ICC Jakarta- Teror melahirkan banyak analisa, namun yang ditunggu-tunggu tak kunjung keluar. Reaksi Pemimpin Revolusi Islam Iran dinantikan semua, dan diamnya hingga kini menyakiti banyak pihak.
Bagaimana mungkin menganalisa strategi, jika sang lawan belum mengucapkan sepatah kata apapun. Ya, inilah yang menjadikan pihak-pihak sehalauan dengan Zionis-AS berdiri tak sabar.
Dimulai dari tweet seorang Yahudi Zionis, Edy Cohen mengabarkan Sayid Ali Khamenei yang meninggal hingga menyerahkan tampuk kekuasaan ke tangan sang putra, Mojtaba Khamenei.
Kemudian diteruskan oleh media-media Barat pendukung seperti Newsweek, Jerusalem Post bahkan surat kabar Indonesia sekaliber Detik.com, Merdeka.com ikut meramaikan kabar burung. Ada yang menyebut meninggal dan ada yang menyebut sakit.
Dan kabar burung-pun dipersenjatai lengkap dengan berita jadwal kunjungan Presiden Rouhani ke kediaman Sayid Ali Khamenei.
Untuk menelusuri kabar ini, perlu kiranya diperhatikan beberapa titik:
Pertama: Siapakah Edy Cohen?
Edy Cohen adalah seorang jurnalis dan aktifis politik Israel. Edy Cohen termasuk pasukan psywar rezim Zionis melawan Iran.
Dalam tweetnya, Edy Cohen bahkan mengklaim bahwa Sayid Ali Khamenei meninggal dunia. Edy Cohen menjelaskan bahwa kabar tersebut bersumber dari beberapa sumber.
Kedua: Sayid Ali Khamenei menyerahkan kekuasaan kepada putranya yang bernama Mojtaba Khamenei. Benarkah perpindahan kepemimpinan revolusi demikian?
Perlu ditekankan bahwa menurut UU Dewan Para Ahli Iran atau Assembly of Experts pasal 107 disebutkan bahwa pemilihan Kepemimpinan Revolusi Islam Iran hanya dilakukan oleh pemilihan Dewan Para Ahli yang terpilih. Dewan Para Ahli diisi oleh para Ulama yang memenuhi syarat yang tercantum pada pasal 5 dan 109.
Berdasarkan Undang-Undang ini, maka pemilihan seorang pemimpin tinggi revolusi Islam Iran bukan didasarkan pada sistem warisan, seperti yang diklaim beberapa pihak. Kepemimpinan Revolusi Islam Iran bukan seperti sistem kerajaan, di mana seorang bapak bisa mewariskan tahtanya kepada sang anak atau saudara tercintanya. Perbandingan ini tidaklah mendasar.
Ketiga: Untuk apa isu ini? Penyelidikan bisa dimulai dari si penyebar hoaks, yaitu Edy Cohen, yang mana ia adalah seorang pasukan psywar, prajurit perang psikologis.
Berdasarkan fakta ini, tentu tujuan tidak jauh dari keahlian si penyebar dan itu adalah
Situasi dalam negeri Israel yang memanas pasca pernyataan Benny Gantz yang sudah lelah melihat permainan Benjamin Netanyahu dan mengisyaratkan Pemilu darurat.
Ini membuktikan hiruk pikuk dalam negeri rezim Zionis, di tambah lagi rumah PM Benjamin Netanyahu yang terus-menerus diramaikan oleh suara-suara protes pendemo.
Dan di lain pihak, Amerika Serikat mengarungi masa transisi kepemimpinan, namun dipanaskan oleh klaim-klaim kecurangan dari pihak Presiden Donald Trump tanpa mampu mengajukan bukti.
Kondisi kedua pemain besar dunia ini menunjukkan keributan dalam negeri yang tidak akan selesai hanya dalam beberapa waktu ke depan.
Dengan peluncuran kabar burung ini, Israel ingin mengecoh konflik bersaudara dalam negeri. Dan berdasarkan analisa yang menyebut teror Mohsen Fakhrizadeh sebagai modal pemerintahan Joe Biden, tentu Washington juga ingin mendengarkan ceramah Sayid Ali Khamenei.
Hal kedua yang perlu diperhatikan, pertama teror Shahid Mohsen Fakhrizadeh. Kedua serangan-serangan brutal Israel ke Suriah yang terus mengobar. Disertai normalisasi yang trending akhir-akhir ini.
Ini adalah peta Timteng sekarang. Bahkan analis Lebanon mewanti-wanti Lebanon untuk meningkatkan waspada keamanan karena peristiwa-peristiwa di atas adalah strategi tekanan AS-Israel melawan poros Mukawamah.
Israel-AS menekan poros Mukawamah, terkhusus Iran dengan bukti darah yang baru saja mengalir karena teror ilmuwan terkemuka IRGC.
Namun tak disangka Pemimpin Revolusi Islam Iran belum menunjukkan reaksi. Tidak ada tanda-tanda bahwa Sayid Ali Khamenei akan berkhutbah dalam waktu dekat.
Diam inilah yang ingin dipecah oleh pasukan psywar Israel. Diam ini telah menjadikan Israel tak mampu menulis perhitungan karena apa yang akan ditulis, jika tetangga belum menunjukkan apa-apa.
Lawan Iran tidak mampu menahan diam. Dan jika pembaca masih ingat, hal serupa juga dilakukan oleh Sayid Hassan Nasrullah. Untuk memecah keheningan, lawan menggencarkan serangan psikologis dengan berita-berita hoaks, masih menggunakan metode lama.
Sumber: purnawarta.com