ICC Jakarta
No Result
View All Result
  • Home
  • Profil
    • Sambutan direktur
    • Sejarah Berdiri
  • Kegiatan
    • Berita
    • Galeri
  • Artikel
    • Akhlak
    • Alquran
    • Arsip
    • Dunia Islam
    • Kebudayan
    • Pesan Wali Faqih
    • Press Release
    • Sejarah
  • Hubungi kami
  • Login
ICC Jakarta
No Result
View All Result

Munas NU, Kafir, dan Hiruk Pikuk di Media Sosial

by admin
March 4, 2019
in Islam Indonesia
0 0
Share on FacebookShare on Twitter

ICC Jakarta – Keputusan Musyawarah Nasional dan Konferensi Besar NU 2019 terkait status non-Muslim dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia dianggap kontroversial oleh sebagian masyarakat. Silang pendapat diekpresikan di media sosial melalui akunnya masing-masing, baik yang ditulis sendiri maupun yang hanya meneruskan ulang pendapat orang lain yang senada dengan pikirannya. Meskipun, topik pembicaraan kebanyakan melenceng dari topik sebenarnya: mulai dari soal pilihan kata manggil non-Muslim atau kafir, hingga tuduhan tak masuk akal penggantian Surat al-Kafirun menjadi al-Nonmuslim.

Tema tersebut dibahas awalnya karena dalam kitab-kitab klasik yang menjadi rujukan di berbagai pesantren, secara politik warga negara dibagi dalam beberapa kategori. Mereka yang tidak beragama Islam masuk dalam kategori kafir yang kemudian dibagi lagi dalam subkategori seperti kafir dzimmi, mu’ahad, musta’man dan harbi. Pertanyaan yang muncul, apakah tepat menggunakan kategori-kategori tersebut di Indonesia. 

Dalam konteks negara yang berbasis agama pada era tersebut, perbedaan kategori menyebabkan adanya perbedaan hak dan kewajiban masing-masing kelompok masyarakat. Kini, dengan model negara bangsa maka semua kelompok masyarakat memiliki hak yang sama. Jadi, tema tersebut menyangkut kedudukannya sebagai warga negara, bukan menyangkut masalah teologis karena hal tersebut sudah jelas posisinya. 

Sikap NU ini merupakan bagian dari konsistensi untuk menjadikan Indonesia sebagai rumah bersama bagi semua agama dalam bentuk negara bangsa. Sebelumnya NU telah menerima penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta, mengakui Pancasila sebagai dasar negara dan sejumlah keputusan lain yang senada. Termasuk beberapa waktu terakhir, upaya NU untuk menentang ide khilafah yang sempat marak sebelum akhirnya organisasi pengusungnya dibekukan oleh pemerintah.

Bagi pejuang berdirinya negara agama, maka klasifikasi Muslim dan kafir adalah sebuah keniscayaan.  Karena itu, keputusan NU ini jelas-jelas bertentangan dengan aspirasi yang mereka usung.  Mereka menggunakan dalil-dalil agama dengan tafsir sesuai dengan ideologi yang diyakini, dari baragam tafsir yang ada, untuk memperkuat pendapatnya.

Dua pendapat tersebut saling berargumentasi dipimpin oleh para pemikir dan ideolognya masing-masing. Bagi NU, perdebatan tersebut wajar-wajar saja, sejauh dilakukan dengan mengedepankan etika dan tanpa prasangka yang mendahului argumentasi yang dikemukakan. Keputusan-keputusan yang dihasilkan dalam munas dan konbes, semuanya juga melalui adu argumentasi. 

Ragam macam cara menyampaikan pendapat bermunculan. Ada yang berusaha menyampaikan pendapatnya secara argumentatif, banyak pula yang sekedar cacian. Beberapa versi gambar yang diunggah di media sosial yang menunjukkan jalur yang harus dilalui bagi Non-Muslim  agar tidak masuk ke Makkah, yang dikhususkan bagi penduduk Muslim. Ini menegaskan bahwa di kerajaan dengan ideologi wahabisme tersebut, juga menggunakan istilah non-Muslim, bukan kafir. 

