ICC Jakarta – Ajaran yang benar adalah ajaran yang menekankan setiap pemeluknya agar selalu berpikir dan menggunakan akalnya. Karena akal merupakan mahkluk yang paling dicintai Allah Swt dan merupakan rasul batin bagi setiap insan. Oleh karena itu, akal memiliki kedudukan yang sangat mulia dan tinggi dalam ajaran yang benar.
Di samping itu, akal merupakan hujjah Allah Swt bagi setiap insan atas ideologi, keyakinan, pandangan dunia dan berbagai amal perbuatan yang mereka lakukan selama hidupnya di alam dunia ini. Akal dan agama memiliki hubungan yang sangat erat dan keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan demi meraih keselamatan dan kebahagiaan yang hakiki dan sejati, baik di dunia maupun di akhirat kelak (Sehubungan dengan masalah hubungan akal dan agama, diperlukan pembahasan tersendiri yang pada kesempatan lain akan kami singgung).
Tetapi bagi sebagian umat manusia yang hidupnya terisolasi dari kemajuan, sementara agama yang benar tidak dapat menyentuh mereka dan informasi tentang adanya agama tidak sampai kepada mereka, maka agama mereka adalah akal mereka itu sendiri. Dengan kata lain, ketika tidak seorang nabi atau propagator pun -sebagai rasul lahir dan utusan Allah Swt- yang datang kepada mereka, maka rasul batin dan utusan Allah Swt yang berupa akal itu, sudah cukup menjadi hujjah Allah Swt buat mereka untuk mempertanggung jawabkan segala tingkah laku dan amal perbuatan yang telah mereka lakukan. Dengan demikian, akal sebagai hujjah Allah Swt ini akan menjadi dasar pertanyaan-Nya kelak di hari akhirat dalam meminta pertanggung jawaban umat manusia atas segala amal perbuatannya.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa sebagian umat manusia yang tidak diturunkan agama dan tidak pula datang utusan Allah Swt kepada mereka, baik yang berupa nabi ataupun muballigh (propagator), mereka tidak bebas berbuat apa saja yang mereka kehendaki dengan mengikuti hawa nafsu mereka, seperti melakukan pembunuhan, berbuat tiran, menindas kaum lemah, merampok, memperkosa wanita, dan lain-lain. Apabila mereka menggunakan akalnya dengan baik, pasti mereka akan menerima ganjaran surga yang abadi.
Dan sebaliknya, jika mereka mengabaikan bimbingan dan petunjuk akalnya, sehingga mendahulukan hawa nafsu setannya atas akalnya, maka tentunya mereka akan dimasukkan ke neraka jahanam. Karena akal -sekalipun tanpa bimbingan agama- dapat mengenal dan mengetahui hal-hal yang baik dan mampu pula membedakannya dengan yang tidak baik. Akal setiap insan mengetahui bahwa membunuh, berbuat zalim, merampas harta orang lain, mencuri dan menyakiti orang lain itu adalah perbuatan buruk dan terkutuk. Sebagaimana akal juga mengetahui bahwa menolong sesama, membantu oang lain, berbuat adil dan mengasihi kaum lemah itu adalah perbuatan yang terpuji. Dengan demikian dapat dipahami, bahwa Allah Swt Pencipta, Mahabijaksana dan segala penciptaan-Nya mengandung banyak hikmah. Bahkan Dia Mahaadil terhadap semua makhluk ciptaan-Nya.
Oleh karena itu tidak mungkin dan mustahil orang yang mengabaikan akalnya dimasukkan ke dalam surga, sementara orang-orang yang menggunakan akalnya dengan baik dimasukkan ke dalam neraka.
