ICC Jakarta – Pada hakikatnya taqiyah termasuk perbuatan menyembunyikan dan memiliki tujuan-tujuan suci di antaranya:
- Untuk menjaga kekuataan orang-orang beriman dari kebinasaan di tangan orang-orang kafir.
- Untuk menjaga kemampuan orang-orang beriman untuk kondisi-kondisi khusus dan menentukan.
- Menjaga rahasia dan khittah serta agenda-agenda supaya tidak jatuh di tangan musuh.
Imam Baqir As bersabda, “Taqiyah adalah salah satu agenda keagamaanku dan datuk-datukku. Barang siapa yang tidak melakukan praktik taqiyah maka ia tidak beriman.”[2]
Imam Shadiq As bersabda, “Ayahku senantiasa mengingatkan bahwa tiada yang membuat mataku berbinar selain taqiyah. Karena taqiyah adala tameng orang-orang beriman dan media untuk menjaga (keselamatan) orang beriman.”[3]
Taqiyah merupakan salah satu jenis taktik untuk menjaga kekuatan manusia dan supaya tidak membuang-buang energi orang beriman dalam hal-hal yang remeh dan tidak terlalu penting. Karena akal tidak akan pernah merestui orang-orang yang berjihad (mujahid) dengan jumlah minim dan secara terang-terangan memperkenalkan diri mereka sehingga dapat dengan mudah diidentifikasi dan dikenali oleh musuh-musuh.
Atas dasar ini, taqiyah sebelum ia menjadi bagian dari Islam ia merupakan sebuah metode rasional dan logis bagi setiap manusia yang sedang berperang dengan musuh yang kuat. Hal ini berlaku semenjak dahulu hingga sekarang.[4]
Oleh karena itu, berdasarkan kondisi dan situasi yang beragam, taqiyah terkadang hukumnya wajib, terkadang haram dan terkadang mubah. Taqiyah wajib kondisinya ketika seseorang menghadapi kondisi dimana jiwanya terancam namun imbalannya tidak setara dengan pengorbanan jiwa. Namun tatkala kondisi mengarah pada tersebarnya kebatilan dan kesesatan banyak orang, kezaliman dan kejahatan maka taqiyah haram dan terlarang hukumnya.
Dalam kondisi seperti ini, jalan benar dan rasional adalah supaya ia tidak membuang-buang tenagannya dan untuk memajukan tujuan-tujuan sucinya ia melakukan perlawanan secara tidak langsung atau sembunyi-sembunyi.
Pada hakikatnya taqiyah tergolong sebagai perubahan bentuk gerakan perlawanan bagi mazhab seperti ini. Para pengikutnya dalam detik-detik perlawanan dan perjuiangan seperti ini dapat menyelamatkan mereka dari kehancuran dan kebinasaan. Dengan strategis seperti ini, kelanjutan perlawanannya akan meraih kemenangan. Bagi orang-orang yang memandang batil taqiyah tidak jelas bagaimana sikap mereka menghadapi kondisi seperti ini? Apakah kehancuran merupakan suatu hal yang baik atau kelanjutan perlawanan dalam bentuk yang benar dan logis? Jalan kedua adalah taqiyah dan jalan pertama tentu tidak ada orang yang menganjurkannya.[5]
Dari satu sisi, kita menyaksikan pada masa ketika di Iran terjadi penggrebekan di mana-mana, Imam Khomeini mengingatkan bahwa sekarang bukan masanya taqiyah:
“Terkadang taqiyah itu haram. Kondisi ketika seseorang melihat agama Allah Swt sedang dalam bahaya maka ia tidak boleh ber-taqiyah. Dalam kondisi seperti ini ia harus berbuat sesuatu apa pun yang akan terjadi. Taqiyah dalam urusan furu’ bukan dalam urusan ushul. Taqiyah dilakukan untuk menjaga agama. Manakala agama berada dalam bahaya maka tidak dibolehkan taqiyah. Tidak diperbolehkan untuk diam.”[6]
Singkatnya taqiyah yang dilakukan untuk kemaslahatan sebuah urusan agama atau duniawi sifatnya penting; atas dasar itu terkadang taqiyah dan menyembunyikan fakta maka kemaslahatan yang lebih penting akan sirna atau kerusakan yang lebih besar akan timbul maka menurut hukum akal dan syariat tidak diperkenankan melakukan taqiyah.