Komisi Urusan Sipil Palestina mengabarkan Komisi Urusan Tahanan dan Mantan Tahanan serta Perhimpunan Tahanan Palestina (PPS) bahwa seorang tahanan, Nasser Khalil Radaydeh (49), asal Al‑Ubeidiya, Bethlehem, meninggal di Rumah Sakit Hadassah milik Israel. Radaydeh dipindahkan ke sana sehari sebelumnya dari Penjara Ofer setelah kondisinya memburuk.
Kedua lembaga ini menegaskan bahwa pemerintahan Israel bertanggung jawab penuh atas kematian Radaydeh. Mereka kembali mendesak komunitas hak asasi manusia internasional untuk menuntut akuntabilitas pejabat Israel atas kejahatan perang yang terus berlangsung terhadap rakyat Palestina.
Dalam siaran pers bersama, Komisi Urusan Sipil dan PPS meminta dunia memberlakukan sanksi untuk memisahkan Israel secara diplomatik, sekaligus mengembalikan kredibilitas lembaga hak asasi manusia global yang terkikis selama genosida. Mereka juga mendesak agar Israel dicabut dari status kekebalan istimewa—yang selama ini diberi oleh kekuatan kolonial—karena memungkinkan Israel lolos dari segala tuntutan hukum.
PPS menggambarkan lonjakan kematian di dalam penjara Israel—diiringi kebisuan dunia internasional—sebagai bencana kemanusiaan nyata dan kejahatan perang yang terus berlangsung terhadap tahanan Palestina. Kematian Radaydeh menambah bukti bahwa ribuan tahanan menanggung kekerasan sistematis, dari pengabaian medis dan kelaparan hingga penyiksaan fisik dan psikologis.
Kedua lembaga itu mendesak Komite Internasional Palang Merah dan organisasi HAM lain untuk segera campur tangan—melindungi nyawa tahanan dan menekan otoritas Israel agar menghentikan praktik penyiksaan harian yang bisa merenggut nyawa siapa pun kapan saja.
Mereka juga menyerukan dukungan rakyat Palestina, serta komunitas Arab dan Islam, menyalakan solidaritas demi berhentinya kebijakan eksekusi perlahan di balik jeruji penjara Israel.
Menurut Asra Media Office, kelalaian medis yang disengaja dan buruknya layanan kesehatan di penjara Israel menjadi penyebab wafatnya Radaydeh. Ia sempat dirawat di Pusat Medis Shaare Zedek setelah ditembak pasukan Israel pada 18 September 2023, namun kondisinya tak lagi tertolong setelah dipindahkan ke Hadassah.
Data PPS mencatat Radaydeh sebagai tahanan kedua yang gugur dalam empat hari terakhir, sehingga sejak 7 Oktober 2023, total 65 tahanan Palestina tewas dalam tahanan Israel—40 di antaranya warga Gaza.
Periode ini tercatat sebagai masa paling berdarah dalam sejarah gerakan tahanan Palestina sejak 1967. Total korban tewas kini mencapai 302 orang, dengan 74 jenazah masih ditahan oleh Israel, termasuk 63 yang meninggal setelah genosida dimulai. Banyak tahanan Gaza juga dihilangkan secara paksa.
PPS memperingatkan angka kematian akan terus meningkat selama tahanan di penjara Israel terus menghadapi penyiksaan, kelaparan, pengabaian medis, kekerasan seksual, dan kondisi yang memicu penyakit berat serta bersifat menular. Mereka juga menderita perampasan hak dasar dan kemiskinan yang kian parah.
Selanjutnya, Komisi Urusan Tahanan dan Mantan Tahanan juga membeberkan keadaan tak manusiawi di Penjara Damon, di mana tahanan perempuan mengalami penderitaan hebat: sel kotor, makanan langka berkualitas buruk, dan kasur tipis tanpa suplai memadai.
Salah satu kisah datang dari Karam Musa (53) asal Surra, Nablus, yang ditahan sejak 25 Februari 2025. Delapan tahanan berbagi satu piring kacang‑kacangan, dengan waktu keluar sel hanya satu jam—untuk mandi—dan tanpa ruang untuk beribadah.
Hanin Jaber (44), tahanan lain, kehilangan delapan kilogram akibat malnutrisi selama lima bulan penahanan setelah ditangkap 3 Desember 2024, saat berjalan bersama anak-anaknya, atas tuduhan memberi makan putranya yang dituduh “buronan.”
Sumber berita: https://en.abna24.com/
Sumber gambar: https://english.wafa.ps/