Menurut Imam Khomeini, puasa Ramadhan memiliki makna tarbiyah (pendidikan) yang mendalam. Puasa bukan sekadar menahan diri dari makan, minum, dan kebutuhan fisik, melainkan merupakan perjalanan rohani menuju kesempurnaan insani. Bagi beliau, puasa adalah sarana untuk membersihkan jiwa dan mendekatkan diri kepada Tuhan (sayr wa suluk ilallah).
Imam Khomeini menekankan bahwa puasa merupakan latihan untuk mengendalikan hawa nafsu (riyadat al-nafs). Dalam karyanya Adab al-Salat, ia menjelaskan bagaimana puasa mampu memutus ketergantungan manusia pada hal-hal material serta memperkuat ikatan batin dengan Allah. Dengan demikian, puasa berperan sebagai alat untuk menundukkan jiwa ammarah (jiwa yang cenderung pada keburukan) dan mengembangkan jiwa muthmainnah (jiwa yang tenang dan damai).
Tidak hanya itu, Imam Khomeini juga menyatakan bahwa puasa adalah ibadah yang bersifat sirriyyah (rahasia), karena hanya Allah yang mengetahui tingkat keikhlasan seseorang dalam berpuasa. Dalam Sharh Du’a al-Sahar, beliau menekankan bahwa puasa melatih manusia untuk menghindari riya (pamer) dan menumbuhkan keikhlasan dalam beribadah. Puasa, menurutnya, adalah bentuk penghambaan murni di mana manusia melepaskan ego dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak Ilahi.
Melalui perspektif irfan, puasa dianggap sebagai salah satu sarana untuk menaiki tangga spiritual. Imam Khomeini berpendapat bahwa puasa tidak hanya melatih kesabaran fisik, tetapi juga membangun kesabaran rohani (sabr ruhani), yang esensial dalam perjalanan mendekatkan diri kepada Allah. Beliau menganggap rasa lapar selama puasa sebagai cara untuk melemahkan nafsu serta memperkuat dominasi ruh dalam diri manusia.
Lewat penafsirannya terhadap ayat “La’allakum tattaqun” (agar kamu bertakwa), Imam Khomeini menekankan bahwa inti puasa adalah mencapai maqam taqwa, yaitu kesadaran penuh akan kehadiran Allah dalam setiap aspek kehidupan. Puasa yang diiringi dengan mujahadah (perjuangan melawan hawa nafsu) diyakini dapat memperkuat muraqabah (pengawasan diri) dan mempercepat pencapaian maqam tauhid.
Selain itu, dalam kitab Sirr al-Salat, Imam Khomeini menyebutkan bahwa puasa adalah latihan untuk membangun akhlak Ilahi. Ia berpendapat bahwa puasa tidak hanya sebatas menahan diri dari makan dan minum, melainkan juga menahan pandangan, ucapan, dan hati dari segala hal yang bertentangan dengan kehendak Allah.
Imam Khomeini juga menegaskan bahwa puasa Ramadhan merupakan proses penyucian diri yang mempersiapkan manusia untuk meraih kemuliaan malam Lailatul Qadar. Dalam Adab al-Salat, beliau menjelaskan bahwa rahmat dan cahaya Ilahi akan turun kepada hati yang telah dibersihkan dari kegelapan hawa nafsu.
Sebagai kesimpulan, dalam pandangan Imam Khomeini, puasa Ramadhan adalah sekolah rohani yang dirancang Allah untuk membentuk manusia kamil (manusia sempurna). Puasa memiliki dimensi lahiriah dan batiniah yang saling melengkapi, bertujuan membangun kesadaran tauhid, keikhlasan, dan penyucian jiwa. Melalui puasa, manusia diajak menempuh perjalanan spiritual menuju Tuhan, menyingkirkan hijab-hijab batin, dan mencapai maqam tertinggi dalam kehidupan rohani.
Pendekatan irfani Imam Khomeini terhadap puasa menegaskan bahwa ibadah ini bukan sekadar ritual formal, melainkan sebuah proses transformasi diri yang membawa manusia pada pemahaman hakikat keberadaan dan cinta Ilahi.
Rujukan:
Adab al-Salat
Shahr Du’a al-Sahar
Sir al-Salat