ICC Jakarta- Di dalam surat Al-Buruj [85], ayat 14 ditegaskan, “Allah Yang Mahapengampun lagi Mahapengasih.” Dengan memperhatikan ayat suci ini, soal yang mengedepan adalah apakah maksud dari mencintai dan menyukai sehubungan dengan Tuhan?
Terang bahwa makna cinta Tuhan berbeda dengan cinta manusia. Cinta manusia adalah satu bentuk, perhatian hati dan ketertarikan ruh, sementara Tuhan tidak memiliki hati, juga tidak memiliki ruh. Oleh karena itu, cinta Tuhan bermakna melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang menghantarkan kebahagiaan dan kesenangan para hamba, dan merupakan tanda kasih (luthf) dan inayah (kepedulian) -Nya.
Berkenaan dengan Allah Swt., cinta
bertaut dengan kesan luarnya. Ini bukanlah satu-satunya penafsiran atas ayat
ini. Kita juga dapat menemukan penafsiran semacam ini berkenaan dengan sifat
dan perbuatan-perbuatan Ilahi yang lain, seperti ayat yang mengatakan: “Allah
memurkai para pendosa.” Artinya, murka Allah tidak seperti kondisi seseorang
yang sedang murka kepada para pendosa. Kalau tidak demikian, maka kemurkaan Nya
bermakna desakan psikologis jiwa manusia, dan masalah ini tidak benar jika
dinisbahkan kepada Allah.[1]
[1] Tafsir Payâm-e Qur’ân, 319/4.