ICC Jakarta – Bi’tsah dalam budaya al-Qur’an berarti faktor pengangkatan dan penyampaian kepada jenjang tertentu dari kesempurnaan yang mana di dalamnya terdapat semacam perubahan. Arti yang biasa digunakan secara istilah adalah pengangkatan dan pengiriman para nabi untuk memberikan hidayah kepada masyarakat.
Di dalam al-Qur’an secara keseluruhan, bi’tsah dinisbahkan kepada Allah swt pengiriman para nabi yang menunjukkan tentang kekuasaan Allah swt secara absolut dan program Allah dalam mengatur alam semesta.
Poin yang dapat direnungkan dalam pengutusan para nabi adalah karunia dan anugerah yang Allah berikan kepada masyarakat. Pertama karunia dan anugerah ini sebagai petunjuk dan pembimbing dan kedua adalah para nabi dipilih dari kaum mereka sendiri dan juga sejenis dengan mereka.
Walaupun terkadang, pemilihan para nabi dari kalangan masyarakat adalah suatu hal yang dapat membuat bahan celaan dan pengingkaran orang-orang Musyrik dan pembangkangan serta kesombongan para pembesar, namun dalam poin ini terkandung hikmah dan logika yang kokoh; karena para nabi sebagai contoh suri tauladan yang baik dalam al-Qur’an dan jika dia terpilih dari kelompok atau jenis lain, maka dia tidak dapat menjadi contoh bagi manusia; dan ini adalah sunnatullah dan takdir bahwa nabi setiap kelompok, diutus dari jenis mereka sendiri supaya hujah Allah untuk orang lain menjadi sempurna.
Nabi Muhammad saw diutus pada umur 40 Tahun dan ada satu pandangan yang bertentangan dengan perkataan masyhur mengatakan bahwa Pengutusan Nabi terjadi pada usianya yang ke 43 Tahun.
Ketika Nabi yang mulia saw sibuk bertafakur dan beribadah dalam gua Hira di atas gunung al-Nur, turunlah ayat-ayat permulaan surah al-Alaq dengan turunnya ayat tersebut dakwahnya pun dimulai dengan “bacaan dengan nama Tuhan yang telah menciptakan” dan dilanjutkan dengan permulaan ayat-ayat surah al-Mudatsir.
Nabi saw pertama kali memberitahukan peristiwa kenabiannya kepada istri dan anak pamannya Ali As. Dan di tahun setelahnya dengan turunya ayat: (وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ), dakwah Nabi memasuki priode baru dan di tahun yang sama dengan diturunkan ayat﴾فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ﴿, dakwah beliau disosialisaikan dan pertama kali yang dilakukan Nabi Saw adalah dia pergi ke pasar ‘Ukat, sebuah tempat dimana seluruh masyarakat berkumpul di situ untuk berdagang dan sebagian lainnya juga sibuk menyampaikan penjelasan cerita dan bait-bait syair barunya di tempat ketinggian pasar tersebut, kesemuanya diajak untuk diam oleh Nabi Saw dan dia sampaikan dakwahnya secara terbuka.
Di hari itu Abu Lahab mengejek dan mengolok-olok Nabi Muhammad saw dan lantas sebagian orang juga dengan mengikutinya ikut mengganggu Nabi saw; namun Abu Lahab menghukum mereka demi melindungi Nabi saw, sebagian kecil dari mereka menyatakan keimanannya dan bergabung kepada kelompok kecil dari penduduk yang beriman dalam beberapa tahun sebelumnya pada priode dakwah sembunyi-sembunyi.
Wahyu diturunkan pertama kali kepada Nabi saw melalui malaikat Jibril bersamaan dengan ketakjuban dan rasa beban berat misi risalah, yang mana ketika ia sampai di rumah berkata kepada istrinya, “Tutupi dan selimutilah aku”, namun keambiguan dan kejutan mengenai hal itu tidak diriwayatkan; karena kesiapan bagi Nabi saw untuk mengadakan hubungan dengan malaikat pembawa wahyu dan alam gaib dari sebelumnya sudah terjadi dan sebelum ini juga Nabi sudah melihat Jibril, dan tanda-tanda juga jejak-jejaknya sudah pernah dia saksikan.
Pada masa kecil, melalui kesucian jiwa yang Nabi miliki dan juga penolakannya dengan kondisi lingkungan Mekah yang rusak saat itu, menyebabkannya condong untuk menyendiri dan bersembunyi dari keramaian kota dan perkampungannya. Oleh karena itu, pengasingan-pengasingan yang dia lakukan di atas gunung-gunung sekitar Mekah yang berjalan selama satu bulan dan ketika kembali ke kota, ia bermimpikan keadaan dan suasana alam gaib, mendengar suara malaikat dan wahyu sebelum pengutusan dan hubungannya selama 3 tahun dengan Israfil dan 20 tahun dengan Jibril, kesemuanya itu adalah sebuah pendahuluan bahwa dia memang dipersiapkan untuk penyampaian kenabiannya.
Jika sekumpulan riwayat ini kita terima, maka berkaitan dengan riwayat-riwayat yang menegaskan dan meyakini bahwa Nabi saw tidak mengenal suasana wahyu dan hubungannya dengan para malaikat perlu direnungkan kembali.
Pandangan ketidakyakinan Nabi Saw dengan peristiwa wahyu dan takut dari pikiran yang meresahkan perasaan atau terkena jin, berkonsultasi dengan istrinya dan mengambil penegasan dari Waraqah bin Nofel sebagai orang yang bersaksi tentang kenabiannya dan Nabi menjadi tenang dengan penghiburan hati yang dilakukannya kepada Nabi, semua ini adalah kandungan dan isi dari sebagian kelompok riwayat-riwayat yang tidak mempercayai bahwa Nabi mengenal dan mengetahui akan kenabiannya yang mana hal-hal tersebut tidak cocok dan tidak sesuai dengan perjalanan proses pengembangan dan pelatihan Nabi Saw dan wawasan serta visinya terhadap tugas berat misi risalah yang akan ia emban sebagai seorang yang terpilih. []