ICC Jakarta
No Result
View All Result
  • Home
  • Profil
    • Sambutan direktur
    • Sejarah Berdiri
  • Kegiatan
    • Berita
    • Galeri
  • Artikel
    • Akhlak
    • Alquran
    • Arsip
    • Dunia Islam
    • Kebudayan
    • Pesan Wali Faqih
    • Press Release
    • Sejarah
  • Hubungi kami
  • Login
ICC Jakarta
No Result
View All Result

KEDUDUKAN FIKIH DALAM ISLAM

by admin
April 15, 2019
in Fikih
0 0
Share on FacebookShare on Twitter

ICC Jakarta – Islam adalah agama terakhir dan paling sempurna. Ajaran dan hukumnya sesuai dengan fitrah dan maslahat manusia. Menerapkan ajaran Islam merupakan jalan yang menjamin kebahagiaan, dan sebuah lingkungan yang ideal ialah sebu-ah masyarakat yang menerapkan hukum-hukum Islam. Dan fikih sebagai subjek rangkaian pelajaran-pelajaran ini meru-pakan salah satu dasar utama undang-undang islami dan insani.

Secara umum, ajaran Islam terbagi kepada tiga bagian:

  1. Ajaran-ajaran keyakinan yang disebut dengan ushu-luddin.
  2. Aturan-aturan praktis yang disebut dengan furu-’uddin atau fikih.
  3. Masalah-masalah yang berkaitan dengan kejiwaan dan perbuatan; yang disebut juga dengan akhlak.

Bagian pertama: adalah ajaran yang berkaitan dengan pe-lurusan pikiran dan keyakinan manusia. Ajaran ini harus diterima berdasarkan argumentasi; sekalipun sederhana.  Karena ajaran ini berupa kepercayaan yang memerlukan suatu keyakinan, maka di dalamnya tidak diperbolehkan taklid dan ikut-ikutan orang lain.

Bagian kedua adalah ajaran-ajaran praktis yang menen-tukan tugas-tugas manusia sekaitan dengan pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan atau yang harus diting-galkan. Ajaran ini disebut dengan hukum (baca: fikih). Berkenaan dengan hukum, tidak ada larangan untuk bertaklid kepada orang lain (baca: marja’ atau mujtahid).

Pembagian Hukum

Dalam Islam, setiap pekerjaan manusia memiliki hukum tertentu. Hukum-hukum tersebut antara lain:

  1. Wajib: adalah pekerjaan yang harus dilakukan, dan jika seseorang meninggalkannya, ia akan mendapatkan sik-sa, seperti salat dan puasa.
  2. Haram: adalah pekerjaan yang harus ditinggalkan, dan jika seseorang mengerjakannya, ia akan mendapatkan siksa, seperti bohong dan mendzalimi  orang lain.
  3. Sunah: adalah pekerjaan yang jika seseorang dila-kukannya, ia akan mendapatkan pahala, dan jika ia meninggalkannya, ia tidak mendapatkan siksa, seperti salat tahajud dan bersedekah.
  4. Makruh: adalah pekerjaan yang jika seseorang mening-galkannya, ia akan mendapatkan pahala, dan jika ia melakukannya, ia tidak mendapatkan siksa, seperti me-niup makanan dan memakan makanan panas.
  5. Mubah: adalah pekerjaan yang hukumnya sama antara mengerjakannya dan meninggalkannya, dan pelakunya tidak mendapatkan siksa ataupun pahala; seperti ber-jalan dan duduk.[1]

Taklid

Taklid berarti mengikuti. Mengikuti dalam masalah fikih yaitu mengikuti seorang fakih (seorang ahli fikih). Artinya, seorang mukallaf (muslim) dalam melakukan perbuatan-perbuatannya sesuai dengan fatwa-fatwa seorang atau mujtahid yang diyakininya.[2]

  1. Kewajiban seorang yang bukan mujtahid—dan tentu-nya dia tidak mampu menyimpulkan hukum-hukum Allah swt. secara langsung dari sumber-sumbernya—ialah bertaklid (mengikuti) pendapat dan fatwa se-orang marja’ atau mujtahid.[3]
  2. Tugas sebagian besar dari masyarakat dalam fikih Islam ialah bertaklid, karena hanya sedikit orang yang mampu berijtihad di bidang fikih.[4]
  3. Seorang mujtahid yang diikuti oleh orang lain disebut sebagai marja’ taklid.
  4. Seorang mujtahid yang diikuti oleh orang lain harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
    1. Adil.
    1. Hidup.
    1. Laki-laki.
    1. Baligh.
    1. Syi’ah Imamiyah.
    1. Berdasarkan ihtiyath wajib[5], hendaknya dia paling pandai (a’lam) di antara para mujtahid, dan  tidak rakus akan dunia.[6]

Keterangan Syarat-syarat Seorang Marja’

  1. Adil adalah orang yang berada pada tingkatan takwa. Artinya dia selalu mengerjakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan dosa-dosa. Tanda-tanda orang yang memiliki sifat adil adalah tidak melakukan dosa-dosa besar* dan tidak mengulangi dosa-dosa kecil.[7]
  2. Orang yang baru baligh atau selama ini belum pernah bertaklid, dia harus menetapkan seorang mujtahid yang masih hidup sebagai marja’-nya. Maka, untuk memulai bertaklid, dia tidak boleh menjadikan seorang mujtahid yang sudah meninggal dunia sebagai marja’-nya.[8]
  3. Seseorang yang bertaklid kepada seorang marja’ yang kemudian meninggal dunia sementara dia masih ingin bertaklid kepadanya, dia harus mendapat izin dari muj-tahid yang masih hidup yang diikutinya. Bila mendapat izin untuk itu, maka dia dapat tetap bertaklid kepada marja’ sebelumnya yang telah meninggal dunia itu.[9]
  4. Ada kondisi-kondisi dimana seseorang yang telah men-dapat izin untuk tetap bertaklid kepada marja’-nya yang telah meninggal harus merujuk kepada marja’ kedua (yang masih hidup). Kondisi-kondisi tersebut antara lain; bila marja’ pertama (yang telah meninggal) dalam sebuah masalah tidak memiliki fatwa sementara marja’-nya yang sekarang memiliki fatwa, dan dalam masalah-masalah baru yang tidak ada di masa marja’ sebelumnya seperti; perang atau gencatan senjata dan lain-lainnya.[10]
  5. Seorang mujtahid yang diikuti fatwanya oleh orang lain harus penganut Syi’ah Imamiyah; yaitu mazhab Syi’ah yang meyakini dua belas imam. Maka, seorang mukallaf yang bermazhab Syi’ah Imamiyah tidak boleh menga-malkan fatwa-fatwa ulama dan para mujtahid yang tidak bermazhab Syi’ah Imamiyah.[11]
  6. Islam menetapkan tugas perempuan dan laki-laki sesuai dengan kodrat penciptaannya. Perempuan tidak dibeba-ni tanggung jawab agar menjadi marja’. Tanggung jawab menjadi marja’ sangatlah berat; sebuah posisi yang amat penting. Namun, ini tidak berarti menghapus kebebasan mereka. Ketidakbolehan perempuan menjadi marja’ tidak berarti ia kehilangan peluang menjadi mujtahid. Islam mendorong perempuan mencapai puncak keilmu-an dengan menjadi mujtahid, namun tidak menjadi marja’. Perempuan mujtahid dapat menggali sendiri hukum-hukum Allah dari sumber-sumbernya, yakni Al-Quran, Sunah, Akal dan Ijma’. Pada posisi ini, ia memang tidak perlu bertaklid kepada orang lain.
  7. Yang dimaksudkan dari ‘paling pandai’ ialah ihwal seorang mujtahid yang lebih handal dari mujtahid yang lain dalam menggali hukum-hukum fikih dari sumber-sumbernya.[12]
  8. Seorang mukallaf[13] wajib melakukan penelitian (tafahhush) dalam rangka menentukan mujtahid paling pandai.[14]
  9. Setiap pribadi memiliki kebebasan dalam bertaklid dan tidak harus sama dengan orang lain. Seorang istri, misalnya, dalam hal bertaklid tidak harus sama dengan suaminya. Bila dia telah menentukan seseorang sebagai mujtahid yang telah memiliki syarat-syarat untuk ditaklidi, maka dia bisa bertaklid kepadanya sekalipun suaminya telah bertaklid kepada mujtahid yang lain.[15]

Dari apa yang diuraikan dapat disimpulkan bawha ajaran-ajaran Islam terdiri dari akidah, fikih dan akhlak. Hukum praktis terdiri dari wajib, haram, sunah, makruh dan mubah. Taklid adalah mengamalkan fatwa seorang marja’ taklid.

Tidak dilarang untuk tetap bertaklid pada mujtahid yang sudah meninggal dunia selagi ada izin dari muj-tahid yang masih hidup. Seseorang yang tetap bertaklid kepada mujtahid yang sudah meninggal dunia dalam masalah-masalah baru harus bertaklid kepada mujtahid yang masih hidup.Dalam bertaklid, setiap orang bebas dan tidak harus sama dengan orang lain.


  1. Al-Fatawah Al-Wadihah, Jil. 1, hal. 83.
  1. Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1, hal. 5.
  • Ibid.
  • Ibid. Jil. 1, hal. 5.
  • Tentang pengertian dari ihtiyath wajib ini bisa dirujuk ke pelajaran setelah ini (peny.).
  • Taudhih Al-Masail, masalah 2.
  • Dosa besar adalah dosa yang balasannya adalah azab dan api neraka seperti; berbohong, memfitnah dan sebagainya. Dan selainnya adalah dosa kecil.
  1. Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1,  hal. 10, masalah ke-28.
  • Ibid, Jil. 1, hal. 7, masalah ke-13.
  • Ibid.
  • Istiftaat, Jil. 1, hal. 12, masalah ke-20.
  1. Taudhih Al-Masail, masalah ke-2.
  • Al Urwah Al wusqah, Jil. 1, hal. 7, masalah ke-17.
  • Pada pelajaran berikutnya, mukallaf dijelaskan sebagai orang yang memiliki tugas untuk menjalankan hukum-hukum fikih (peny.).
  • Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1, hal. 6, masalah ke-5.
  • Istiftaat, Jil. 1, hal. 13, masalah ke-25.
admin

admin

Related Posts

Ahlulbait

Animasi Hukum Hukum Puasa

March 2, 2023

Dapat di saksikan lengkap di link berikut https://www.youtube.com/playlist?list=PL9TrAf0wNuNAbk8gJQX7RgKMt8SDsVb46

Fikih

Salat Id

May 11, 2021

ICC Jakarta - Salat id (bahasa Arab:صلاة العيد) adalah salat yang dikerjakan oleh kaum Muslimin pada hari raya Idul Fitri dan Idul Qurban setelah terbitnya fajar. Menurut fatwa kebanyakan fukaha Syiah, pelaksanaan salat...

Fikih

Zakat Fitrah

May 11, 2021

ICC Jakarta - Zakat fitrah (bahasa Arab: زكاة الفطرة) adalah perbuatan wajib dalam fikih Islam yang bemakna membayar harta dengan...

Fikih

Berkah dari Ibadah Haji

July 1, 2020

ICC Jakarta- Awal bulan Dzulqa’dah adalah awal Pekan Haji. Di tahun ini, Pekan Haji menjadi berbeda dibanding tahun-tahun lalu karena...

Amalan Malam Terakhir Ramadhan
Fikih

Amalan Malam Terakhir Ramadhan

May 19, 2020

ICC Jakarta - Jika perjamuan telah selesai, maka sebagai mana layaknya seorang tamu yang hendak berpamitan, maka ada adab dan...

Fikih

Signifikansi puasa dan Ramadhan dalam al-Quran dan hadis?

April 30, 2020

ICC Jakarta - Allah Swt, dalam al-Quran mengenai bulan Ramadhan berfirman bahwa bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan...

Next Post

Perayaan Kelahiran Imam Zaman Afs: Sabtu, 20 April 2019

Imam Ali Khamenei: "Beberapa Penguasa Negara Muslim Menghamba Pada AS dan Israel"

PBNU: Kontestan Pemilu Jangan Memprovokasi Rakyat!

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

ICC Jakarta

Jl. Hj. Tutty Alawiyah No. 35, RT.1/RW.7, Pejaten Barat.
Pasar Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12510

Telepon: (021) 7996767
Email: iccjakarta59@gmail.com

Term & Condition

Agenda

[tribe_events_list]

HUBUNGI KAMI

Facebook
Telegram

Jadwal Salat Hari Ini

sumber : falak-abi.id
  • Lintang: -6.1756556° Bujur: 106.8405838°
    Elevasi: 10.22 mdpl
Senin, 26 Desember 2022
Fajr04:23:34   WIB
Sunrise05:38:32   WIB
Dhuhr11:53:01   WIB
Sunset18:07:31   WIB
Maghrib18:23:39   WIB
Midnight23:15:32   WIB
  • Menurut Imam Ali Khamenei, diharuskan berhati-hati dalam hal waktu salat Subuh (tidak berlaku untuk puasa) dengan menambah 6-7 menit setelah waktu diatas

© 2022 ICC - Jakarta

No Result
View All Result
  • Home
  • Profil
    • Sambutan direktur
    • Sejarah Berdiri
  • Kegiatan
    • Berita
    • Galeri
  • Artikel
    • Akhlak
    • Alquran
    • Arsip
    • Dunia Islam
    • Kebudayan
    • Pesan Wali Faqih
    • Press Release
    • Sejarah
  • Hubungi kami

© 2022 ICC - Jakarta

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist