ICC Jakarta – Ada pertanyaan yang mendasar mengenai apa sebenarnya buah dari keimanan yang akan didapatkan oleh orang yang beriman atau dengan kata lain apa yang menjadi pembeda antara orang yang beriman dengan orang yang tidak beriman? Apakah ada perbedaan antara orang yang meyakini keberadaan Allah, beriman kepada Allah, dengan orang yang tidak beriman dalam kehidupan mereka di dunia ini? Dan adakah buah atau hasil manfaat yang bisa diperoleh seseorang dari keimanannya kepada Allah?
Banyak buku yang mengulas tentang pengaruh dan manfaat apa saja yang bisa didapatkan dari keimanan kepada Allah. Dari sekian banyak manfaat dan pengaruh yang bisa didapatkan, kami akan menyebutkan beberapa di antaranya. Pertama adalah bahwa (dengan) mengenal Allah lalu mengimani Allah akan mendorong seseorang untuk lebih merenungkan akan penciptaan. Orang yang beriman kepada Allah akan selalu memikirkan dan merenungkan alam penciptaan. Sebab dengan merenungkan alam ini dia bisa mendapatkan jawaban atas berbagai macam pertanyaan yang ada di kepalanya, di antaranya: Siapakah yang menciptakan alam ini? Apakah penciptaan ini memiliki tujuan ataukah tidak?
Beda halnya dengan orang yang tidak memiliki keimanan kepada Allah, tidak memiliki kepercayaan akan agama, dia melihat alam ini sebagai sebuah fenomena yang tercipta begitu saja, tidak perlu direnungkan dan tidak ada pencipta bagi alam ini. Setelah alam ini selesai, maka akan selesailah kehidupan. Orang yang seperti ini tidak akan memikirkan apa makna kehidupan.
Sedangkan bagi orang yang beriman semua yang ada di alam wujud ini memiliki tujuan dan hikmah penciptaan. Anggap saja ada seorang sahabat setelah dia pulang dari safarnya, dia memberikan hadiah kepada kita sebuah buku, lalu mengatakan kepada kita bahwa penulis buku ini adalah seorang yang alim dan orang yang memiliki ilmu yang sangat luas, penulisnya adalah seorang yang sangat jenius dan jeli dalam penulisannya. Maka ketika kita mendapatkan buku tersebut kita akan membacanya dengan hati yang penuh dengan tanda tanya dan keinginan untuk mengetahui isi buku tersebut sehingga kita akan memerhatikan kata demi kata semua yang tertulis di dalam buku itu. Pasalnya, kita yakin orang seperti penulis yang disifati memiliki sifat-sifat jenius dan teliti pasti ketika menggunakan setiap kata dalam tulisannya memiliki maksud, setiap yang ditulisnya ada makna yang ingin disampaikan. Karena itu, ketika kita mendapatkan buku yang semacam ini kita akan membacanya dengan teliti, bahkan ketika kita tidak mengetahui satu kata dari buku tersebut, kita akan menghabiskan berjam-jam waktu kita, bahkan berhari-hari dari waktu kita supaya kita bisa mengetahui apa sebenarnya makna yang ingin disampaikan oleh penulis.
Beda halnya jika buku yang dihadiahkan kepada kita adalah buku yang walaupun secara lahiriah dan covernya bagus, tapi penulisnya adalah seseorang yang tidak memiliki ilmu yang cukup, seorang penulis yang tidak terkenal, penulis yang dalam bahasa umumnya disebut penulis abal-abal, mungkin ketika melihat buku semacam itu kita akan membacanya hanya sekilas pandang, tidak memerhatikan setiap kata per katanya. Dan, ketika kita melihat ada kata-kata yang tidak kita pahami langsung kita membuat vonis ini adalah tanda bahwa penulisnya bukan orang yang pintar dan saya tidak akan membuang-buang waktu saya lebih banyak untuk menelaah buku yang semacam ini.
Alam ciptaan yang kita ada di situ bisa diibaratkan seperti kitab yang sangat tebal yang diciptakan oleh Allah Swt, dan setiap eksistensi, setiap sesuatu yang ada di alam ini, ibaratnya seperti huruf-huruf atau kata-kata dalam kitab itu. Ketika melihat alam ini dengan pandangan yang semacam itu seorang mukmin ingin mengetahui lebih banyak, merenung lebih banyak atas setiap fenomena yang ada di alam. Karena dia tahu bahwasanya alam ini diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Mengetahui, Yang Mahateliti, Yang Mahabijaksana, jadi seluruh apa yang ada di alam, sarana-sarana apa pun juga yang dia temukan di alam pasti diciptakan melalui aturan ilahi yang telah diatur sedemikian rupa untuk kelak kelangsungan alam ini. Dengan begitu dia akan selalu merenungkan alam ciptaan untuk bisa mengetahui rahasia-rahasia yang Allah berikan di alam ini.
Beda halnya dengan orang yang tidak beriman kepada Allah. Orang yang ateis, yang memandang bahwa alam ini tidak lebih dari sebuah fenomena yang terjadi, dan semua yang muncul di alam ini diciptakan oleh alam yang tidak memiliki kecerdasan dan tidak memiliki perasaan, orang yang semacam ini tidak akan pernah memberikan waktu untuk merenungkan apa yang terjadi di alam penciptaan. Singkatnya, manfaat pertama dari keimanan adalah dorongan bagi seorang mukmin untuk merenungkan alam penciptaan. Ini berbeda halnya dengan orang yang tidak beriman, dia tidak memiliki dorongan untuk merenungkan alam ini. Karena di matanya, alam ini hanya sebuah fenomena materi yang muncul dan akan binasa.
Manfaat kedua dari keimanan kepada Allah, keimanan kepada agama, adalah orang yang memiliki keimanan akan merasa bahwa dia punya optimisme, punya pengharapan. Dia akan merasa punya kekuatan saat menghadapi kesulitan-kesulitan dalam kehidupannya. Berbeda dengan orang yang materialis, orang yang semacam ini ketika menghadapi kesulitan dalam kehidupan dia mudah untuk putus asa. Seorang yang mukmin akan melihat bahwa dirinya tidak sendirian saat berhadapan dengan kesulitan. Dia tahu bahwa ada Allah yang tempat dia untuk menggantungkan harapan kepada-Nya. Allah, yang seluruh kesulitan tidak ada artinya di hadapan Allah, semua kesulitan mudah di hadapan Allah, seorang mukmin akan menjadikan Allah sebagai sandaran bagi kehidupannya saat dia berhadapan dengan kesulitan.
Seorang yang beriman kepada Allah memiliki kekuatan pada dirinya saat menghadapi kesulitan. Karena itu, orang yang beriman tidak akan melakukan tindakan bunuh diri saat menghadapi kesulitan apa pun juga. Karena dia tahu bahwa ada yang bisa diandalkan, ada yang bisa diharapkan. Dan dia tahu bahwa pembunuhan terhadap jiwa adalah sebuah dalil atau bukti bahwa orang yang melakukan pembunuhan terhadap dirinya adalah orang yang kalah. Seorang mukmin tidak akan pernah merasa kalah dalam menghadapi kehidupan.
Singkatnya bahwa buah atau manfaat kedua dari keimanan kepada agama, keimanan kepada Allah, adalah seorang yang mukmin dalam kesulitan apa pun juga dia masih memiliki harapan, dia masih memiliki Allah, dia berharap Allah bisa membantunya, dan Allah Mahamampu untuk melakukan segala sesuatu. Berbeda halnya dengan orang yang tidak memiliki keimanan, dia kehilangan harapan itu sehingga saat berhadapan dengan kesulitan yang tidak bisa dia selesaikan, dia akan memilih jalan yang pintas dan membunuh dirinya. Seorang mukmin tidak akan pernah merasa dirinya kalah dalam menghadapi kehidupan.
