ICC Jakarta – Kejayaan dan keagungan bangsa Nusantara itu bukan saja dilihat dari kemegahan Borobudur, tapi kekayaan dan kejayaan itu juga bisa dilihat dari banyaknya mahakarya berupa naskah yang berserakan di penjuru dunia.
Demikian disampaikan Ahmad Ginanjar Syaban saat diskusi bukunya yang berjudul Mahakarya Islam Nusantara di Perpustakaan Nasional, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu (7/2/2018).
Naskah tersebut tidak sekadar sebagai gambaran tentang masa lalu, tetapi, menurut pria asal Majalengka itu juga bisa menjadi cerminan masa depan.
“Bagaimana bisa menggali peradaban yang terpendam ini menjadi bisa diakses oleh generasi sekarang, meneladani nilai-nilai yang para pendahulu hasilkan untuk kita, kemudian bisa dijadikan kebijakan, cerminan untuk masa sekarang dan masa mendatang,” katanya.
Ginanjar memperkirakan ada ribuan naskah Nusantara yang berserakan di beberapa perpustakaan di satu kawasan yang memiliki kedekatan secara emosional dengan Nusantara. Kedekatan emosional itu karena baik Timur Tengah maupun Nusantara merupakan pusat perkembangan ajaran Islam.
“Kawasan tersebut adalah Timur Tengah,” katanya. “Bagaimanapun Timur Tengah ini adalah pusat perkembangan ajaran Islam dari dulu hingga sekarang. Demikian juga dengan Nusantara.”
Meskipun ada ribuan naskah yang berserakan di Timur Tengah, tetapi naskah di sana belum terjamah. Ginanjar menyebutkan tiga orang yang pernah meneliti sebagian kecil naskah saja, yakni Prof Azra, Prof Oman, dan Prof Jajat.
Dalam bukunya, Ginanjar tidak saja mengumpulkan naskah tulis tangan. Ia juga menghimpun naskah cetak tua, naskah dokumen berupa surat, fatwa, ataupun sanad, dan naskah cetak modern.
Meskipun bertempat di Timur Tengah, tetapi di sana juga menyimpan naskah berbahasa lokal Nusantara seperti Jawa, Sunda, Madura, Melayu. Tentu semuanya beraksara Arab atau disebut juga aksara Jawi atau Pegon.
Persebaran naskah di Timur Tengah paling banyak terdapat di Haramayn (Makkah dan Madinah). Selain itu, ada beberapa naskah di Riyadh, Kairo, Alexandria, Tunis, Sanaa, Qum, Damaskus, dan Istanbul.
Pada diskusi tersebut, hadir sebagai pembanding, sejarawan Zainul Milal Bizawi, pustakawan Perpusnas RI Aditia Gunawan, Wasekjen PP GP Ansor Mahmud Syaltout, dan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Lektur dan Manajemen Organisasi Kementerian Agama Muhammad Zen. (Islam Indonesia)