Pertanyaan: Apa saja faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam membentuk keluarga Qur’ani?
Jawaban:
Membina dan membangun sebuah keluarga bahagia dalam rumah tangga bukanlah suatu perkara yang mudah. Terdapat banyak faktor yang harus diperhatikan oleh pasangan suami istri bila ingin membentuk keluarga bahagia yang diridhai Allah SWT. Faktor-faktor itu antara lain adalah:
1.Faktor Suami Istri
Suami istri merupakan faktor utama dalam pembentukan sebuah keluarga bahagia. Damainya sebuah institusi pernikahan tergantung kepada hubungan dan peranan suami istri untuk membentuk keluarga masing-masing. Kepala keluarga atau ibu bapak perlu saling hormat-menghormati di antara satu sama lain karena anak-anak akan mudah terpengaruh dengan tingkah laku mereka.
Suami adalah kepala keluarga yang memainkan peranan paling penting untuk membentuk sebuah keluarga bahagia. Suami yang bahagia ialah suami yang sanggup berkorban dan berusaha untuk memenuhi kepentingan keluarga dan rumah tangga yaitu memberi makan makanan yang baik untuk anak-anak dan istri, menjaga hak istri, memberi pakaian, mendidik anak-anak dan istri dengan didikan Islam yang benar serta menyediakan rumah bagi istri dan anak-anaknya.
Istri solehah ialah istri yang bisa menjaga hak suami, harta suami, anak-anak, menjaga harga diri dan juga harga diri suami serta membantu menjalankan urusan keluarga dengan sifat ikhlas, jujur, bertimbang rasa, amanah, dan bertanggungjawab
2. Faktor Keilmuan
Untuk membangun keluarga Qurani diperlukan pengetahuan-pengetahuan yang kukuh tentang permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan pendidikan anak-anak dan mengelola rumah tangga. Membina sebuah keluarga bahagia dengan asas yang kukuh terutama dengan pengetahuan keagamaan dapat menjadikan individu berfikir, dan bertindak sesuai dengan fitrah insaniah yang diberikan oleh Allah SWT. Keluarga Islam harus selalu meningkatkan kualitas pemikiran Islam yang sebenarnya sesuai dengan perubahan zaman
3. Faktor Ekonomi
Masalah ekonomi menjadi masalah yang harus diperhatikan dalam sebuah rumah tangga karena untuk tetap kegiatan di rumah tangga berjalan, diperlukan dana operational untuk mengelola kebutuhan-kebutuhan dalam sebuah keluarga. Kebutuhan pangan, sandang, papan, pendidikan, pengobatan semua harus diperhatikan dan dipenuhi. Suami sebagai kepala rumah tangga yang berkewajiban memenuhi nafkah bagi anggota keluarga hendaknya berusaha dengan sungguh-sungguh dalam bekerja.
Disebutkan dalam hadis dari Imam Shadiq As bahwa beliau membenci seseorang yang bermalas-malasan untuk mencari nafkah bagi keluarganya.
Diriwayatkan bahwa pada suatu hari, seorang sahabat Imam Shadiq tidak hadir dimajelis padahal biasanya ia tidak pernah absen. Oleh itu beliau menanyakan kepada sahabatnya.
Salah seorang sahabat menjawab: Wahai putra Rasulullah, saat ini ia semakin susah hidupnya.
Lalu apa kerjanya?
Ia duduk-duduk saja di rumahnya. Kerjanya hanya sibuk beribadah.
Dari mana nafkah untuk keluarganya?
Dari salah seorang karibnya.
Demi Allah, temannya itu lebih abid dari pada dia. (Wasail Syiah, jil. 2, hal. 529)
Pengurusan ekonomi dalam rumahtangga seharusnya tidak dipandang remeh oleh setiap pasangan. Keadaan ekonomi yang tidak stabil menyebabkan masalah yang akan timbul dalam rumahtangga.
Disisi lain, seorang istri dianjurkan untuk tidak terlalu mengedepankan aspek material di luar kemampuan suami. Setiap keluarga harus mengukur kemampuan masing-masing agar jangan sampai aspek ekonomi rumahtangga sebagai sebab bergolaknya keluarga dan penghalang untuk membentuk sebuah keluarga bahagia.
Sebuah keluarga sepatutnya bijak dalam menyusun, mengatur, dan merancang keuangan keluarga dan tidak berbelanja lebih dari kebutuhan dan kemampuannya sehingga kehidupan perekonomiannya akan longgar. Sangat banyak kita temui keadaan keluarga yang telah terjangkiti penyakit konsumerisme, mereka belanja lebih dari kebutuhannya. Repotnya jika tidak dibarengi dengan keadaan ekonomi yang memungkinkan dan jika pendapatannya mendukung, tentu berbelanja lebih dari keperluannya merupakan tindakan israf dan berlebih-lebihan dan dilarang oleh al-Quran. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.” (Q.S Al-a’raf[7]:31).