ICC Jakarta – Untuk mengetahui sejarah tokoh-tokoh besar, tidak ada salahnya, bahkan sangat baik jika pengenalan terhadap tokoh-tokoh yang dimaksud dimulai dari pengenalan orang tua mereka sehingga kita akan mengetahui bagaimana cara mendidik mereka sehingga bisa menghasilkan pribadi-pribadi yang unggul dan memiliki karakter yang mulia.
Misalnya jika kita ingin mengetahui sejarah Nabi Muhammad Saw, maka mengenal Aminah binti Wahab menjadi penting dalam bagian pengenalan sejarah Nabi Saw karena dari rahim beliaulah Nabi Saw dilahirkan. Ibunda Nabi Muhammad Saw lahir dari seorang ibu yang bernama Barah. Abdul Mutthalib meminangkan Aminah untuk putranya Abdullah dan pada akhirnya keduanya dinikahkan oleh Abdul Mutthalib. Aminah kemudian mengandung Nabi Muhammad Saw. Ia berkata bahwa selama mengandung putranya ia sama sekali tidak pernah merasa susah dan menderita hamil.
Aminah binti Wahab bin Abdu Manaf bin Zahra bin Kilab lahir dari seorang ibu yang bernama Barah putri Abdul Uza bin Usman bin Abdud-Dar bin Qasha dimana ibu Barah juga adalah putri dari Ummu Habib binti Asad bin Abdul Uza bin Qasha.
Pernikahan dengan Abdullah dan Masa Mengandung Rasulullah Saw
Setelah peristiwa kurban seratus unta sebagai tebusan tiadanya hewan kurban dari Abdullah, Abdul Mutthalib disertai dengan Abdullah pergi ke rumah Wahab bin Abdu Manaf yang merupakan kepala suku Bani Zahra dan melamar putrinya untuk Abdullah. Pihak yang dilamar juga menerima lamaran dan Aminah menikah dengan Abdullah. Pada hari itu juga acara pernikahan berlangsung.
Aminah mengandung Rasulullah Saw dan berdasarkan beberapa nukilan dari Aminah, ia tidak pernah merasakan sakit dan derita selama masa hamil. Katanya, “Tatkala saya mengandungnya saya sama sekali pernah merasa susah sebagaimana lazimnya kaum wanita tatkala mengandung. Suatu waktu saya bermimpi seolah seseorang datang kepadaku dan berkata bahwa engkau tengah mengandung sebaik-baik makhluk; tatkala masa persalinan tiba, kondisinya sangat mudah bagiku.”[1]
Iman Aminah Bunda Nabi Saw
Salah satu pembahasan tentang keimanan para pendahulu nabi adalah pembahasan mengenai Abu Thalib. Sedangkan pembahasan mengenai keimanan Ibunda Rasul kurang menjadi perhatian. Nah, bagaimana sebenarnya iman dan agama yang diikuti oleh Aminah ibunda Rasulullah Saw?
Dalam beberapa literatur Syiah, Syaikh Shaduq dalam kitab I’tiqad Syiah memperkenalkan Aminah sebagai seorang yang beriman.
Bukti-bukti dari klaim diatas adalah: Tatkala Rasulullah Saw menyelesaikan haji perpisahan dan dalam perjalanan menuju Madinah, ia mampir di sebuah kuburan yang telah rusak. Ia berdiri di hadapan kuburan tersebut untuk beberapa lama kemudian menangis di atas kuburan. Para sahabat berkata, “Siapa gerangan pemilik kuburan ini wahai Rasulullah.”
Rasulullah Saw menjawab, “Kuburan ibundaku Aminah binti Wahab. Saya memohon kepada Allah Swt untuk memberikan izin kepadaku untuk berzirah kemudian turun izin dan saya pun berziarah.”
Riwayat ini dinukil dalam literatur-literatur Syiah[2] dan Sunni.[3] Berangkat dari riwayat di atas, menurut ayat al-Quran, Rasulullah Saw tidak dibolehkan untuk mendatangi kuburan orang-orang kafir dan musyrik:
وَلا تُصَلِّ عَلى أَحَدٍ مِنْهُمْ ماتَ أَبَداً وَلا تَقُمْ عَلى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ کَفَرُوا بِاللهِ
وَ رَسُولِهِ وَ ماتُوا وَ هُمْ فاسِقُونَ
“Dan janganlah kamu sekali-kali menyalatkan (jenazah) orang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan rasul-Nya, dan mereka mati dalam keadaan fasik.” (Qs. Al-Taubah [9]:84)
Imam Shadiq As bersabda, “Jibril datang menghadap kepada Rasulullah Saw dan berkata, “Wahai Muhammad! Sesungguhnya Allah Swt memberikan izin kepadamu untuk memberikan syafaata kepada lima orang. (di antaranya) rahim yang mengandungmu yaitu Aminah bin Wahab.[4]
Dari apa yang telah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa Aminah bukan merupakan seorang yang bermazhab kafir dan syirik, melainkan seorang yang beriman.
Dari uraian dan paparan di atas para nenek moyang nabi, khususnya Ibunda Nabi adalah orang-orang yang memiliki keimanan yang sempurna terbukti bahwa al-Quran mmeberikan hak kepada Nabi untuk memberikan syafaat kepada mereka karena jika mereka kafir, al-Quran tidak akan memberikan hak pemberian syafaat oleh Nabi Muhammad Saw meskipun kepada ibu kandungnya. []
[1] Ibnu Katsir Dimasyqi, Ismail bin Umar, al-Bidâyah al-Nihâyah, jil. 2, hal. 249, Beirut, Dar al-Fikr, 1407 H.
[2] Syaikh Mufid, al-Fushul al-Mukhtarah, jil. 2, hal. 64, Qum, Kongre Syaikh Mufid, Cetakan Pertama, 1413 H.
[4] Syaikh Shaduq, al-Khishâl, jil. 1, hal. 294, Qum, Daftar Intisyarat Islami, Cetakan Pertama, 1362 S.