ICC Jakarta – Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Freddy Harris mencabut status badan hukum ormas Hizbut Tahrir Indonesia ( HTI) Rabu, 19 Juli 2017.. Dengan demikian, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) resmi dibubarkan pemerintah.
Pencabutan dilakukan sebagai tindaklanjut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 yang mengubah UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
“Maka dengan mengacu pada ketentuan Perppu tersebut terhadap status badan hukum HTI dicabut,” ujar,” ujar Freddy dalam konferensi pers di kantornya, gedung Kemenkumham Jakarta, Rabu, 19 Juli 2017.
Pencabutan status badan hukum itu berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 tentang pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU-0028.60.10.2014 tentang pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan HTI.
Freddy menjelaskan, walaupun HTI dalam AD/ART mencantumkan Pancasila sebagai ideologi untuk badan hukum perkumpulannya, dalam fakta di lapangan, kegiatan dan aktivitas kelompok tersebut banyak yang bertentangan dengan Pancasila dan jiwa NKRI.
“Mereka mengingkari AD/ART sendiri,” ujarnya.
Freddy mengatakan, Kemenkumham memiliki kewenangan legal administratif dalam aturan pengesahan perkumpulan atau kemasyarakatan (ormas). Di samping itu, Kemenkumham juga berwenang mencabut status tersebut. Khususnya yang berseberangan dengan ideologi dan hukum negara di Indonesia.
“Dengan adanya pencabutan SK Badan Hukum HTI, maka ormas tersebut dinyatakan bubar sesuai dengan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 Pasal 80A,” tambah Freddy.
Sebelumnya, HTI tercatat di Kementerian Hukum dan HAM sebagai badan hukum perkumpulan dengan nomor registrasi AHU-00282.60.10.2014 pada 2 Juli 2014. Adapun HTI mengajukan permohonan badan hukum perkumpulan melakukan secara elektronik.
Freddy menuturkan pemerintah tetap menjamin kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan berpendapat. Salah satunya dengan mempermudah proses pengesahan badan hukum perkumpulan atau ormas. Hal itu dengan catatan perkumpulan atau ormas itu disahkan melalui SK, sehingga wajib mengikuti aturan hukum dan tetap berada di koridor hukum.
“Khususnya tidak berseberangan dengan ideologi dan hukum negara di Indonesia,” katanya.
Pemerintah sebelumnya menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 yang mengubah UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.
Perppu ini dibuat setelah pemerintah mengumumkan upaya pembubaran ormas HTI yang dianggap anti-Pancasila.
Dalam jumpa pers di Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin 8 Juli 2017 Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan, upaya pembubaran HTI telah melalui satu proses pengkajian yang panjang.
Tanggapan anggota DPR
Menanggapi pembubaran HTI, Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy mengatakan, pembubaran itu merupakan langkah konstitusional. Bila Perppu Ormas ditolak, menurut Lukman, HTI dinyatakan tetap bubar.
“Kalau Perppu ditolak DPR, keputusan hari ini tentang pembubaran HTI tidak berlaku surut. Jadi tetap dia bubar,” ujar Lukman di gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu 19 Juli 2017.
Perppu Nomor 2/2017 sudah bisa digunakan karena ada ihwal atau kegentingan yang memaksa. Pembubaran ormas yang anti-Pancasila sudah bisa dieksekusi.
“Saya kemarin nyatakan harus dikoreksi pernyataan Pak Tjahjo (Mendagri Tjahjo Kumolo) yang nunggu diproses DPR. Apa gunanya Perppu dibuat kalau masih menunggu persetujuan DPR untuk eksekusi?” tuturnya.
Pimpinan DPR memang belum menerima Perppu Nomor 2/2017. Perppu ini rencananya baru akan dibahas dalam masa sidang mendatang pada Agustus 2017.
“Kalau dia (pemerintah) menunda eksekusi, dia kehilangan momentum nyatakan Perppu ini dalam keadaan darurat. Kalau dalam keadaan darurat kan harus segera. Kalau ditunda sampai 1 kali masa sidang, tandanya nggak darurat. Secara politik harus tepat juga menyampaikannya,” tuturnya.