Buah ketiga dari keimanan adalah orang yang memiliki keimanan punya rasa tanggung jawab terhadap dirinya, keluarganya, dan lingkungan tempat dia tinggal. Saya berikan contoh, misalnya ada sekelompok dokter yang tugasnya adalah mengobati dan menyembuhkan orang-orang yang sakit. Dokter yang mukmin saat melihat pasiennya dan pasien itu tidak mampu secara ekonomi, bukan saja dia tidak mengambil upah sebagai upah tenaga dia atau ilmu dia tetapi bahkan juga setelah mendiagnosis penyakit apa, dia akan memberikan uang atau obat secara cuma-cuma kepada pasiennya. Ketika sang pasien dilihat dalam keadaan kritis dokter semacam ini rela untuk memberikan waktunya, bahkan tidur untuk berjaga, menjaga pasien tersebut tanpa mengharapkan apa-apa. Yang diharapkan adalah rida dari Allah Swt dan kebaikan dari Allah. Kita juga melihat dokter-dokter semacam ini—ketika ada bencana-bencana alam yang terjadi seperti banjir, gempa bumi, atau tsunami—hadir di tengah-tengah masyarakat untuk membantu para korban tanpa mengharapkan imbalan apa pun.
Seorang yang mukmin apa pun juga kerjaan dia dan keahliannya, akan melakukan hal-hal yang terbaik. Karena dia melihat pada dirinya ada semacam polisi yang selalu mengintai seluruh perbuatannya sehingga apa pun yang dia lakukan dia harus mawas diri, harus hati-hati dan jangan sampai melakukan sebuah kesalahan yang bisa menjerumuskannya kepada perbuatan-perbuatan yang buruk.
Itu terjadi karena kelompok itu adalah orang yang memiliki keimanan dan punya rasa tanggung jawab kepada lingkungan,masyarakatnya, dan kepada sesama manusia. Berbeda halnya dengan sekelompok orang yang mungkin dalam contoh kita adalah dokter juga yang mana tidak akan melayani pasiennya sebelum pasien itu menyelesaikan urusan administrasi. Baru si dokter akan menanganinya. Ada orang-orang yang ketika akan melakukan sesuatu dia harus hitung untung dan rugi secara materi apa yang bisa didapatkannya jika dia melakukan sesuatu untuk orang lain. Orang-orang semacam ini melakukan hal itu karena tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap lingkungan dan masyarakatnya. Di mata dia yang paling terdepan adalah kepentingan dia dan uang.
Singkatnya buah ketiga atau manfaat ketiga dari keimanan adalah tumbuhnya rasa tanggung jawab pada diri seorang yang mukmin. Seorang yang mukmin merasa bertanggung jawab pada dirinya, pada keluarganya, dan pada lingkungannya. Apa pun yang dia lakukan adalah karena keimanannya yang mendorong dia untuk memiliki rasa tanggungjawab itu. Beda halnya dengan orang yang tidak beriman, bagi dia yang terdepan adalah masalah materi dan keuntungan pribadi.
Inilah yang kita saksikan di dalam kehidupan yang memperlihatkan sebuah pentas. Kita saksikan bagaimana perang terjadi di mana-mana, penyulutnya adalah kebijakan-kebijakan kotor yang dilakukan oleh sejumlah rezim-rezim berkuasa di dunia dan juga yang melakukan konspirasi dengan para produsen senjata. Mereka menyulut dan mengobarkan perang di berbagai tempat supaya senjata-senjata mereka bisa terjual. Tidak peduli bagi mereka berapa pun nyawa yang harus melayang dan berapa besar kehancurannya yang harus disaksikan oleh umat manusia, yang penting mereka bisa mendapatkan keuntungan.
