Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam, Ayatullah Sayyid Ali Khamenei, pada Rabu (3/6/2025) menegaskan bahwa pengayaan uranium merupakan inti dari isu nuklir Iran, dan secara tegas menolak usulan Amerika Serikat yang menginginkan Iran menghentikan seluruh kegiatan pengayaan di dalam negeri.
Hal ini beliau sampaikan dalam pidato resmi yang disiarkan televisi dari kompleks makam Imam Khomeini di Teheran selatan, dalam rangka peringatan 36 tahun wafatnya pendiri Republik Islam Iran tersebut.
“Perkataan pertama Amerika adalah Iran tidak boleh memiliki industri nuklir dan harus bergantung pada mereka. Jawaban kami terhadap omong kosong itu jelas: mereka tak bisa berbuat apa-apa,” tegas Ayatullah Khamenei.
Pernyataan tersebut muncul di tengah laporan bahwa pemerintahan Donald Trump menawarkan sebuah skema yang mengizinkan Iran melakukan pengayaan uranium dalam kadar rendah. Namun, Iran harus menghentikan seluruh pengayaan domestik setelah mulai menerima manfaat dari janji-janji tersebut. The New York Times melaporkan bahwa dalam proposal tersebut, Amerika Serikat akan memfasilitasi pembangunan reaktor nuklir dan membantu mendirikan fasilitas pengayaan yang dikelola oleh konsorsium negara-negara kawasan.
Ayatullah Khamenei mengingatkan kembali pengalaman pada tahun 1980-an, saat Amerika dan Eropa menolak menyediakan uranium yang diperkaya 20 persen untuk kebutuhan bahan bakar Iran. “Mengapa kalian ikut campur? Iran punya pengayaan atau tidak, itu urusan siapa? Siapa kalian sebenarnya?” ujar beliau dengan nada retoris, menujukan pertanyaan tersebut kepada Amerika Serikat.
Beliau juga menegaskan bahwa Revolusi Islam Iran telah mengejutkan dunia Barat karena berhasil melahirkan sebuah sistem politik yang kokoh dan stabil dari sebuah revolusi besar.
“Pemimpin revolusi kita adalah sosok agung yang pengaruhnya masih terasa kuat bahkan setelah lebih dari tiga dekade wafatnya, dan dampak revolusinya tampak nyata di mata dunia,” kata beliau.
Ayatullah Khamenei menegaskan bahwa kemerosotan tajam posisi Amerika di panggung global dan kebencian terhadap Zionis merupakan konsekuensi langsung dari revolusi yang dipimpin Imam Khomeini. Beliau juga menyoroti adanya tren global menuju penolakan terhadap nilai-nilai Barat yang, menurut beliau, berakar dari revolusi Imam Khomeini.
“Dunia Barat tak menyangka seorang ulama tanpa perlengkapan militer dan dana besar mampu memimpin suatu bangsa dalam perjuangan,” ungkapnya. “Mereka tak percaya bahwa revolusi dan Imam ini bisa menyingkirkan dominasi Amerika dan Zionis dari Iran.”
Beliau juga mengingatkan bahwa Revolusi Islam telah menjadi sasaran berbagai konspirasi yang belum pernah dialami oleh revolusi mana pun di dunia. “Mungkin jika dihitung, lebih dari seribu konspirasi berhasil digagalkan oleh Republik Islam, dan sebagian dibalas secara langsung,” ujarnya.
Ayatullah Khamenei menekankan bahwa Imam Khomeini melindungi Revolusi Islam dari bahaya destruktif emosi yang tidak terkendali. Beliau mencontohkan Revolusi Prancis, di mana emosi yang meluap-luap justru menyimpangkan arah gerakan sosial tersebut dari tujuannya yang rasional.
“Jika emosi melampaui akal sehat, maka saat emosi itu surut, arah gerakan revolusi pun berubah,” jelas beliau.
Kebijaksanaan Imam Khomeini, menurut Ayatullah Khamenei, berpijak pada dua prinsip utama: Wilayah al-Faqih (kepemimpinan ulama) dan kemerdekaan nasional. “Tanpa Wilayah al-Faqih, revolusi ini pasti akan menyimpang dari jalan agama,” tegasnya.
Sementara itu, kemerdekaan nasional yang dimaksud bukan berarti keterisolasian dari dunia, tetapi bahwa bangsa Iran harus berdiri di atas kaki sendiri dan tidak menunggu isyarat hijau atau merah dari Amerika Serikat dan sekutunya.
“Prinsip ‘kami bisa’ adalah inti dari kemerdekaan nasional. Dalam isu nuklir, rencana Amerika sepenuhnya bertentangan dengan prinsip tersebut,” pungkas Ayatullah Khamenei.
Sumber berita: https://www.presstv.ir/
Sumber gambar: https://en.mehrnews.com/