Begitu tema kafir dan non-Muslim menjadi viral, banyak sekali kiai dan intelektual NU yang kemudian mencoba memberikan ulasan terkait pembahasan hal tersebut. Menambahkan, memperkuat atau menjelaskan kronologi persidangan di forum bahtsul masail. Media arus utama yang memiliki ruang opini terbatas, apalagi dalam bentuk cetak, membuat media sosial menjadi pilihan untuk mengekspresikan pikirannya. 

Sayangnya, sekalipun sudah berusaha dijelaskan dengan baik, tetap saja ada yang memahaminya secara sepotong-sepotong atau kehilangan konteks.  Bagi kelompok tertentu yang bangunan ideologi pemikirannya berbeda dengan NU, hasil keputusan NU ini jelas-jelas tidak sesuai dengan pemikiran mereka. 

Dengan kemudahan akses yang memungkinkan setiap orang mengunggah pendapatnya, maka tidak ada saringan untuk menentukan mana saja pendapat yang disampaikan dengan argumentasi yang baik atau dengan mengedepankan etika sebagaimana tulisan opini yang ada di media massa. Akibatnya, warganet harus menyaring sendiri konten-konten yang memiliki kualitas yang baik. Kecenderungan yang ada adalah, mengiyakan pendapat yang sesuai dengan pemikirannya, bukan melakukan pertimbangan dari berbagai pendapat yang ada.

Sekalipun mampu memperkaya wawasan, informasi yang ada media sosial tidak dapat digunakan untuk mengambil kesimpulan. Sebelum dibahas di forum munas, tema sudah dibahas dalam workshop pramunas yang melibatkan para ahli yang kompeten dalam bidangnya. Kemudian, rancangan akhir tersebut dibagikan kepada calon peserta munas dan konbes untuk ditelaah. Mereka mencari hal-hal yang mungkin terlewat dari pembahasan sebelumnya. Dari bahan yang ada itulah kemudian diskusi di persidangan di mulai. Dan para peserta sebelumnya sudah menyiapkan referensi-referensi untuk memperkuat pendapatnya. 

Forum persidangan bisa berlangsung sangat cepat karena para peserta sudah sepakat dengan rancangan yang ada. Di sisi lain, perdebatan juga bisa sangat alot karena adanya perbedaan pendapat yang tajam. Bahkan ada kasus-kasus tertentu yang mana tidak ada keputusan yang dihasilkan yang dalam istilah bahtsul masail disebut mauquf. 

Keputusan di forum sidang komisi pun belum sah karena harus dibawa ke sidang pleno untuk disahkan. Di sini, para kiai dan tokoh senior NU menyampaikan pendapatnya karena sebelumnya mereka mungkin mengikuti forum di tempat lain mengingat ada banyak sekali persidangan dalam munas dan konbes sehingga para peserta dibagi-bagi.  Keputusan akhir bisa saja direvisi seiring dengan masukan-masukan dari forum besar tersebut. Tema yang menyangkut kelompok non-Muslim ini termasuk yang pembahasannya cukup hangat di sidang pleno yang berakhir sampai Jumat dini hari. 

Munas dan konbes NU selalu menghasilkan keputusan-keputusan yang diperbincangkan publik. Beberapa keputusan yang dianggap kontroversial bagi pihak non-NU ternyata diterima dengan baik di kemudian hari. Salah satunya seperti diperbolehkannya presiden perempuan dalam munas dan konbes NU tahun 1997. Ini jauh mendahului politik praktis yang memberi ruang kepemimpinan perempuan secara lebih luas setelah era Reformasi. 

