ICC Jakarta – Masjid berkubah hijau sudah lazim. Demikian juga yang berkubah kuning. Masjid berkubah biru, Blue Mosque, sudah ada di Istanbul, Turki dan Pondok Indah, Jakarta. Masjid kubah emas juga sudah muncul di Depok, Jawa Barat.
Masjid berkubah merah putih, saya lihat pertama kali pada Jumat, 29 April 2016 ketika peluncuran Masjid Al Madinah, Dompet Dhuafa (DD), di Zona Madina, Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat oleh Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar.
Sejarawan Prof Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya “Api Sejarah” menyebut bendera Nabi Muhammad SAW berwarna merah putih, merujuk hadis Qudsi seperti disiarkan Koran Republika, 10 Agustus 2014.
Warna bendera Kerajaan Demak, negara Islam pertama di Pulau Jawa, pada abad ke-15 Masehi, menurut lakon Kethoprak, adalah merah putih, yang disebut panji gula kelapa. Armada Demak di bawah pimpinan Adipati Unus, panglima Demak, mengibarkan bendera merah putih waktu menyerang bangsa Portugis di Malaka tahun 1511.
Lebih dulu dari itu, tersebut dalam hikayat bahwa Maha Patih Gajah Mada berhasil mempersatukan seluruh wilayah Nusantara di bawah Kerajaan Majapahit dengan mengibarkan panji gula kelapa.
Alkisah, Bung Karno menjelang Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus, 1945 menyuruh istrinya Fatmawati menjahit dengan tangannya dua lembar kain berwarna putih dan merah untuk menjadi bendera resmi pertama RI. Bendera pertama yang dikibarkan pada saat proklamasi itu kini dianggap bendera pusaka. Warna merah dan putihnya sudah pudar, kusam, dimakan usia.
Kisah itu tertuang dalam otobiografi Soekarno seperti yang diceritakan kepada Cindy Adams, wartawati Amerika Serikat yang dipercaya untuk menulisnya. Buku itu dalam versi Indonesia berjudul Soekarno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia
Bung Karno dalam otobiografinya menyebut warna bendera merah putih merujuk pada awal penciptaaan manusia, yakni berkat bercampur, menyatunya darah perempuan yang berwarna merah dan sperma laki-laki yang berwarna putih.
Disebut juga matahari berwarna merah, bulan berwarna putih. Tanah Indonesia berwarna merah, getah dari tumbuhan putih. Merah dikenal sebagai lambang keberanian dan putih lambang kesucian.
Dalam tradisi selamatan, orang Jawa dulu selalu menyajikan “jenang abang-putih” (bubur merah-putih) untuk tolak bala (jenang sengkolo). Dalam khazanah budaya Melayu ada Sekapur Sirih. Kapur berwarna putih dan sirih kalau dikunyah menghasilkan air ludah berwarna merah, yang disebut “dubang” dalam bahasa Jawa. Menurut Bung Karno, bendera merah putih sudah ada sejak 6.000 tahun.
Tanpa bermaksud untuk ber-gelemak peak dengan politik warna (politics of colours), tapi dengan niat kuat untuk menjunjung tinggi panji Kanjeng Nabi Muhammad SAW dan menghormati jasa para leluhur, Bapak-bapak dan Ibu-ibu pendiri bangsa Indonesia, saya sebagai pendiri dan ketua Dewan Pembina DD, setelah berdiskusi dengan pengurus, memutuskan kubah Masjid Al-Madinah yang akan dibangun DD berwarna merah putih.
Ada gradasi warna merah: tua, merah darah dan merah muda. Untuk mengurangi rasa penasaran, saya minta Mas Yuli Pujihardi, Direktur Eksekutif Dompet Dhuafa Filantopi (waktu itu), untuk membelikan kelapa hijau muda guna mengusir haus menjelang upacara pemasangan kubah Al Madinah. Dari penjual kelapa muda, saya dapat pengetahuan baru.
Tidak semua kelapa hijau, warna kulit luarnya harus hijau. Bisa hijau, bisa kuning. Untuk mengetahui tanda kelapa hijau yang sebenarnya, sang penjual memangkas dengan pisau ujung buah kelapa warna kuning, dan muncullah warna merah muda semburat putih. Mungkin itu yang dimaksud warna gula kelapa.
Segera dipotret warna itu dan kemudian ditetapkan menjadi warna kubah masjid Al Madinah. Mungkin ini kubah warna merah putih pertama di Indonesia, bahkan dunia.
Pusat Keunggulan
Tujuan pembangunan Al Madinah adalah untuk menjadikan masjid sebagai model sebuah pusat keunggulan (a center of excellence). Masjid sebagai tempat ibadah ritual “hablulminalloh” (hubungan dengan Alah) dalam bentuk sholat, berdzikir dan mengaji sudah biasa. DD ingin menjadikan masjid berfungsi sebagai pusat pemberdayaan masyarakat miskin dalam bidang ekonomi, kesehatan, pendidikan, kebudayaan, di samping fungsi utamanya untuk pembinaan imam dan takwa.
Karena itu, Al Madinah yang berdiri di zona seluas hampir tujuh hektare itu dilengkapi dengan rumah sehat (rumah sakit), Lembaga Pengembangan Insani (Smart Ekselensia Indonesia, sekolah akselerasi SMP-SMA lima tahun berasrama, Sekolah Guru Indonesia, Markmal Pendidikan, pusat seni budaya (Kampung Silat Jampang), tempat latihan teater, kemah Pramuka, pasar/kios, taman tempat bermain dengan flying fox dan studio radio komunitas Swara Cnta dan Z(akat) TV.
Semua bangunan dan fasilitas itu diintegrasikan dalam satu zona dengan masjid sebagai pusatnya. Ini merujuk pada fungsi masjid di jaman Rasululloh.
Masjid berlantai dua itu berdaya tampung 2.000 orang, dilengkapi sebuah ruangan pertemuan di lantai satu berkapasitas 2.000 orang.
Desa Jampang sendiri sebagai hinterland Zona Madina telah dirancang untuk dikembangkan sebagai tujuan wisata agro-budaya (pertanian dan perikanan). Tersedia acara bersepeda keliling desa, outbound dengan atraksi penyeberangan danau dengan rakit.
Kuliner lokal yang terkenal, antara lain adalah pecak ikan dan gabus pucung. Untuk antisipasi kunjungan wisatawan asing telah dibuka “The Jampang English Village”, tempat kursus bahasa Inggris untuk penduduk setempat.
Wagub Jawa Barat Deddy Mizwar dalam pidatonya ketika “soft launching” Al Madinah menyambut baik model pemberdayaan masyarakat berbasis masjid seperti di Zona Madina.
Pemprov Jabar akan membangun masjid serupa di atas lahan sekitar 30 ha dengan danau di Gedebage, Bandung.
Ia mendorong masjid menjadi pusat peradaban umat. Deddy Mizwar yang aktor itu berucap setengah bercanda: “Lain deh kalau rapat di dalam masjid, pasti tidak ada gontok-gontokan, kursi melayang dan meja terbalik”.
Dana untuk pembangunan Al Madinah berasal dari sumbangan donatur DD, berupa infak, sedekah dan wakaf. Sampai April 2016 ini telah terkumpul sekitar Rp7 miliar. Al Madinah masih dalam tahap penyelesaian akhir (finishing touch), diharapkan pembukaan akbar bisa dilakukan dalam Bulan Ramadhan mendatang.
Sejak 29 April 2016, masjid ini sudah dapat berfungsi.
Banyak kalangan berharap Masjid Al Madinah yang berkubah merah putih bisa menjadi model “center of excellence” demi kebangkitan, kejayayaan dan kesejahteraan rakyat Indonesia atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa seperti tersurat dalam Mukadimah UUD 1945.
Oleh Parni Hadi: Wartawan senior, pengamat media, Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi LKBN ANTARA periode 1998 sampai 2000, dan Direktur Utama Radio Republik Indonesia (RRI) periode 2005 sampai 2010.
Source: Merdeka