Festival Film Perlawanan Internasional ke-18, yang diselenggarakan di Iran, akan digelar dari 17 hingga 24 Mei 2025. Festival ini menampilkan film-film bertema perlawanan sebagai respons atas penindasan yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan kekuatan Zionis di seluruh dunia. Setiap 24 Mei, acara ini rutin menjadi wadah untuk menyuarakan aspirasi kaum tertindas dan mengungkap pelanggaran HAM di berbagai belahan dunia.
Acara ini bukan sekadar pameran film, melainkan ruang bagi sineas yang berpegang pada nilai kebebasan dan anti-imperialisme. Selama bertahun-tahun, festival ini telah menghubungkan seniman dari berbagai penjuru dunia. Tahun ini, penyelenggara berharap dapat melampaui batas geografis dengan menjadikan film perlawanan sebagai alat diplomasi budaya yang memicu perubahan.
Di tengah dominasi perfilman global yang dikendalikan oleh Amerika Serikat dan Zionis, festival ini hadir sebagai alternatif bagi mereka yang terpinggirkan. Dr. Jalal Ghaffari, sekretaris festival, menyampaikan keprihatinannya atas keheningan festival film besar dunia terhadap tragedi kemanusiaan di Gaza. Ia menegaskan bahwa acara ini lebih dari sekadar pameran film; ini adalah gerakan nyata untuk menuntut keadilan dan mengangkat suara-suara yang selama ini terabaikan.
Lebih dari 500 film bertema perlawanan telah diajukan, mencerminkan meningkatnya partisipasi dan kesadaran akan isu penindasan. Festival ini juga menjadi ruang diskusi kritis tentang tantangan global yang mendesak. Dengan pendekatan realistis dan berani, diharapkan acara ini dapat memicu dialog internasional tentang keadilan dan kemanusiaan serta memperkuat peran film sebagai inspirasi perubahan sosial.
Nilai perlawanan yang diusung menjadi pilar utama dalam perjuangan kemanusiaan. Melalui film perlawanan, acara ini berupaya meruntuhkan narasi global sempit dengan menampilkan perspektif independen yang mendukung keadilan. Dalam beberapa tahun terakhir, festival ini telah dikenal sebagai salah satu ajang perfilman paling berpengaruh di Timur Tengah untuk menyuarakan perjuangan rakyat tertindas.
Inovasi juga hadir lewat kecerdasan buatan (AI) dalam produksi film. Dr. Mohammad Ali Shojaei Fard, asisten sekretaris festival, mengatakan bahwa teknologi ini menawarkan peluang besar bagi film perlawanan, terutama untuk mengatasi sanksi global dan keterbatasan sumber daya. Pengenalan kategori khusus untuk karya berbasis AI membuka ruang bagi eksplorasi kreatif dalam menyampaikan pesan perlawanan. Penggunaan AI dalam produksi film telah berjalan beberapa tahun dan kini menunjukkan perkembangan signifikan. Ia memprediksi bahwa tidak lama lagi, film-film fitur berbasis AI akan bermunculan sebagai bagian dari upaya memperluas jangkauan narasi perlawanan. Dengan demikian, kecerdasan buatan menjadi senjata strategis untuk memperkuat peran media dan perlawanan melalui jalur budaya.
Sumber berita: https://en.abna24.com/
Sumber gambar: https://en.mehrnews.com/