ICC Jakarta – Kartini sangat takjub ketika ia mendapatkan pencerahan dari seorang ulama, Kyai Soleh Darat. Betapa tidak, selama ini ia menganggab bahwa “Al- Quran terlalu suci sehingga tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apa pun, orang belajar Alquran tapi tidak memahami apa yang dibaca” seperti yang ia tuliskan kepada Stella Zihandelaar tertanggal 6 November 1899.
Ketika Kartini mendengarkan pengajian Kyai Sholel Darat di rumah Bupati Demak Pangeran Ario Hadiningrat, yang juga pamannya, ia sangat terpukau dan tertegun. Sepanjang pengajian, Kartini seakan tak sempat memalingkan mata dari sosok Kyai Sholeh Darat, dan telinganya memburu kata demi kata yang disampaikan sang penceramah.
Keadaan ini sangat bisa dipahami karena selama ini Kartini hanya tahu membaca Al Fatihah, tanpa pernah tahu makna ayat-ayat itu.
Setelah pengajian, Kartini mendesak pamannya untuk menemaninya menemui Kyai Sholeh Darat. Sang paman tak bisa mengelak, karena Kartini merengek-rengek seperti anak kecil. Berikut dialog Kartini-Kyai Sholeh.
“Kyai, perkenankan saya bertanya bagaimana hukumnya apabila seorang berilmu menyembunyikan ilmunya?” Kartini membuka dialog.
Kyai Sholeh tertegun, tapi tak lama. “Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?” Kyai Sholeh balik bertanya.
“Kyai, selama hidupku baru kali ini aku berkesempatan memahami makna surat Al Fatihah, surat pertama dan induk Alquran. Isinya begitu indah, menggetarkan sanubariku,” ujar Kartini.
Kyai Sholeh tertegun. Sang guru seolah tak punya kata untuk menyela. Kartini melanjutkan; “Bukan main rasa syukur hati ini kepada Allah. Namun, aku heran mengapa selama ini para ulama melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al Quran ke dalam Bahasa Jawa. Bukankah Al Quran adalah bimbingan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?”
Kartini telah menggugah kesadaran Kyai Sholeh untuk melakukan pekerjaan besar; menerjemahkan Alquran ke dalam Bahasa Jawa.
Setelah pertemuan itu, Kyai Sholeh pun menerjemahkan ayat demi ayat, juz demi juz. Sebanyak 13 juz terjemahan diberikan sebagai hadiah perkawinan Kartini. Kartini menyebutnya sebagai kado pernikahan yang tidak bisa dinilai manusia.
Kyai Sholeh Darat menerjemahkan al-Quran sampai Surat Ibrahim saja karena ia telah dipanggil Sang Maha Kuasa.
Ya Kyai Sholeh telah membawa Kartini ke perjalanan transformasi spiritual. Kartini mempelajari terjemahan al-Quran secara serius, hampir di setiap waktu luangnya. [SZ]