ICC Jakarta – Ayatullah Ali Taskhiri (76) Ketua Dewan Tinggi Forum Pendekatan Antarmazhab Islam dan Penasihat Pemimpin Tertinggi Iran dalam urusan Dunia Islam pada Selasa (18/8) di Tehran akibat penyakit jantung yang dideritanya tidak hanya melahirkan kedukaan dan rasa kehilangan bagi rakyat Iran dan Syiah saja, namun juga kehilangan bagi dunia Islam. Demikian yang disampaikan Prof. Dr. K.H. Din Syamsuddin, M.A saat memulai pembicaraannya pada Webinar yang diadakan Islamic Cultural Centre (ICC) Jakarta dan Pusat Kajian Peradaban Baru Islam (PUSKABI) Selasa (29/8).
Bertajuk “Pendekatan antar Mazhab; Urat Nadi Kemajuan Umat Islam Masa Depan (In Memorian of Ayatullah Ali Taskhiri)” webinar tersebut juga menghadirkan Prof. Dr. K.H. Nasaruddin Umar, M.A. (Imam Besar Masjid Istiqlal), Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, M.Pd. (Guru Besar UIN Malang) dan Dr. Hakimelahi (Direktur ICC Jakarta) dengan moderator Akmal Kamil, M.A (Direktur PUSKABI).
“Alhamdulillah saya mengenal sangat dekat, bahkan sering bertemu. Saya pernah berkunjung ke rumah beliau di Tehran dan juga ke kantornya sewaktu menjadi Sekjen al-Majma’ al-‘Alami lil Taghrib bain al-Madzahib al-Islamiyah, dan juga sekitar 5-6 kali bersama-sama menjadi pembicara di forum-forum internasional Islam dan duduk berdampingan, mungkin karena sesuai urutan alfabet Indonesia dan Iran.” Tambah mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah tersebut.
Diin Syamsuddin melanjutkan kenangannya atas Ayatullah Ali Taskhiri, “Mungkin tidak banyak yang tahu, Beliau pernah menjadi moderator di Konferensi Rabithah al-‘Alami al-Islamiyah di Mekah. Jadi ada tokoh Syiah yang menjadi moderator. Saat itu temanya mengenai Tauhidul ‘Ummah, dan juga hadir Ayatullah Ali Rafsanjani jadi pembicara kunci. Beliau juga selalu hadir pada acara yang saya adakan di Jakarta di Forum Perdamaian Dunia oleh yang diadakan Center for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC) lembaga yang saya pimpin sejak tahun 2006.”
“Secara pribadi, ia telah saya anggap sebagai bapak. Beliau sebagai ulama yang berpengetahuan dan berwawasan luas. Tidak hanya irfan tapi juga pengetahuan tentang fikih. Saya sering bertanya dan beliau sangat menguasai. Bahkan termasuk fikih Syiah Ismailiyah dan fikih dikalangan Sunni. Saya mengetahui pemikiran Islam secara komprehensif dan komplit ada pada Allahu Yarham Ayatullah Taskhiri. Juga mengenai ilmu kalam. Saya bertanya dan berguru pada beliau mengenai alam pikiran al-Mu’tazilah, sampai kepada alam pikiran filosof bawah tanah. Dan beliau sangat menguasai, termasuk juga kalam Asy’ari dalam pembandingan. Pengetahuan mengenai mazhab lain, katakanlah Sunni dan lain-lain, itu dipelajarinya. Bahkan banyak dari ulama di Qom yang menguasai filsafat Barat seperti Ali Syariati mengerti soal Marxisme umpamanya dan lain sebagainya.” Tambahnya lagi.
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut lebih lanjut mengatakan, “Saya sengaja ingin menekankan persoalan ini, karena kealiman dan ulama itu perlu memiliki wawasan yang luas, tentang ilmu-ilmu keislaman dan pemikiran-pemikiran keislaman dari manapun. Dan yang menjadi ciri khas ulama Iran termasuk yang kontemporer, mereka mampu memelihara benang merah pemikiran dari masa lampau sampai masa sekarang. Sosok pada Ali Syariati dan Murtadha Muthahari misalnya, sangat kuat pemahaman tentang teologi ala Ibnu Sina. Ibnu Sina menjelaskan mengenai teori emanasi, kemudian dilanjutkan oleh filsuf abad pertengahan Iran seperti Mulla Shadra dengan konsepnya al-Harakah al-Hikmah al-Muta’aliyah dan Ayatullah Ali Taskhiri menguasai turut menguasai itu. Saya tahu ini karena, kebetulan dulu saya empat tahun mengajar pemikiran modern Islam Iran di Pasca Sarjana UIN.”
Sumber ABNA