ICC Jakarta – Umat Islam dari berbagai penjuru negeri kembali memperingati Hari Asyura, hari duka atas gugurnya Imam Husain a.s. cucunda Rasulullah Muhammad SAW. Asyura diperingati di seluruh dunia di gedung-gedung mewah hingga gubuk sederhana. Dari kampung-kampung hingga penduduk kota. Di jakarta, peringatan Asyura diperingati di berbagai tempat salah satunya di Islamic Cultural Center (ICC) Jakarta.
“Kita ungkapkan belasungkawa, duka cita, air mata, dan yang terpenting adalah memperbarui komitmen, memperbarui janji kita kepada Imam Husain. Agar cerita tentang Asyura, agar pengorbanan yang tak tertandingi di Karbala pada Asyura tahun 61 H tidak hanya ada di dalam rak-rak perpustakaan agar tidak hanya tersimpan dalam buku; agar terus menggelinding dari tahun ke tahun, dari Asyura ke Asyura, dari generasi ke generasi, dan isnyaallah telah datang era kemenangan, dan masa-masa dimana Ahlul Bait tertindas, disingkarkan, diusir, akan segera berakhir,” tutur KH. Hassan Alaydrus saat memandu berlangsungnya peringatan Asyura di ICC Jakarta hari Minggu 1 Oktober 2017.
Acara dimulai dengan pembacaan surat Yasin dan Tahlil dipimpin KH. Hassan Alaydrus, dilanjut dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya sebagai penghormatan terhadap tanah air tercinta.
Setelah itu ceramah Kebangsaan disampaikan oleh Ustaz Dr. Umar Shahab, M.A. Apa yang diajarkan Imam Husain menurutnya adalah kecintaan kepada kemanusiaan dan kebenaran. Imam Husain ketika mengorbankan dirinya bukan sekedar untuk kepentingan agama Islam semata, meskipun itulah motif utama untuk melakukan islah di tengah-tengah umat kakeknya yang sudah mulai rusak. Imam Husain berkorban untuk kemanusiaan. Ada nilai-nilai kemanusiaan yang diinjak-injak oleh rezim Bani Umayyah; mereka mengabaikan keadilan, mereka mengabaikan kejujuran, mereka mengabaikan kebenaran, mereka mengabaikan hak-hak asasi manusia. Untuk itu Imam Husain bangkit mengorbankan diri dan keluarganya agar seluruh umat manusia sadar dan terus berjuang untuk kebenaran, untuk kesucian dan keadilan. Karena itu para tokoh pembesar dunia, baik yang Muslim maupun yang bukan Muslim, dalam berbagai pernyataannya menyampaikan kekaguman dan pembelaan terhadap Imam Husain.
Lebih lanjut Ustaz Umar Shahab menerangkan, bagaimana Mahatma Gandhi memuji Imam Husain dan mengatakan bahwa gerakan yang dia lakukan untuk membebaskan India terinspirasi oleh perjuangan Imam Husain. Begitu juga dengan Bung Karno, proklamator negeri yang kita cintai juga mengagumi perjuangan yang dilakukan Imam Husain. Karena itu Imam Husain adalah milik kita semua.
Dan khusus buat bangsa Indonesia, peringatan Imam Husain sudah dilakukan sejak lama. Bangsa Indonesia sudah mengenal Imam Husain bukan baru sepuluh atau dua puluh tahun terakhir. Bangsa Indonesia sudah mengenal Imam Husain, sudah memperingati hari wafatnya Imam Husain sejak ratusan tahun lalu. Sampai sekarang, tradisi memperingati Imam Husain terus dilakukan di berbagai daerah dengan banyak cara.
Salah satu contohnya adalah tradisi membagi bubur Syuro di bulan Muharram persis di tanggal 10 Muharram (Asyura) seperti ini yang tersebar di seluruh nusantara. Ini adalah tradisi, kultur, yang dibangun oleh pejuang-pejuang negeri ini khususnya para Wali Songo dalam rangka memperingati syahadah Imam Husain.
Bubur Syuro yang berwarna merah dan putih bukan tanpa makna. Tapi itu adalah simbol perjuangan Imam Husain. Dan bendera merah putih yang menjadi bendera negara kita, bendera kebanggaan kita, yang kita junjung tinggi itu juga terinspirasi dari perjuangan Imam Husain. Sadar atau tidak sadar. Merah melambangkan darah yang tertumpah demi membela kebenaran. Putih melambangkan kesucian perjuangan.
Menyantuni anak yatim pada hari Asyura ini dan menjadikannya sebagai “Hari Raya Anak Yatim” itu juga untuk memperingati yatim-yatim Karbala. Untuk solidaritas kepada Sukainah, kepada anak cucu putri-putri Fatimah.
