ICC Jakarta – Dalam peringatan Milad Muhammadiyah ke-105 di Pagelaran Keraton Ngayogyakarta, muncul ungkapan ‘Muhammadiyah Mualaf Kebudayaan’. Apa maksud dari ungkapan mualaf kebudayaan ini?
“Banyak pakem-pakem budaya termasuk di keraton, kita belum tahu dan tidak tahu secara detail. Poinnya apa, kalau kita sebut mualaf kebudayaan itu (karena) tidak paham detil (pakem) itu,” jelas Ketum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir seusai acara milad di Pagelaran Keraton Yogyakarta, Jumat (17/11/2017).
Menurutnya, setelah mempelajari setiap pakem budaya yang ada di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, ternyata selalu dijumpai makna dibalik pakem tersebut. Makna budaya ini, kata Haedar, sering tidak dimengerti masyarakat.
“Jadi lihat harmoninya bangunan keraton ini, juga menggambarkan bahwa arsitektur dulu bukan hanya sekedar pekerjaan profesi. Tetapi ada suasana kebatinan yang menyatu dengan keselarasan alam, kemudian keselarasan yang di atas (Tuhan) dan sebagainya,” ucapnya.
Nilai-nilai yang ada di setiap pakem budaya, lanjut Haedar di era global seperti sekarang ini sangat mudah tergerus. Dia mencontohkan masyarakat Eropa yang nilai transenden dan kosmologisnya mulai hilang.
“Karena mereka (Eropa) menjadi masyarakat yang fungsional yang robotik tadi. Maka kalau terjadi sedikit gesekan itu ya hitam putih lalu yang penting main terabas, karena yang ‘rasa’-nya tidak hidup,” ungkapnya.
“Nah ini, kami ingin merekat kebudayaan dalam konteks itu,” pungkas Haedar. (bgs/bgs)