ICC Jakarta – Cina sebagai tuan rumah atas kunjungan Perdana Menteri Zionis Israel kembali ingin mengecek kondisi Timur Tengah dan memusatkan perhatian pada terciptanya perdamaian di kawasan ini.
Xi Jinping, Presiden Cina dan Sekjen Partai Komunis Cina dalam pertemuan dengan Benyamin Netanyahu, Perdana Menteri Rezim Zionis Israel di Beijing mengatakan, “Cina menegaskan dibentuknya negara merdeka Palestina dan tetap berusaha untuk merealisasikan masalah ini.”
Mewakili negaranya, Xi Jinping menjelaskan akan melanjutkan upaya agar masyarakat internasional lebih bekerjasama bagi terbentuknya sebuah negara independen Palestina. Kebijakan dan pendekatan yang dilakukan Cina terkait transformasi kawasan membara Timur Tengah dapat dijelaskan dalam dua bagian terpisah.
Di masa Perang Dingin, Cina dengan ideologi yang berkuasa di negara ini menjadi pembela hak-hak jutaan manusia tertindas, termasuk Palestina. Fakta-fakta sejarah menjadi bukti Cina membantu perang kemerdekaan di pelbagai negara, termasuk Palestina.
Oleh karenanya, para pakar politik menilai permintaan Cina bagi terbentuknya negara independen Palestina merupakan satu langkah maju yagn menguntungkan bangsa Palestina, sehingga rakyat dan para pejuang Palestina dapat meraih kembali sebagian hak-haknya yang terampas.
Permintaan Cina bagi terbentuknya negara independen Palestina di samping sikap negara ini terhadap pengiriman pasukan Amerika ke Irak pada 2003, perang Yaman dan transformsi Mesir menunjukkan Cina masih berpegang teguh dengan ideologinya dan kini lebih cenderung menggunakan kemampuan diplomasinya untuk mencari penyelesaian atas krisis yang terjadi.
Cina lebih tahu dari negara manapun soal pembantaian kamp pengungsi Sabra dan Shatila (1982) yang dilakukan Ariel Sharon dan pembantaian di Tel Zaatar merupakan hasil dari politik ekspansif dan Apartheid rezim Zionis Israel. Namun sebagaimana telah dijelaskan, kebijakan Cina terkait transformasi Timur Tengah dengan Palestina sebagai porosnya di masa Perang Dingin sesuai dengan kondisi masa itu. Tahun 1992 merupakan titik perubahan dalam sejarah hubungan Cina Komunis dengan Israel.
Sejatinya, Cina setelah menjalin hubungan diplomatik dengan Zionis Israel pada tahun itu menerapkan kebijakan konservatif terkait kebijakan luar negerinya di Timur Tengah. Mungkin dapat dikata harapan jutaan umat Islam dan para pejuang Palestina dari Cina adalah sebagai negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB dapat menggunakan hak vetonya untuk melindungi hak-hak rakyat Palestina yang dilanggar dan ini merupakan satu peran penting demi terbentuknya negara independen Palestina.