Contoh lain adalah tradisi karnaval Tabot di Bengkulu atau Tabuik di Sumatera Barat yang sudah ada jauh hari sebelum Indonesia merdeka. Itu adalah sebuah tradisi yang murni 100 persen demi memperingati Imam Husain.
Memperingati syahadah Imam Husain adalah bagian daripada kultur negeri yang kita cintai ini. Ketika kita memperingati syahadah Imam Husain, sekaligus kita meneguhkan nasionalisme kita. Sekaligus meneguhkan kecintaan kita kepada bangsa dan negara ini dan kesetiaan kita kepada NKRI.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa sejarah Ahlul Bait, sejarah pengikut Syiah di Indonesia sudah ada bahkan sejak masuknya Islam pertama kali ke negeri ini. Penyebar Islam pertama dan warna Islam pertama yang diajarkan ke negeri ini adalah ajaran dengan warna Ahlul Bait. Karena itu Islam Indonesia dari dulu sampai sekarang adalah Islam yang ramah, Islam yang rahmatan lil alamin, Islam yang penuh kasih sayang, dan Islam yang toleran. Itu semua dikarenakan pengaruh dan efek langsung dari Islam yang dibawa oleh para pecinta Imam Husain a.s.
Belakangan muncul keprihatinan atas adanya gerakan intoleransi, yang berusaha memaksakan kehendak, dan tak segan melakukan segala cara untuk memprovokasi dan membuat kekacauan di negeri ini. Meskipun jumlah mereka sedikit, sebagian pihak merasa bahwa mereka tidak mampu menghadapi itu. Sehingga mengorbankan sebagian orang-orang atau sebagian besar masyarakat yang penuh dengan cinta kasih ini.
“Sebagai pengikut Imam Husain kita akan jawab mereka dengan rahmatan lil alamin. Kita jawab mereka dengan penuh kasih sayang. Kita jawab mereka dengan menawarkan salam, damai, kepada siapapun,” tutur Ustaz Umar Shahab. “Tapi kalau agama ini akan dirusak, diinjak-injak, oleh siapapun maka pengikut Imam Husain tidak akan diam. Pengikut Imam Husain tidak akan bertopang dagu, diam, membiarkan agama ini diinjak-injak oleh siapapun juga. kita juga tidak akan diam kalau NKRI kita akan dirusak, diobok-obok oleh siapapun juga!” tegasnya.
Menurutnya ajaran kasih sayang, kedamaian, dan kecintaan para pengikut Imam Husain selaras dengan ruh bangsa dan negara Indonesia serta dasar negara Pancasila.
“Kita bangga sebagai Muslim Indonesia, khususnya sebagai pecinta Ahlul Bait, kita bangga bahwa dasar negara kita itu lima asas, lima sila yang luar biasa. Yang kita sebut sebagai Pancasila. Karena dasar-dasar atau sila-sila itu sesuai dengan prinsip-prinsip utama agama kita. Kita adalah pengikut Tauhid la ila ha illallah yang dilambangkan oleh dasar atau sila pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa). Imam Husain juga pejuang kemanusiaan sebagaimana dilambangkan sila kedua. Itu yang diperjuangkan Imam Husain (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab). Kita juga menganut sila ketiga yang menyatakan tentang Persatuan. Kita juga membela, berjuang untuk kepentingan rakyat. Al-Quran mengajarkan kita untuk membela masyarakat banyak. Bahwa kita juga sangat bangga, prinsip kerakyatan menjadi dasar negara kita sebagaimana sila keempat. Dan sila kelima adalah Keadilan yang juga tujuan dari perjuangan Imam Husain a.s,” terang Ustaz Umar.
Karena itu menurutnya harus ditegaskan kepada siapapun bahwa pengikut-pengikut Ahlul Bait di Indonesia adalah pejuang-pejuang kebenaran. Pejuang-pejuang kemanusiaan. Membela ketuhanan. Membela agama ini secara khusus dan membela mustadhafin, orang-orang yang dianiaya, orang-orang yang dilemahkan. Pejuang untuk keadilan sosial. Penyabar. Juga berjuang dengan penuh kasih sayang.
“Memang kebatilan seolah-olah sekarang ini berada di atas angin. Tapi usia kebatilan tidak akan lama. Sebagaimana janji Allah Kebenaran akan segera menggilas kebatilan. Itulah yang ditunjukkan oleh gugurnya Aba Abdillah (Imam Husain a.s.),” pungkas Ustaz Umar Shahab.
Kemudian acara peringatan Asyura dilanjutkan dengan ceramah hikmah Asyura yang disampaikan oleh Direktur ICC Jakarta, Syekh Dr. Abdul Majid Hakim Ilahiy. Setelah itu acara ditutup dengan doa ziarah kemudian dilanjut dengan salat dhuhur berjamaah. [M/Z-Ahlul Bait Indonesia]