ICC Jakarta – Jika terdapat penyimpangan dalam al-Quran maka hal ini tidak benar karena yang masyhur di tengah umat Muslim menyatakan bahwa sama sekali tidak terjadi penyimpangan (pengurangan atau penambahan) dalam al-Quran. Al-Quran yang hari ini berada di tengah-tengah kaum Musim adalah Kitab Samawi yang sama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.
Ulama menyebutkan banyak dalil dan argumen dalam menolak teori penyimpangan yang akan disebutkan sebagian di antaranya sebagaimana berikut:
1.Al-Quran
Al-Quran dalam beberapa ayat menegaskan bahwa ia adalah kitab yang tidak akan mengalami penyimpangan. Allah Swt berfirman:
«إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَ إِنَّا لَهُ لَحافِظُونَ»
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.“ (Qs. al-Hijr [13]:9)
Ayat ini secara lugas menunjukkan bahwa al-Quran terjaga dari pelbagai bentuk penyimpangan dan akan seperti ini adanya hingga hari kiamat. Para pembenci dan pendengki tidak akan dapat menyelewengkan al-Quran, mengurangi dan menambahkan sesuatu padanya.
Boleh jadi ada yang berkata bahwa bagaimana mungkin kita dapat membuktikan bahwa ayat ini sendiri tidak mengalami penyimpangan? Jawabannya adalah bahwa apabila ayat ini telah diselewengkan dan termasuk jenis penyimpangan dengan menambahkan maka tiada satu pun ulama yang menerima hal ini. Bahkan orang-orang yang menyelewengkan al-Quran sekali pun tidak pernah menggolongkan ayat ini sebagai ayat-ayat yang mengalami penyimpangan.
Di samping itu, penyimpangan ayat-ayat yang dibahas, menetapkan kebalikan dari maksud orang-orang yang menyimpangkan al-Quran; karena membandingkan konteks dan teks ayat ini dengan ayat-ayat setelah dan sebelumnya juga menunjukkan bahwa ayat-ayat ini merupakan sekumpulan ayat yang sistemik, sepadan dan berkelindan satu sama lain serta memiliki sifat-sifat kemukjizatan al-Quran sedemikian sehingga tiada satu pun keraguan dan anggapan yang tersisa bahwa ayat-ayat ini bukan bagian dari al-Quran.
2. Riwayat-riwayat
Terdapat banyak riwayat dengan sanad sahih yang menjelaskan ketinggian derajat al-Quran dalam kehidupan manusia. Bahkan manusia memandang al-Quran sebagai kriteria dan parameter utama dalam menimbang pemikiran dan riwayat yang valid dan tidak sahih. Segala sesuatu yang tidak sejalan dengan al-Quan maka hal itu tertolak. Namun demikian, apabila al-Quran telah mengalami penyimpangan maka ia tidak dapat menjadi media petunjuk dan juga tidak dapat menjadi parameter benar dan salahnya pelbagai pemikiran.
Riwayat tsaqalain (hadis dua pusaka berharga) yang merupakan riwayat yang bersifat mutawatir di kalangan Sunni dan Syiah,memandang wajib untuk berpegang teguh kepada al-Quran dan Itrah. Dalam riwayat ini, Rasulullah Saw menginstruksikan kepada umatnya untuk berpegang teguh kepada al-Quran dan Itrah Ahlulbait serta senantiasa menjadikan keduanya sebagai pedoman untuk diikuti!
Kemestian dari instruksi Rasulullah Saw ini bahwa al-Quran yang diturunkan kepada Rasulullah Saw adalah al-Quran yang tidak mengalami penyimpangan yang terdapat di tengah-tengah masyarakat; karena apabila terjadi penyimpangan maka ia tidak lagi dapat menjadi parameter dan media petunjuk bagi manusia. Di samping itu, kewajiban untuk berpegang teguh tidak akan bermakna sementara kewajiban berpegang teguh dan mengikuti al-Quran adalah pernyataan tegas hadis tsaqalain ini.
3. Bukti-bukti Sejarah
Di samping dua dalil di atas, terdapat bukti-bukti sejarah yang menegaskan keselamatan al-Quran dari pelbagai bentuk penyimpangan; karena orang-orang yang berpandangan adanya penyimpangan dalam al-Quran memandang al-Quran yang dimaksud adalah al-Quran yang berasal dari Syaikhain (Abu Bakar dan Umar) atau disandarkan kepada Usman atau orang lain yang melakukan penyimpangan pada masa-masa setelah khilafah, seluruh tiga klaim dan kemungkinan di atas tidak ada dasarnya dan tidak benar; karena pada kemungkinan pertama yang menyebutkan bahwa penyimpangan dilakukan oleh Syaikhain (Abu Bakar dan Umar) sangatlah jauh; karena Rasulullah Saw senantiasa menaruh perhatian besar terhadap al-Quran dan meminta kepada kaum Muslim untuk selalu membaca al-Quran.
Demikian juga perhatian ekstra para sahabat untuk menghafal dan membaca al-Quran.
Kedua hal ini menunjukkan bahwa seluruh al-Quran yang berada di tengah umat Muslim itu terjaga dan mereka menghafalnya dalam ingatan atau dengan cara lainnya yang menandaskan bahwa mereka menjaga al-Quran secara seksama. Dengan adanya perhatian dan ketelitian seperti ini, maka tidak mungkin satu kata pun yang terlupakan atau berpindah tempat atau mengalami perubahan. Tatkala orang-orang pada masa itu, menaruh perhatian ekstra terhadap hafalan dan rekaman syair-syair pada masa jahiliyah, lantas bagaimana mungkin mereka melalaikan al-Quran yang karenanya mereka rela berkorban jiwa, raga dan harta? Apakah mungkin dengan segala pengorbanan ini mereka rela sebagian dari al-Quran itu hilang atau berkurang atau bertambah?
Kemungkinan kedua: yaitu klaim bahwa penyimpangan terjadi pada masa khilafah Usman. Kemungkinan ini juga tertolak; karena pada masa Usman, Islam sedemikian tersebar sehingga tidak mungkin seseorang mampu menguranginya. Di samping itu, apabila Usman menyelewengkan al-Quran maka perbuatan ini tentu saja akan menjadi dalih yang terbaik bagi orang-orang yang membunuhnya sehingga mereka tidak lagi perlu membunuhnya di hadapan khalayak dengan alasan karena Usman tidak mengikuti sirah dua pendahulunya dan membuang-buang harta baitul mal.
Kemungkinan ketiga: yaitu klaim terjadinya penyimpangan pada masa-masa setelah khilafah. Klaim ini tidak ada yang mengemukakannya. Karena itu, bukti-bukti sejarah juga tidak menerima adanya penyimpangan terhadap al-Quran.
Karena itu, apabila kita menganggap riwayat yang dikutip dari Ibnu Mas’ud ni ada namun riwayat tersebut tidak dapat dijadikan sandaran dan tidak dapat diterima. [Islam Quest]