ICC Jakarta – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj mengatakan bahwa barangsiapa tidak punya tanah air, maka tidak akan pernah punya sejarah, sebab sejarah bisa diukir karena memiliki tanah air.
“Kalau tidak punya tanah air, maka tidak ada sejarahnya,” jelas kiai kelahiran Cirebon ini dalam Silaturahim dan Inaugurasi Alumni Madrasah Kader Nahdlatul Ulama, di Islamic Centre KH Noer Ali Bekasi, Jawa Barat, Kamis (11/4).
Menurutnya, apabila tidak memiliki tanah air, maka tidak akan bisa membangun masjid, mushala, sekolah, dan rumah sakit.
“Mau bangun di mana? Di langit? Maka itu, harus punya tanah air,” kata Kiai Said disambut tawa dari ribuan alumni MKNU dari Subang, Purwakarta, Karawang, Depok, dan Bekasi.
Ia mengungkapkan bahwa rasa cinta tanah air atau nasionalisme di Timur Tengah itu lahir dan dicetuskan dari orang luar. Berbeda dengan Indonesia yang dilahirkan langsung oleh ulama besar, yakni KH Hasyim Asy’ari.
“Pasca-runtuhnya kekhilafahan Islam yang berpusat di Turki pada 1924, maka berdirilah pemerintahan Turki modern yang nasionalis-sekuler,” jelas kiai yang mendapat gelar doktor dari Universitas Umm Al-Qura, Makkah, Arab Saudi, Jurusan Aqidah dan Filsafat ini.
Pada 1930, berdiri partai politik pertama di Arab. Namanya Partai Ba’ath. Pendirinya adalah seorang Kristen Ortodoks dari Damaskus. Ideologinya nasionalisme-sosialis-sekuler.
“Tujuannya adalah untuk menggembleng pemuda-pemuda arab melawan penjajah,” terang Kiai Said.
Kemudian berdiri negara-negara di Timur Tengah. Semua negara berideologi sosialis yang di belakangnya adalah Uni Soviet. Melihat hal itu, kata Kiai Said, pasukan sekutu seperti kebakaran jenggot. Maka, cepat-cepat mereka membuat negara boneka untuk menghadapi negara-negara yang berideologi sosialisme.
“Negara-negara buatan sekutu itu adalah Bahrain, Qatar, Kuwait, Abu Dhabi, Dubai, dan Uni Emirat Arab. Itu semua adalah negara hasil pemberian dari sekutu,” jelas Kiai Said.
Maka, lanjutnya, jika Mesir, Sudan, Libya, dan Tunisia merdeka dengan perjuangan berdarah-darah, berbeda dengan Bahrain, Kuwait, Qatar, UEA, Abu Dhabi, dan Dubai. “Jangan harap perjuangan akan muncul dari Qatar, Kuwait, Bahrain. Itu semua adalah negara boneka,” tegas Kiai Said dengan gaya bicara khas Cirebon.
Karena itulah kemudian, ia mengajak hadirin untuk menaruh rasa hormat dan bangga menjadi warga NU. Sebagai negara, Indonesia tidak merdeka atas pemberian dari negeri penjajah. Jiwa nasionalisme bangsa Indonesia tidak bisa diragukan lagi.
Sedangkan dalam hal beragama, warga NU sudah benar karena mengikuti ulama yang sanad keilmuannya bersambung hingga Rasulullah. “Kita harus bangga menjadi warga NU, sebuah kehormatan. Karena kita sudah benar, baik secara beragama maupun bernegara,” pungkas Kiai Said.
Sumber: NU Online