ICC Jakarta – Masjid Agung Sewulan atau lebih dikenal dengan Masjid Ki Ageng Basyariyah yang didirikan pada tahun 1740 M/1160 H terletak di Desa Sewulan, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun adalah salah satu situs peninggalan Kiai Ageng Basyariyah (Raden Mas Bagus Harun) yang merupakan penyebar syiar Islam pertama di Sewulan.
Kiai Ageng Basyariyah atau Raden Mas Bagus Harun adalah putra dari Dugel Kesambi (Pangeran/Ki Ageng Nolojoyo), adipati Ponorogo pada akhir abad ke 17 M di bawah naungan Kerajaan Mataram. Meski diasuh dalam keluarga ningrat, RM Bagus Harun lebih banyak menghabiskan masa mudanya untuk nyantri dan menimba ilmu kepada Kiai Ageng Muhammad Besari (Tegalsari, Ponorogo). Kepada gurunya ini, RM Bagus Harun tidak hanya belajar ilmu syariat dan tauhid, namun juga memperdalam tashawuf khususnya ajaran tarekat Naqsabandiyah, Syaththariyah dan Akmaliyah. Selama berguru kepada Kiai Ageng Muhammad Besari, RM Bagus Harun dikenal sebagai murid yang alim, cerdas dan tawadhu’. Karena itulah, RM Bagus Harun menjadi murid kesayangan (santri kinasih).
Berdasarkan cerita rakyat Sewulan, pendiri Desa Sewulan adalah Bagus Harun, seorang santri dari Tegalsari Ponorogo. Pada masa pemerintah Kasunanan Paku Buwono II di Kartasura, terjadi pemberontakan orang-orang Tionghoa terhadap kekuasaan Kompeni Belanda di bawah pimpinan Tai Wan Sui. Pada tahu 1741 terjadi peperangan hebat di Kartasura. Susuhunan Paku Buwono II meminta bantuan kepada Kiai Hasan Besari di Tegalsari, tetapi oleh Kiai Besari hanya dikirim seorang santrinya bernama Bagus Harun. Bagus Harun dapat memenangkan pertempuran di Kartasura, kemudian Bagus Harun diberi hadiah tanah yang dipilihnya sendiri seluas 1000 wuwul (ha). Maka sejak tahun 1742 Desa Sewulan mendapatkan kemerdekaan penuh dan secara turun temurun dipimpin oleh seorang Kiai keturunan Bagus Harun atau yang terkenal dengan Kiai Ageng Basyariah.
Adapun pemimpin Desa Perdikan Sewulan hingga tahun 1962 adalah:
- Mas Bagus Harun (Kiai Ageng Sewulan I)
- Mas Maklum Ulama (Kiai Ageng Sewulan II)
- Mas Mustaram I (Kiai Ageng Sewulan III)
- Mas Mustaram II (Kiai Ageng Sewulan IV)
- Mas Rawan (Kiai Ageng Sewulan V)
- Mas Wiryo Ulomo (Kiai Ageng Sewulan VI)
- Mas Ichwan ‘Ali (Kiai Ageng Sewulan VII)
Situs Sewulan sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Madiun. Apalagi, tempat ini merupakan salah satu cagar budaya peninggalan kerajaan Mataram yang tersisa hingga sekarang. Meski sudah berumur hampir tiga abad, arsitektur kuno yang terpajang masih kokoh berdiri. Ornamen kaligrafi menghiasi setiap bagian dari gapura dan Masjid.
Selain itu, di lingkungan Masjid, terdapat kolam pesucian yang berada tepat di depan serambi Masjid, sebagian warga pendatang masih percaya bahwa air dalam kolam itu bisa mempercepat balita untuk bisa berjalan. Biasanya setelah mandi di kolam itu, beberapa bulan selanjutnya bisa berjalan.
Tak hanya itu, masjid Sewulan juga menjadi tempat penuh kenangan bagi Presiden RI ke-4, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ketika masih kecil. Gus Dur merupakan salah satu keturunan ketujuh Kiai Ageng Basyariyah. Selain Gus Dur, Menteri Agama Maftuh Basyuni juga tercatat sebagai keturunan Kiai Ageng Basyariyah.
Setiap malam Jumat, terutama Jumat Legi, selalu ramai jemaah untuk shalat malam, tahlilan dan ziarah. Tak hanya dari Madiun, masyarakat dari luar Madiun seperti Nganjuk, Jombang dan kota-kota lainnya juga ramai yang datang ke sini.
Situs seluas kurang lebih 2.000 meter persegi tersebut juga punya agenda rutin tahunan. Antara lain jamas pusaka saat bulan Suro dan Grebeg Maulud. Bahkan sejak 2004 lalu, situs Islam tertua di Madiun itu sudah ditetapkan sebagai cagar budaya. Dengan Harapan semakin banyak pengunjung, semakin banyak potensi ekonomi tergali, sehingga situs peninggalan Kiai Ageng Basyariyah di Desa Sewulan bisa terangkat dan roda perekonomian desa setempat ikut terdongkrak.
Sedangkan untuk mengangkat wisata religi itu Kabid Pariwisata Dinkoperindagpar Kabupaten Madiun, sudah memberikan pelatihan tentang pemandu wisata serta membekali juru kunci setempat dengan alat pengeras suara berupa megaphone untuk mendukung kelancaran wisatawan.
Makam Kiai Ageng Basyariyah berada di kompleks makam Sewulan di belakang Masjid Agung Sewulan, tepatnya di cungkup utama. Di cungkup utama tersebut, makam Kiai Ageng Basyariyah diapit oleh putrinya (Nyai Muhammad Santri) dan menantunya (Kiai Muhammad Santri). Ketiga makam tersebut dinaungi kain berwarna hijau. Tepat di depan makam Kiai Ageng Basyariyah terdapat songsong tiga tingkat berwarna hijau (Songsong Tunggul Nogo). Songsong ini dihias dengan sepasang naga di bawahnya dan difungsikan sebagai rak sederhana untuk tempat Al-Quran dan Surah Yasin.
Ciri kekaryaan Desa Sewulan adalah kerajinan dari besi (pande besi), pendirinya Nitikromo dari Jogjakarta dan Nuryo. Barang yang dihasilkan adalah alat-alat pertanian. Ada juga seorang empu pembuat keris pusaka yang bernama Mohamad Slamet, masih keturunan empu Suro dari Demak.
Presiden RI yang ke 4, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) merupakan salah satu keturunan ketujuh Kiai Ageng Basyariyah. Jadi di Sewulan inilah, tempat bermain tokoh yang pernah menjadi Presiden RI itu, sebelum akhirnya hijrah ke Jombang.
Berikut urutan silsilah dari Kiai Ageng Basyariyah hingga ke Gus Dur:
- Nyai Santri, sebagai keturunan pertama/anak dari Kiai Ageng Basyariyah.
- Kiai Maklum Buntoro
- Kiai Mustaram/Muhtaram
- Nyai Ilyas
- Nyai Nafikah (diperistri KH Hasyim Asy’ari Tebuireng)
- KH Abdul Wahid Hasyim
- KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
EH / Islam Indonesia