ICC Jakarta – Kecintaan orang tua kepada anak digambarkan Alquran sebagai fitnah atau cobaan, “Dan ketahuilah bahwa harta-harta kalian dan anakanak kalian hanyalah sebagai cobaan (fitnah) dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar” (QS al- Anfal: 28).
Pada ayat yang lain, Allah juga menegaskan hal yang sama, “Sesungguhnya harta-harta kalian dan anak-anak kalian hanyalah cobaan (fitnah) bagi kalian dan di sisi Allah pahala yang besar” (QS al-Taghabun: 15).
Kedua ayat ini menegaskan kepada kita bahwa harta dan anak merupakan ujian atau fitnah bagi kita. Apakah dengan adanya harta dan anak, kita bisa semakin dekat dengan Allah atau malah semakin jauh? Apakah harta dan anak kita semakin membuat kita taat kepada Allah atau malah semakin rajin bermaksiat?
Kecintaan yang berlebihan kepada harta dan anak bisa membuat seseorang tergelincir sehingga pantas ketika Allah sampai menyebutnya sebagai musuh, “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya di antara istriistri dan anak-anak kalian ada yang menjadi musuh bagi kalian. Maka, berhati-hatilah kalian terhadap mereka, dan jika kalian maafkan, kalian santuni dan kalian ampuni mereka, maka sungguh Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS al-Taghabun: 14).
Musuh di sini dalam arti kecintaan kepada anak bisa menjerumuskan orang tua kepada hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Sehingga di akhirat kelak peran seorang anak bukan membantu meringankan beban dosa orang tuanya, melainkan justru memberatkannya. Na’udzubillah minzalik!
Dalam ayat yang lain, Allah mengingatkan lagi supaya kita tidak lalai pada kewajiban kita gara-gara fitnah anak ini, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah hartaharta kalian dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari mengingat Allah. Dan barang siapa berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi” (QS al- Munafiqun: 9).
Adapun yang dimaksud lalai mengingat Allah garagara fitnah harta dan anak ini adalah kecintaan yang berlebihan kepada keduanya. Orang yang sangat mencintai harta akan mengejarnya mati-matian sampai tidak peduli pada larangan Allah sehingga melanggarnya dan tidak peduli pada perintah Allah.
Begitu pula cinta yang berlebihan kepada anak, orang tua akan melakukan apa saja demi anaknya sehingga ia tidak peduli lagi pada rambu-rambu agama, demi cintanya kepada anaknya tersebut.
Seyogianya hakikat kecintaan orang tua kepada anak yang sesuai dengan tuntunan agama telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Dalam salah satu sabdanya beliau pernah menunjukkan rasa cintanya kepada Fatimah putrinya, “Sesungguhnya Fatimah adalah bagian dari potongan dagingku, maka barang siapa yang mendustainya berarti mendustaiku dan barang siapa yang mengganggunya berarti ia menggangguku” (HR Bukhari).
Namun, kecintaan beliau kepada Fatimah tidak lantas membuat beliau lalai untuk menyampaikan kewajibannya untuk mengingatkan Fatimah, “Wahai Fatimah binti Muhammad! Selamatkan dirimu dari api neraka karena sesungguhnya aku tidak kuasa memberikan mudharat dan manfaat di sisi Allah” (HR Bukhari dan Muslim).
Hakikat cinta anak adalah dengan cara mencintai mereka sesuai dengan kehendak Allah, tidak menelantarkan mereka, tapi juga tidak mencintainya berlebihan sampai membuat kita tergelincir pada murka Allah SWT. (Abdul Syukur/Republika)