Keputusan yanga dibikin dalam forum-forum NU melintasi zaman karena menggunakan rujukan dari era klasik dan kontemporer untuk kemaslahatan umat kini dan mendatang. Itulah sumbangsih yang diberikan oleh para ulama NU untuk kehidupan bangsa dan umat. 

Sumber: NU Online

admin

admin

Related Posts

Islam Indonesia

SELAMAT & SUKSES ATAS MUKTAMAR MUHAMMADIYAH KE-48

November 20, 2022

Keluarga BesarIslamic Cultural Centermengucapkan SELAMAT & SUKSES ATAS MUKTAMAR MUHAMMADIYAH KE-48DAN ATAS TERPILIHNYAPROF. HAEDAR NASHIRsebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah Periode...

Dunia Islam

Jamaah haji Iran mengutuk normalisasi dengan entitas Zionis

March 2, 2023

Jum'at 08 Juli 2022 Peziarah Iran yang berpartisipasi dalam upacara pembebasan kaum musyrik di tingkat Arafat mengeluarkan pernyataan lima poin...

Islam Indonesia

Duka Cita yang Mendalam

May 27, 2022

Keluarga BesarIslamic Cultural Center JakartamenyampaikanDuka Cita yang Mendalamatas wafatnya Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif27 Mei 2022 Semoga Alharhum diterima...

Dunia Islam

Racun Peradaban

March 2, 2023

Entah sejak bila tidak diketahui persis, kapan beberapa aktivis perdamaian dan HAM serta peneliti sejarah di Indonesia mulai akrab—dan kemudian...

Arsip

Hari Lahir NAHDLATUL ULAMA

March 2, 2023

Keluarga BesarIslamic Cultural Center JakartamengucapkanSelamat dan Suksesatas Hari Lahir NAHDLATUL ULAMAke-96 Tahun31 Januari 1926 - 2022 Semoga selalu menjadi pelopor...

Selamat dan Sukses atas terselenggaranya Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama
Arsip

Selamat dan Sukses atas terselenggaranya Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama

March 2, 2023

Keluarga BesarIslamic Cultural Center JakartamengucapkanSelamat dan Suksesatas terselenggaranya Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama dan atas terpilihnya KH. MIFTAHUL AKHYARsebagai Rais Aam...

Next Post

Haedar: Jaga Prinsip dan Kebesaran Muhammadiyah

Islam Nusantara, Islam Santun Dibawa oleh Orang Santun kepada Bangsa Santun

Grand Syekh Al-Azhar: Poligami Terjadi Akibat Kurangnya Pemahaman terhadap Al-Quran dan Hadis

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

ICC Jakarta

Jl. Hj. Tutty Alawiyah No. 35, RT.1/RW.7, Pejaten Barat.
Pasar Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12510

Telepon: (021) 7996767
Email: iccjakarta59@gmail.com

Term & Condition

Agenda

[tribe_events_list]

HUBUNGI KAMI

Facebook
Telegram

Jadwal Salat Hari Ini

sumber : falak-abi.id
  • Lintang: -6.1756556° Bujur: 106.8405838°
    Elevasi: 10.22 mdpl
Senin, 26 Desember 2022
Fajr04:23:34   WIB
Sunrise05:38:32   WIB
Dhuhr11:53:01   WIB
Sunset18:07:31   WIB
Maghrib18:23:39   WIB
Midnight23:15:32   WIB
  • Menurut Imam Ali Khamenei, diharuskan berhati-hati dalam hal waktu salat Subuh (tidak berlaku untuk puasa) dengan menambah 6-7 menit setelah waktu diatas

© 2022 ICC - Jakarta

No Result
View All Result
  • Home
  • Profil
    • Sambutan direktur
    • Sejarah Berdiri
  • Kegiatan
    • Berita
    • Galeri
  • Artikel
    • Akhlak
    • Alquran
    • Arsip
    • Dunia Islam
    • Kebudayan
    • Pesan Wali Faqih
    • Press Release
    • Sejarah
  • Hubungi kami

© 2022 ICC - Jakarta

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist