Dalam khutbah Jumat di Islamic Cultural Center Jakarta (ICC) pada 14 Maret 2025, Dr. Abdulmadjid Syekh Hakimollah membahas spiritualitas Imam Hasan al-Mujtaba dan bagaimana perjalanan hidupnya menjadi teladan bagi umat Islam dalam meraih ridha Allah. Berikut adalah poin-poin utama yang disampaikan dalam khutbah tersebut.
Kelahiran dan Pemberian Nama Imam Hasan
Imam Hasan al-Mujtaba lahir pada 15 Ramadan 3 Hijriah di Madinah, menjadi cucu pertama Rasulullah dan penerus Ahlul Bait.
Ketika Sayidah Fatimah Az-Zahra melahirkan, ia meminta Imam Ali untuk memberi nama anaknya. Namun, Imam Ali tidak berani mendahului Rasulullah dalam hal ini. Ketika Rasulullah mengetahui kelahiran cucunya, beliau juga tidak berani mendahului Allah dalam memberi nama.
Kemudian, Allah mengutus Malaikat Jibril untuk menyampaikan salam kepada Rasulullah, memberi ucapan selamat, serta menamai bayi tersebut dengan Hasan. Dalam riwayat lain, Rasulullah bertanya kepada Jibril tentang nama putra Nabi Harun, dan Jibril menjawab, “Syubbar.” Rasulullah berkata, “Bahasa yang aku gunakan adalah bahasa Arab, sedangkan Syubbar bukan dari bahasa Arab.” Jibril kemudian menjawab, “Maka beri ia nama Hasan.”
Kedekatan Imam Hasan dengan Rasulullah
Sejak kecil, Imam Hasan tumbuh di bawah bimbingan langsung Rasulullah. Banyak riwayat menyebutkan bahwa beliau adalah orang yang paling mirip Rasulullah dalam paras maupun akhlak.
Setelah Rasulullah wafat, para sahabat sering mengobati kerinduan mereka dengan memandang wajah Imam Hasan. Rasulullah sendiri sering menggendong Imam Hasan di pundaknya di hadapan para sahabat dan berdoa:
“Ya Allah, aku sangat mencintai putraku ini, maka cintailah dia.”
Dalam kitab-kitab hadis disebutkan bahwa Imam Hasan sering mendatangi Rasulullah saat beliau sedang shalat. Ketika Rasulullah sujud, Imam Hasan naik ke punggung beliau. Rasulullah pun memanjangkan sujudnya. Saat para sahabat bertanya mengapa sujud beliau begitu lama, Rasulullah menjawab:
“Saat aku sujud, cucuku Hasan berada di punggungku. Aku tidak ingin membuatnya terjatuh ketika aku mengangkat kepalaku.”
Keimanan dan Ketakwaan Imam Hasan
Semakin tinggi keimanan seseorang, semakin besar kepatuhannya kepada Allah. Imam Hasan al-Mujtaba adalah sosok yang selalu hidup dalam keadaan berdzikir dan takut kepada Allah. Diriwayatkan bahwa setiap kali akan berwudhu, seluruh persendiannya bergetar dan wajahnya menjadi pucat pasi. Ketika ditanya mengapa demikian, beliau menjawab:
“Setiap orang yang akan bertemu dengan Tuhan Pemilik ‘Arsy pasti akan mengalami kondisi semacam ini.”
Ketika akan shalat, beliau sering berdoa:
“Tuhanku, tamu-Mu ada di pintumu. Wahai Dzat Yang Maha Baik, telah datang kepadamu manusia yang penuh dengan keburukan. Ampunilah keburukan yang ada padaku dengan kebaikan yang ada pada-Mu, wahai Tuhan Yang Maha Pemurah.”
Keikhlasannya dalam ibadah juga terlihat setelah shalat Subuh, di mana beliau tidak berbicara kecuali dzikir kepada Allah hingga terbitnya matahari.
Kesederhanaan dan Kedermawanan Imam Hasan
Imam Hasan dikenal sebagai sosok yang sangat dermawan dan tidak terikat dengan dunia. Diriwayatkan bahwa beliau melakukan ibadah haji sebanyak 25 kali dengan berjalan kaki, meskipun memiliki kendaraan, karena merasa malu kepada Allah untuk menaiki kendaraan dalam perjalanan menuju-Nya.
Selain itu, dalam hidupnya, beliau pernah dua kali membagikan seluruh hartanya kepada orang-orang yang membutuhkan dan tiga kali membagi setengah hartanya untuk kepentingan di jalan Allah. Sikap ini menunjukkan bahwa Imam Hasan tidak pernah menjadikan dunia sebagai tujuan, melainkan hanya sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah.