Pada Senin, 10 Maret 2025, Aula Imam Khomeini di lantai 3 Gedung ICC Jakarta menjadi saksi pertemuan akademisi dan peneliti dari berbagai perguruan tinggi serta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Acara ini dirangkaikan dengan buka puasa bersama dan dihadiri oleh sekitar 50 peserta yang antusias untuk bersilaturahmi serta bertukar gagasan dalam suasana yang penuh keakraban.
Dalam sambutan pembukaannya, Direktur ICC Jakarta, Syekh Dr. Abdolmadjid Hakimollahi (Syekh Hakim), menegaskan bahwa kerja sama yang berbasis keilmuan memiliki ketahanan dan manfaat jangka panjang yang jauh lebih besar dibandingkan kerja sama yang bersifat politis atau bisnis semata. Menurutnya, kerja sama yang dilandasi ilmu pengetahuan memungkinkan pertukaran pemikiran yang objektif, tanpa bias kepentingan, sehingga dapat memperkuat hubungan antar institusi dan individu dalam jangka panjang.
Syekh Hakim juga menyampaikan apresiasi atas sinergi yang telah terjalin antara ICC Jakarta dan para akademisi serta peneliti di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Ia berharap hubungan ini dapat terus berkembang dalam ranah penelitian dan kajian ilmiah yang produktif.
Diskusi Seputar Kebudayaan dan Keilmuan
Dalam sesi diskusi yang dipandu oleh Syafin Al-Mandari, beberapa peserta menyampaikan pandangan mereka terkait dinamika kebudayaan di Indonesia. Amin, seorang akademisi dari UIN, menyoroti keterkaitan erat antara kebudayaan dan sistem ketatanegaraan. Ia menyinggung sistem Wilayatul Fakih di Iran sebagai salah satu objek studi yang menarik dalam memahami bagaimana tata kelola negara dapat membentuk karakter kebudayaan yang kuat berbasis nilai-nilai Islam.
Menanggapi hal tersebut, Ustadz Abdullah Beik menegaskan pentingnya filsafat dalam membangun kebudayaan. Ia menjelaskan bahwa STAI Sadra, tempatnya mengabdi, berkomitmen mengembangkan filsafat yang tidak hanya teoretis, tetapi juga aplikatif. “Cara berpikir filosofis diterapkan dalam semua program studi di Sadra, termasuk di bidang non-filsafat, sehingga membentuk pendekatan yang lebih mendalam dan kritis dalam memahami berbagai aspek kehidupan,” ujarnya.
Arah Riset Kebudayaan di Indonesia
Menjelang waktu berbuka, Kepala Pusat Riset Manuskrip, Literatur, dan Tradisi Lisan BRIN, Sastri Sunarti, mengungkapkan bahwa riset kebudayaan di Indonesia ke depan akan lebih diarahkan untuk mengidentifikasi dan menegaskan keunggulan budaya bangsa. Ia menyoroti bahwa Islam telah hadir di Nusantara sejak abad ketujuh, sebuah fakta sejarah yang sering terabaikan. Namun, tantangan utama dalam penelitian kebudayaan di Indonesia adalah keterbatasan dukungan finansial dan infrastruktur. Selain itu, kebijakan pemerintah dinilai masih belum sepenuhnya memberikan perhatian yang memadai terhadap pengembangan riset budaya.
Dari hasil pertukaran gagasan para peserta, moderator kemudian menarik poin-poin permasalahan yang menjadi tantangan kebudayaan indonesia seperti dinamika antara tradisionalisme dan modernisme, yang sering kali menyebabkan disharmoni sosial. Isu kesetaraan bagi kelompok minoritas juga menjadi perhatian, di samping dampak globalisasi, perkembangan teknologi, serta kapitalisasi budaya yang turut mempengaruhi wajah kebudayaan nasional.
Acara kemudian ditutup dengan buka puasa bersama, ramah tamah, dan shalat berjamaah, menandai terbentuknya jejaring keilmuan yang kuat dan harmonis sekaligus menegaskan komitmen ICC Jakarta sebagai pusat dialog dan pengembangan ilmu pengetahuan.