ICC Jakarta
No Result
View All Result
  • Home
  • Profil
    • Sambutan direktur
    • Sejarah Berdiri
    • Struktur
    • Hubungi kami
  • Kegiatan
    • Agenda
    • Berita
    • Galeri
  • Artikel
    • Alquran
    • Kebudayan
    • Sejarah
    • Akhlak
    • Dunia Islam
    • Pesan Wali Faqih
    • Arsip
  • Press Release
  • Login
ICC Jakarta
No Result
View All Result

Konsepsi dan Sumber Pokoknya dalam kitab Falsafatuna

by admin
June 22, 2020
in Filsafat, Kegiatan ICC Jakarta
0 0
Share on FacebookShare on Twitter

ICC Jakarta – Secara faktual kita sadari bahwa kita sebagai manusia adalah makhluk yang berpengetahuan. Untuk membuktikan apakah kita berpengetahuan kita tak perlu repot pergi ke sebuah laboratorium atau tes otak ke dokter saraf, cukup rasakan dan nikmati bagaimana pikiran kita sedang berputar-putar menggambarkan sesuatu pada dirinya. Terlebih saat kita merasakan berat memikirkan sesuatu, hutang, kredit, bayaran SPP, atau kita sedang membayangkan rumah kita, dimana saat ini kita sedang merantau atau pikiran-pikiran lainnya, itulah bukti sederhana bahwa kita adalah makhluk berpengetahuan.

Dahulu kala, ada seorang filosof Yunani bernama Pyrho dan Giorgias yang mencoba menihilkan atau memustahilkan manusia untuk menerima pengetahuan. Dikatakan bahwa “manusia tak mungkin memiliki pengetahuan” dan atau “kalaupun memiliki pengetahuan pasti pengetahuan tersebut salah” karena dia menganggap alat kita mengetahui yakni indera sering menipu kita. Seperti kita lihat sebuah kayu di air yang terlihat bengkok, atau bulan yang terlihat kecil, dan contoh-contoh serupa.

Statemen tersebut cukup mudah untuk dibantah, kita bisa bertanya apakah proposisi “manusia tak mungkin memiliki pengetahuan” adalah sebuah pengetahuan atau bukan? Sementara untuk statemen yang kedua, jika kita sadar bahwa pengetahuan berdasar indera kita adalah tidak benar sehingga tak ada kebenaran dalam pengetahuan manusia, apakah kesadaran tersebut adalah sebuah kebenaran. Dalam bahasa lain, pernyataan bahwa “pengetahuan manusia pasti salah karena indera sering menipu” apakah juga sebuah kesalahan?

Setidaknya narasi di atas membuktikan bahwa manusia adalah makhluk berpengetahuan. Semakin kita menolaknya semakin membuktikan bahwa kita berpengetahuan.

Akan halnya fakta tersebut, Baqir Sadr memulai dengan sebuah pertanyaan, apakah yang menjadi sumber pengetahuan pada diri manusia? Dan problem sumber utama pengetahuan ini cukup penting dibahas karena ia menjadi landasan paradigmatik (doktrin) bagaimana sebuah kebenaran nantinya disandarkan (dilegitimasikan).

Untuk itu, Baqir Sadr memulai pembahasan pengetahuan dari dua kategori yang umumnya dipelajari dalam logika. dua, yakni 1). Pengetahuan Sederhana atau disebut “konsepsi” atau “tashawwur”, dan 2). Pengetahuan Penilaian atau disebut “Tashdik”, yakni pengetahuan yang memberikan penilaian.

Pengetahuan konsepsi adalah pengetahuan yang bersifat tunggal atau sederhana dan majemuk. Seperti pengetahuan/gambaran kita dari apa yang kita lihat, dengar, cium dan raba — (inderawi). Seperti pohon, laut, tembok, batu dan lainnya. Juga pengetahuan yang hadir dalam diri kita sendiri, seperti pengetahuan akan rasa takut, cemas, galau, sakit yang kita alami. Yang tak memiliki obyek (inderawi) di realitas.

Tegasnya, sebuah pengetahuan persis sebagaimana kita menangkapnya dari alam dan diri kita.

Karena ia bersifat sederhana/tunggal dalam pengetahuan kita, maka ia tak berindikasi penilaian apa-apa. Atau pikiran kita menerima “begitu adanya sebagaimana ia tergambar”.

Oleh karenanya pula pengetahuan model ini bersifat SUBYEKTIF. Setiap individu memahaminya dalam pikirannya (gambaran) masing-masing.

Sementara pengetahuan model ke-2, yakni Tashdik, sebuah pengetahuan yang berkomposisi berupa proposisi, setidaknya terdiri dari subyek dan predikat. Seperti “gula ini manis” di mana gula sebagai subyek dan manis sebagai predikatnya. Dengan adanya subyek dan predikat ini maka menuntut untuk ditetapkan benar dan tidaknya. Demikian pengetahuan proposisional ini disebut sebagai pengetahuan tashdiki karena mengandung unsur penilaian sehingga ia bernilai OBYEKTIF.

Perbedaan antara pengetahuan model tashawwur (Konsepsi) dan tashdik (afirmasi/asersi) adalah jika Tashawwur arah fokus pembicaraan kita adalah pada pengetahuan dalam benak kita (sebuah gambaran yang hadir). Sementara pada Tashdik, arah fokus pembicaraan pada realitas yang dimaksud oleh tashawwur tersebut. Misal sederhananya, jika dalam benak kita terdapat “gambaran” tentang kopi, maka itulah tashawwur, namun kopi yang ada di pikiran kita bukanlah realitas kopi, yang realitas adalah sesuatu yang kita minum sambil ngobrol2 bersama kawan2 kita di cafe, yang kita sebut itu “k-o-p-i”.

Soal Tashawwur dan Tashdik ini sungguh penting. Karena dunia yang berlangsung saat ini dengan melesatnya perkembangan teknologi informasi di satu sisi dan maraknya emosionalitas dalam berkeyakinan di sisi yang lain sering menghadirkan kekeruhan situasi sosial kita. Seseorang misalnya tanpa bekal pengetahuan dan informasi yang cukup begitu membaca informasi mengenai ajaran atau pemikiran satu atau sekelompok orang dari Facebook, Youtube atau chat Wa-nya begitu mudah menghukumi sesat, kafir, bid’ah secara tiba-tiba.

Kadangkala pula kita sering terlibat dalam satu perdebatan, menilai dan menghukumi sesuatu apakah benar dan salah tanpa terlebih dahulu mempertanyakan apakah kita sudah memiliki konsep yang memadai atas apa yang kita nilai?

Misal ada sekelompok orang berkata bahwa demokrasi itu sistem yang buruk, demikian ia mengatakan seperti itu karena sering ia melihat terdapat ricuhnya masyarakat kala Pemilu berlangsung, konflik politik antar elit yang sering berimbas pada tataran grassroot, dan elit-elit penguasa yang tak jera-jera mengkorup uang rakyat. Namun di sisi lain ada yang mengatakan demokrasi itu adalah sistem terbaik karena ia adalah sebuah bentuk kekuasaan yang dihasilkan oleh konsesnsus kesepakatan rakyat.

Terlihat kedua pandangan tersebut berbeda dalam penilaiannya. Keduanya memiliki Tashdik (penilaian) yang berbeda karena masing-masing mengambil tashawwur yang berbeda pula. Pertanyaannya apakah keduanya layak diperdebatkan bila garis konsepsi awalnya telah beda. yang satu melihat demokrasi dari segi praktik yang disebut praktik demokrasi: Pemilu, lembaga negara dan lainnya. sementara yang lain melihat demokrasi dari segi konsep definitifnya yakni Pemerintahan (kratos) dari rakyat (Demos).

Demikianlah perbedaan tashawwur/konsepsi dapat menyebabkan perbedaan cara menilai. Nah tashawwur tersebut dapat dinilai benar dan tidaknya bilamana diselaraskan dengan sumbernya.

Kembali pada soal utama kita. Apakah/darimakah sumber utama pengetahuan? Demikian Baqir Sadr mempertanyakan awalan analisanya.

Sumber: Ikmal online

admin

admin

Related Posts

Kemajuan Iran Pasca Revolusi
Kebudayan

Kemajuan Iran Pasca Revolusi

May 24, 2023

ICC Jakarta - Revolusi Islam Iran telah memasuki usia 38 tahun. Tepatnya tanggal 11 Februari 1979 lalu, kekuasaan monarki di...

Ahlulbait

Ketahuilah Keutamaan Fathimah, Jangan Hanya Namanya

December 28, 2022

Dalam tradisi Ahlulbait, ada hari-hari yang disebut sebagai Ayyamul Fathimiyah. Ada beberapa pendapat yang menyebutkan kapan hari syahid Sayidah Fathimah....

Ahlulbait

Bukan Hanya karena Nasab, Fathimah Mulia karena Besar dan Agung Akhlaknya

December 28, 2022

Selain nasab dan keturunan, keutamaan akhlak adalah yang membentuk siapa seseorang tersebut. Sayidah Zahra, adalah keturunan manusia paling agung dan...

Arsip

PERINGATAN SYAHADAH SAYIDAH FATHIMAH AZZAHRA SA.

March 1, 2023

UNDANGAN PERINGATAN SYAHADAH SAYIDAH FATHIMAH AZZAHRA SA.Riwayat Kedua Islamic Cultural Center Jakarta bersama: Ustad Husain ShahabSelasa, 27 Desember 202219.00 WIB...

Arsip

Muslimah berperan lebih penting baik dalam organisasi maupun majelis taklim.

February 28, 2023

Muslimah Ahlulbait Indonesia menyelenggarakan kegiatan peringatan wiladah Sayidah Zainab s.a. dan Sarasehan Nasional bersama Majelis Taklim di seluruh Indonesia, Sabtu...

Kegiatan ICC Jakarta

PEREMPUAN, HAM, DAN NEGARA
MEMBACA KASUS MAHSA AMINI DI HADAPAN KONSTITUSI IRAN DAN HAM

November 15, 2022

🔴 WEBINAR NASIONAL PEREMPUAN, HAM, DAN NEGARAMEMBACA KASUS MAHSA AMINI DI HADAPAN KONSTITUSI IRAN DAN HAM Situasi politik Iran sempat...

Next Post
Rabbi Senior Yahudi Iran: Israel Bertentangan dengan Agama Yahudi !

Rabbi Senior Yahudi Iran: Israel Bertentangan dengan Agama Yahudi !

Perayaan Milad Imam Rido AS Virtual

Keutamaan Sayidah Fatimah Ma’sumah Qom

Keutamaan Sayidah Fatimah Ma'sumah Qom

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

ICC Jakarta

Jl. Hj. Tutty Alawiyah No. 35, RT.1/RW.7, Pejaten Barat.
Pasar Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12510

Telepon: (021) 7996767
Email: iccjakarta59@gmail.com

Term & Condition

Agenda

[tribe_events_list]

HUBUNGI KAMI

Facebook
Telegram

Jadwal Salat Hari Ini

sumber : falak-abi.id
  • Lintang: -6.1756556° Bujur: 106.8405838°
    Elevasi: 10.22 mdpl
Senin, 26 Desember 2022
Fajr04:23:34   WIB
Sunrise05:38:32   WIB
Dhuhr11:53:01   WIB
Sunset18:07:31   WIB
Maghrib18:23:39   WIB
Midnight23:15:32   WIB
  • Menurut Imam Ali Khamenei, diharuskan berhati-hati dalam hal waktu salat Subuh (tidak berlaku untuk puasa) dengan menambah 6-7 menit setelah waktu diatas

© 2022 ICC - Jakarta

No Result
View All Result
  • Home
  • Profil
    • Sambutan direktur
    • Sejarah Berdiri
    • Struktur
    • Hubungi kami
  • Kegiatan
    • Agenda
    • Berita
    • Galeri
  • Artikel
    • Alquran
    • Kebudayan
    • Sejarah
    • Akhlak
    • Dunia Islam
    • Pesan Wali Faqih
    • Arsip
  • Press Release

© 2022 ICC - Jakarta

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist