ICC Jakarta – Abas bin Muhammad Ridha al-Qumi (1294-1359 H) terkenal dengan Syaikh Abas Qumi dan juga Muhaddits Qumi, seorang ulama Syiah abad 14 H. ia lahir di Qum, Iran pada tahun 1294 H. Ayahnya adalah Muhammad Ridha Qumi, seorang agamawan dan marja’ bagi masyarakat dalam masalah-masalah syara’. Ibunya bernama Banu Zainab juga merupakan seorang perempuan yang beragama dan bertakwa.
Muhaddits Qumi terkait dengan ibundanya berkata: Kesuksesan yang kumiliki dikarenakan berkah ibuku karena ibuku selalu berwudhu ketika memberikan ASI kepadaku.
Syaikh Abbas Qum pada masa kanak-kanak dan remaja menghabiskan kehidupannya di Qum. Sebagian guru-guru beliau di Qum adalah:
- Mirza Muhamad Arbab Qumi
- Syaikh Abul Qasim Qumi
- Sayid Ahmad Thabathabai Qumi, ayah mertua
Untuk menyempurnakan pengetahuan-pengetahuannya tentang ilmu dan ma’arif-ma’arif, ia melakukan perjalanan ke berbagai daerah Islam seperti ke Najaf ketika ia tengah berusia 22 tahun. Sebagian guru-gurunya adalah:
- Sayid Muhammad Kadhim Thabathabai Yazdi pengarang kitab fikih Urwah al-Wutsqa
- Mirza Husain Nuri terkenal dengan Muhadits Nuri pengarang kitab al-Mustadrak
- Mirza Muhammad Taqi Syirazi terkenal dengan nama Mirzai II
- Sayid Hasan Sadra Kadhimi
- Sayid Abul Hasan Naqawi Lakanhui
Pada tahun 1322 H, setelah meninggalnya Muhaddits Nuri, Muhaddits Qumi meninggalkan Najaf dan kembali ke Iran. Ia selama tinggal di Iran, beberapa kali pergi berziarah ke Atabat Aliyat dan pergi berziarah haji lagi.
Pada hari Jumat, 1 Rabiul Tsani 1332 H ia pergi ke kota Masyhad dengan maksud tinggal di sana. Sebab tinggalnya ia di Masyhad adalah karena permintaan Haj Agha Husain Qumi. Ia tinggal di sana hingga tahun 1354 H.
Selama di Masyhad, ia berguru kepada Agha Buzurg Hakim Syahidi, Mirza Muhammad Khurasani putra Akhund Khurasani, Syaikh Murtadha Asytiyani, Agha Husain Qumi, Mirza Abdul Jawad Adib Nisyaburi dan ulama-ulama lainnya.
Ia selama tinggal di Masyhad yaitu selama 22 tahun menulis berbagai macam kitab dan membuat majelis-majelis ilmu dan ceramah-ceramah yang menjadi pembicaraan baik bagi kalangan orang pintar maupun kalangan masyarakat umum. Ia juga menentang orang-orang Amerika dan memberi penerangan-penerangan kepada penduduk hingga ia diancam hukum mati oleh Komite Hukuman Demokrasi Masyhad.
Mengenai akhlaknya, Agha Buzurg Tehrani yang merupakan seorang kawan dan orang yang sangat menaruh penghormatan kepada Syaikh Abbas berkata: Ia adalah contoh nyata manusia sempurna, seorang alim dan fadhil dan memiliki sifat-sifat mulia seperti berbudi pekerti luhur, tawadhu dan alimnya. Dzatnya sehat dan jiwanya mulia, menjauhkan diri dari kesombongan dan hidup secara zuhud. Aku selama hidup dengannya, menyukainya dan jiwaku dengan jiwanya telah menyatu.
Terkait dengan kehidupan pribadinya, menurut laporan Dawani, Syaikh Abbas Qumi hidup dalam garis kemiskinan dan tidak memiliki fasilitas, namun ia tetap melanjutkan karyanya. Dawani juga menukilkan dari Agha Buzurg bahwa tidak ada yang bisa memberhentikan ia dari tahkik dan penulisan kitab. Ia sendiri dalam suratnya kepada Ayatullah Faidh Qumi menyebutkan permasalahan-permasalahan yang dihadapinya.
Ia adalah seorang muhaddits, sejarawan dan khatib yang ulung. Ia mengarang kitab-kitab seperti Mafatih al-Jinan, Safinah al-Bihar dan Muntaha al ‘Amal.
Pada akhirnya Muhaddits Qumi meninggal pada malam Rabu, 22 Dzulhijjah tahun 1359 H pada usia 65 tahun di Najaf. Sayid Abul Hasan Isfahani menyalati ia di Haram Imam Ali As. Jenazahnya dikuburkan disamping gurunya, Muhaddits Nuri.