Buah keempat dari keimanan seseorang adalah ia merasakan hidupnya dipenuhi dengan rasa damai dan tenteram. Berbeda halnya dengan orang yang tidak beriman yang hidupnya selalu diliputi oleh kegalauan dan kerisauan. Para peneliti mengatakan bahwasanya kondisi depresi di tengah umat manusia di zaman ini lebih besar daripada depresi yang terjadi di zaman-zaman yang terdahulu. Obat-obat penenang yang digunakan di tengah masyarakat yang tidak beriman atau jauh dari masalah spiritual, lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan obat-obat penenang yang pernah digunakan di zaman-zaman sebelum ini.
Era Kekhawatiran
Para ahli kejiwaan mengatakan bahwasanya munculnya masalah kejiwaan di tengah masyarakat dunia saat ini ditimbulkan oleh rasa kekhawatiran. Masyarakat zaman ini sangat khawatir tentang masa depan, cemas akan perang, takut akan munculnya kemiskinan, takut akan masuk ke dalam suatu himpitan yang dia tidak bisa untuk keluar darinya, takut dari kematian dan ketakutan-ketakutan semacam ini. Para ahli psikologi juga menyatakan bahwasanya salah satu hal yang bisa menghilangkan kekhawatiran adalah keimanan kepada Tuhan. Keimanan kepada Tuhan inilah yang bisa membuat seseorang menjadi tenang. Karena dia merasa ada Tuhan yang memantau dia dan melihatnya. Ada Tuhan Yang Maha Penyayang, ada Tuhan Yang Maha Pemberi, ada Tuhan Yang Maha Melindungi, ada Tuhan Yang Maha Menyelesaikan kesulitan-kesulitan hamba-Nya. Keimanan kepada Tuhan inilah yang bisa memberikan ketenangan kepada seseorang dan menghilangkan kekhawatirannya.
Karena itu seorang yang beriman kepada Allah saat dia melakukan suatu tindakan perjuangannya di jalan kebenaran, dia akan melakukannya dengan hati yang tenang. Ketika dia menghadapi kerisauan dia akan tawakal kepada Allah dan menyerahkannya kepada Allah, memohon bantuan kepada Allah, untuk menghilangkan kegalauan dan ketakutan yang mungkin menghimpit dirinya. Di dalam surah al-Ra’d ayat 28 Allah Swt berfirman, (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
Dalam ayat 82 surah Al An’am Allah swt berfirman, Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri, tidak mencampurkan pada keimanan itu dengan suatu kezaliman apa pun, mereka adalah orang-orang yang berhak untuk mendapatkan rasa aman dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Singkatnya buah atau manfaat keempat dari keimanan adalah bahwa orang yang memiliki keimanan dia akan selalu memiliki rasa tenang pada dirinya, pada jiwanya dia merasa aman. Karena dia tahu bahwasanya segala apa pun yang terjadi pada dirinya ada di bawah pengawasan Allah. Dia bisa meminta kepada Allah supaya memberikan kepadanya hal-hal yang bisa menjauhkannya dari segala kesulitan.
Seorang yang beriman saat dia sakit dia tidak akan khawatir dengan rasa sakitnya, sebab ketika dia sakit, dia yakin bahwa bahwasanya dia sakit karena Allah sedang memberinya ujian, atau ketika dia sakit dia yakin bahwa Allah sedang meruntuhkan dan menggugurkan dosa-dosa yang pernah dilakukan di masa lalu. Dengan sakit itu orang yang beriman tidak akan takut mati, karena dia tahu dengan kematian dia akan melangkah ke suatu alam untuk mendapatkan pahala-pahala atas apa yang telah dilakukandi masa kehidupan di dunia. Berbeda hanya dengan orang yang kafir, orang yang tidak mengimani keberadaan Tuhan yang Maha Esa, orang semacam ini akan selalu dihimpit oleh rasa ketakutan karena dia merasa kematian adalah akhir dari semua kehidupan yang dimilikinya.[]
Naskah ini merupakan khotbah Jumat Direktur ICC Dr. Abdulmajid Hakimelahi, Jumat 04 Desember 2020, di ICC, Jakarta. Ditranskrip dan disunting seperlunya oleh redaksi Buletin Nur al-Huda.
[wad_recents category=’Khutbah Jumat’ max=5]