuk menetapkan keberadaan pengatur kita berkata, “Di alam semesta terdapat keteraturan dan setiap keteraturan ada karena adana pengatur. Karena itu harus ada pengatur yang mengatur semua keteraturan ini.” Untuk menetapkan sifat-sifat pengatur kita katakan, “Di alam semesta terdapat keteraturan dan setiap keteraturan niscaya bersandar pada pengetahuan dan intelegensia. Karena itu pengatur alam semesta mestilah memiliki pengetahuan dan intelegensia.” Dasar ulasan ini berpijak pada prinsip kausalitas dan bahwa setiap kejadian membutuhkan penjadi dan karena keteraturan merupakan sebuah kejadian maka ia memerlukan penjadi atau pelaku yang menjadikan kejadian itu dan karena keteraturan dan pengaturan sebuah keteraturan membutuhkan pengetahuan dan intelegensia maka pengatur seluruh keteraturan ini juga memiliki sifat-sifat ini (berilmu dan berpengatahuan).
2. Ulasan berdasarkan Koordinasi dan Kehorensi Bagian-bagian Alam
Kumpulan alam semesta memiliki koordinasi dan koherensi yang sangat menakjubkan, sedemikian sehingga terkadang satu bagian kecil sangat berpengaruh bagi keseluruhan alam semesta. Temuan-temuan ilmu pengetahuan seperti penetapan pengaruh bintang pada kehidupan makhluk hidup di muka bumi dan capaian-capaian ilmu, semakin menampakkan adanya koordinasi dan relasi ini. Koherensi dan koordinasi satu kesatuan di alam semesta ini, menunjukkan adanya intelegensia dan peran akal besar dalam stuktur alam semesta ini.
3. Ulasan berdasarkan Teleologis
Dengan cermat kita akan ketahui bahwa pada keseluruhan sistem yang berlaku di alam semesta terdapat sebagian dari sistem ini menjadi pelayan bagi sistem lainnya sedemikian sehingga apabila sistem pertama maka sistem kedua juga akan sirna. Dengan kata lain, sistem pertama memiliki tujuan yaitu menyediakan kebutuhan sistem kedua dan seterusnya, hubungan berkelindan di antara sistem yang ada di alam semesta. Contohnya struktur fisiologis seorang ibu untuk menyiapkan kebutuhan gizi bayi. Jelas bahwa adanya tujuan dan hubungan di alam semesta, menunjukkan adanya seorang alim dan penuh intelegensia yang mengadakan hubungan dan sifat berketujuan ini di alam semesta.
4. Ulasan berdasarkan Probabilitas
Adanya kehidupan di muka bumi karena tersedianya banyak syarat dan ragam factor yang saling berkoordinasi sehingga kehidupan di alam semesta dapat terlaksana dengan baik, rapi dan sistemik, sedemikian sehingga apabila satu syarat saja tidak tersedia maka akan memunculkan keonaran dan kerusakan di alam semesta ini. Syarat-syarat dan factor-faktor ini sedemikian banyak sehingga kemungkinan terjadinya sebuah peristiwa kebetulan atas adanya koordinasi dan keteraturan ini sangat lemah dan sifatnya nol persen.