Dalam kehidupan keseharian, kita sering bertanya-tanya mengapa Allah Swt menguji kita? Kerap kali kita memikirkan bahwa Allah Swt lebih sayang kepada orang lain dari pada diri kita. Namun jika kita lebih menelisik lebih dalam, sebenarnya berbagai ujian Ilahi bukanlah bermaksud untuk menyusahkan kita, dan ketika kita merujuk kepada ayat dan riwayat maka kita jumpai bahwa pelbagai ujian ini, merupakan sebuah tradisi (sunnah) dan aturan-aturan Ilahi yang berpijak pada tradisi-tradisi lainnya seperti, tujuan tarbiyah (mendidik) dan petunjuk umum Ilahi. Allah Swt, melalui syariat yang ditetapkan bagi seluruh manusia dan berbagai peristiwa yang terjadi, berkehendak bahwa semua ini tidak keluar dari kemampuan, bakat dan potensi manusia.
Jadi, pada dasarnya semua ujian Ilahi berpijak pada asas tarbiyah umum Ilahi dan dengan tarbiyah semacam ini kondisi manusia menjadi jelas ia termasuk golongan mana? Apakah ia termasuk golongan orang-orang yang mendapat ganjaran atau hajaran?
Al-Qur’an menjelaskan dalam firman-Nya:
“Kami mempergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya Dia menjadikan sebagian kamu sebagai saksi. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim. Dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir.” (Qs Ali Imran 140 dan 141)
Dengan ujian silih-berganti dan berdatangan, maka iman dan keutamaan akan nampak jelas dan kekufuran secara perlahan akan hilang. Siapa saja yang dapat mengaktualkan seluruh potensi ini maka dialah yang akan terbimbing untuk sampai pada kesempurnaan yang diinginkannya.
Dalam teks-teks agama terkait penjelasan ujian Ilahi sering diistilahkan dengan redaksi “fitnah.” Fitnah artinya adalah suci dan murninya emas. Dinukil dari riwayat bahwa manusia diuji sebagaimana emas diuji. Substansi wujud manusia adalah emas yang termurnikan dan bertumbuh-kembang dengan berbagai peristiwa dan ujian Ilahi. Di antara pengaruh lain dari pelbagai ujian Ilahi adalah membangunkan manusia dari kelalaian. Allah Swt dalam ayat-ayat al-Qur’an memperkenalkan tujuan memberikan ujian kepada manusia dalam berbagai perisitiwa pilu dan getir adalah untuk menguji dan sebagai hasilnya adalah ia akan bangun dari tidur lelapnya.
Sejatinya dapat dikatakan bahwa berbagai kesusahan yang menimpa kehidupan manusia tak ubahnya seperti jalan-jalan rekaan di jalan raya yang dimaksudkan supaya pengemudi tidak terserang rasa kantuk yang akan membahayakan baik keselamatannya maupun keselamatan pengguna jalan yang lain.
Adapun pengaruh-pengaruh konstruktif pelbagai ujian Ilahi adalah tumbuhnya seluruh potensi yang tidak nampak dan menciptakan mental yang tangguh pada diri manusia.
Imam Ridha As, “Manusia diuji sebagaimana emas. Menjadi murni dan suci sebagaimana emas.” Emas ditempa di atas api sehingga segala yang tidak murni terbakar dan menjadi murni. Substansi wujud manusia adalah ibarat emas dimana Tuhan menghendaki wujud manusia menjadi murni dalam tempaan dan ujian syahwat yang diciptakan oleh setan. Dari sinilah kita memahami bahwa pada dasarnya ujian merupakan wahana untuk penggemblengan dan penyempurnaan manusia.
Ujian ini merupakan sebaik-baik kesempatan untuk mengenal segala potensi yang dimiliki manusia dan upaya untuk mengaktualkan segala potensi yang dimiliki oleh seseorang serta merupakan jalan untuk menuntaskan hujjah bagi-Nya sehingga di hari kemudian kelak ia tidak mengklaim bahwa ia layak mendapatkan ganjaran atau lebih dari yang seharusnya ia terima.
Ujian yang menimpa manusia juga akan berfungsi untuk menyingkirkan kelalaian manusia. Bentuk ujian dari Allah Swt tentu tidak hanya kesusahan namun terkadang dengan melimpahnya nikmat, kekuasaan pemerintahan dan keselamatan karena dengan nikmat yang melimpah ini terkadang manusia menjadi angkuh dan dari sinilah akan menyebabkan keterpurukan.