ICC Jakarta – Bayi ketika (lahir) terpisah dari rahim ibunya, dan terputus tali yang bersambung dengan pusarnya untuk menerima makanan dari jasmani ibunya, insting (rasa) lapar memotivasinya bergerak mencari makanan. Badannya tegang tak karuan. Mukanya masam. Menangis dan menjerit. Tak bisa diam sebelum mulutnya mengedot tetek dan menyedot susu diteguknya sampai ke dalam lambungnya.
Begitulah insting manusia, memotivasinya -secara berkesinambungan- bergerak dan bertindak untuk mencari makanan di sepanjang hidupnya. Insting yang juga dimiliki binatang dan disebut dengan gerakan lambung dalam pencarian makanan, ini, merupakan insting pertama, memotivasi manusia bergerak di dalam hidupnya.
وَإذا أَخَذَ رَبُّكَ مَن بَني آدَمَ مِن ظُهُورِهِم ذُرّيّتَهُم وَأَشهَدَهُم عَلَى أَنفسِهِم أَلَستُ بِرَبِّكُم؟ قَالُوا بَلى، شَهِدنَا أَن تَقُولُوا يَومَ القِيَامَةِ
إنّا كُنَّا عَن هذَا غَافِلينَ أَو تَقُولُوا إنَّمَا أَشرَكَ آبَاؤنَا مِن قبلُ وَكُنّا ذُرّيّة مِن بَعدِهِم أَفَتُهِلكُنَا بِمَا فَعَلَ المُبْطلُون
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?
Mereka menjawab, Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.
(Kami lakukan yang demikian itu) Agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, Sesungguhnya kami (Bani Adam) lengah terhadap (kesaksian Tauhid) ini, atau agar kamu tidak mengatakan, Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini hanyalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka (dan kami tidak memiliki jalan lain kecuali mengikuti langkah mereka). Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat? (QS: al-Araf 172-3)
Tercipta atas Fitrah
Atas fitrah, yakni atas fitrah mengenal rububiyah, Tuhan yang memelihara alam ciptaan-Nya. Sedangkan kedua orangtuanya menyimpangkan anak mereka dari fitrahnya yang suci.
Sesungguhnya Allah mengambil kesaksian terhadap mereka mengimani Rabb (Tuhan Yang memelihara alam ciptaan-Nya). Agar pada hari kiamat mereka tidak mengatakan: إنّا كُنّا عَن هذا غافِلِين; “Kami menjadi lalai terhadap (kesaksian tauhid) ini.” Atau tidak mengatakan:
إنَّما أَشرَكَ آباؤُنا مِن قَبلُ وَكُنّا ذرِّيَّةً مِن بَعدِهِم; “Sesungguhnya para pendahulu kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini hanyalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka.. Yakni, para pendahulu itu menjadi syirik dalam ketuhanan dan kufur dalam rububiyah. Sedangkan anak keturunan mereka tidak mengetahui apa-apa. Mereka itulah yang mengarahkan anak-anak mereka pada kepercayaan yang menyimpang itu. Jadi, anak-anak itu tumbuh atas didikan para pendahulu mereka. Sehingga bagi mereka menyalahkan para pendahulu mereka.
Hal tersebut menjadi alasan generasi datang itu di hadapan Tuhan. Lalu mereka berkata: أَفَتُهِلكُنا بِما فَعَلَ المبطِلُون; “Apakah Engkau menyiksa kami atas apa yang para pendahulu kami lakukan dalam mendidik kami?” Tetapi dikatakan kepada mereka: Tidaklah kalian berhak mengatakan demikian itu. Karena Dia telah menciptakan kalian atas fitrah mencari penyebab segala sesuatu.
Insting Mencari Pengetahuan
Kemudian berkembang secara bertahap sampai pada insting kedua untuk bergerak mencari makanan berupa pengetahuan. Ketika melihat adanya sesuatu dan kejadian atau fenomena, ia ingin mengetahui sebabnya. Bila melihat matahari, lalu terbenam, ia bertanya, Di mana matahari itu pada malam hari? Ketika melihat mataair mengalir di kaki gunung, ia bertanya, Dari mana datangnya? Melihat awan bergerak di langit, ia bertanya, Kemana awan itu pergi?
Demikian contoh dari banyak soal yang dia lontarkan tentang sesuatu yang ada serta gerakannya. Hal ini dimotivasi oleh instingnya yang kedua itu (rasa ingin tahu), untuk memenuhinya. Insting yang ini pada hakikatnya adalah gerakan akal di jalan memperoleh pengetahuan, melalui pencarian untuk mengetahui sebab-sebab kejadian.
Ia terus beraksi demikian itu di sepanjang hidup manusia, mencari sebab gerak dan diamnya segala sesuatu. Inilah jalan utama untuk memperoleh semua pengetahuan, dan pengkajian manusia tentang sebab adanya sesuatu berujung pada: siapakah yang mengadakan semua yang ada ini? Yaitu, Tuhan yang menciptakannya.
Dalam demikian itu manusia diarahkan sampai pada bahwa segala yang ada di alam ini, langit dan bumi, dan di antara keduanya, memiliki Tuhan yang mengatur kehidupan setiap makhluk. Inilah makna ayat suci di atas; ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka…
Dengan karunia ilahi ini, yaitu fitrah mengkaji sebab bagi semua wujud dan gerakannya -dan akal yang mengetahui setiap ciptaan memiliki pencipta dan aturan memiliki pengatur- sesungguhnya lingkungan dan orang-orang sekitar tidak dapat memaksakan perkara natural ini. Atas insting yang Allah tanamkan pada diri manusia ini, Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), Bukankah Aku ini Tuhanmu?”.
Mereka menjawab dengan lisan fitrah itu: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” Inilah makna hadis Nabi saw:
كُلُّ مَولُودٍ يُوْلَدُ عَلى الفِطرَةِ حَتَّى يَكُونَ أَبَواهُ يُهِّودانِهِ وَيُنِّصرانِه; “Setiap (manusia) yang lahir dilahirkan atas fitrah, hingga kedua orangtuanya menjadikan ia (beragama) Yahudi atau Nasrani..