Dalam perjalanannya, kesempurnaan akal manusia akan berjalan memalui proses. Akal manusia terdiri dari ruh yang bersifat non-materi dan jasad yang besifat materi. Sebagaimana fisik mengalami perkembangan dan pertumbuhan, demikian halnya dengan ruh. Fisik dapat tumbuh dan berkembang dengan makanan dan minuman. Ketika makanan dan minuman fisik itu baik dan menyehatkan, maka fisiknya akan tumbuh dan berkembang dengan sehat dan baik. Apabila makanan dan minuman fisik itu tidak baik dan tidak menyehatkan, maka fisik akan sakit dan mengalami kerusakan pada organ-organ tubuhnya. Ruh pun perlu kepada makanan yang menyehatkan dan menyegarkan, sehingga ia akan tumbuh dan berkembang dengan baik. Akal manusia merupakan bagian dari ruh. Ia bersifat non-materi dan perlu kepada makanan dan minuman yang menyehatkan dan menyegarkan yang bersifat non-materi pula, agar tidak rusak dan senantiasa dapat menuntun dan mengarahkan seseorang dalam sikap dan perbuatannya dengan baik.
Dengan kata lain bahwa akal manusia memiliki potensi untuk maju dan berkembang. Dan hal itu melalui proses sebagaimana manusia berproses dari sejak bayi hingga dewasa. Ada hubungan yang erat antara proses perkembangan fisik seseorang dengan proses perkembangan akalnya. Artinya, jika fisiknya itu berkembang dengan baik, maka akalnya pun demikian pula. Di samping itu akal memiliki potensi lainnya yang berupa mencerap berbagai ilmu penghetahuan, yaitu dengan jalan mendengar, melihat, belajar, membaca, berpikir, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu akal seseorang yang tidak pernah dipakai untuk mencerap ilmu pengetahuan dengan cara-cara tersebut, ia akan tetap bodoh dan tidak memiliki ilmu pengetahuan apa-apa meskipun fisiknya tumbuh berkembang dan dewasa. Akal dan ilmu pengetahuan Di atas, telah kami singgung bahwa akal manusia itu bersifat non-materi. Artinya ia tidak dapat dilihat secara kasat mata, tidak dapat dianalisa di laboratorium secara empiris dan dengan sarana materi, tetapi dapat dirasakan efek dan pengaruhnya.
Demikian halnya dengan ilmu pengetahuan, ia bersifat non-materi dan non- inderawi. Pendek kata, akal manusia dan ilmu pengetahuan yang dicerap olehnya, keduanya merupakan wujud non-materi. Jika akal seseorang yang ada di kepalanya itu bersifat materi, dan ilmu pengetahuan pun bersifat materi, maka tidak mungkin ia akan dapat menampung berbagai pengetahuan, bahkan tidak sebuah pengetahuan pun di dalam kepalanya. Jika pengetahuan Anda tentang bentuk sebuah rumah yang akan Anda beli itu merupakan materi, mungkinkah pengetahuan tersebut anda masukkan ke dalam akal Anda yang terletak di sudut kepala Anda? Bahkan jika akal Anda itu materi, maka ketika Anda mengetahui panasnya api, maka akal dan kepala Anda akan terbakar.
Dari uraian singkat ini dapat dipahami, bahwa akal manusia, ilmu-ilmu yang dicerap dan dimilikinya dan bahkan pemilik asli ilmu-ilmu tersebut, yaitu ruh manusia, semuanya bersifat non-materi dan non-inderawi. Karena otak manusia hanyalah merupakan alat yang fungsinya tidak lebih hanya sebagai pengumpul ilmu-ilmu dan berbagai informasi. Otak tidak berbeda dengan alat perekam dan komputer, ia tidak dapat berfungsi untuk mencerap dan mengembangkan ilmu pengetahuan, tetapi sebagai pengumpul belaka. Tidak bedanya dengan mata, telinga dan panca indera lainnya yang merupakan sarana untuk memperoleh ilmu pengetahaun dan berbagai informasai. Sementara akal, sebagaimana telah kami singgung di atas, ia merupakan bagian dan salah satu kekuatan ruh manusia.
Dengan ungkapan lain, bahwa ruh manusia itu memiliki berbagai kekuatan, keunikan dan keajaiban. Salah satunya adalah kekuatan berpikir dan mencerap ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh akal melalui panca inderanya yang kemudian dikumpulkan oleh otaknya yang terletak di bagian kepalanya. Pembahasan mengenai kenon-materian ruh dan ilmu pengetahuan akan dibahas secara mendetail dalam kajian filsafat ilmu. Hubungan akal dengan kebaikan dan keburukan.[]