ICC Jakarta – Seseorang bertanya kepadaku wanita penghulu dua alam itu siapa? Aku menjawab dengan singkat, “Fatimah As”. Ia kembali bertanya,”Sudikah Anda mengenalkannya kepadaku?
Sejenak aku berfikir…bagaimana cara mengenalkan sosok wanita ini? Kemudian terlintaslah dipikiranku untuk mengenalkan putri Nabi Muhammad Saw dengan mencari tahu apa-apa yang dikatakan oleh orang-orang yang paling dekat dengannya.
Oleh karena itu, aku pun menghampiri Nabi Muhammad Saw dan bertanya kepada beliau, Wahai baginda! Bagaimana baginda menilai Fatimah As, sudikah baginda mengenalkannya kepadaku….
Ia adalah ibunda dari ayahnya. Aku bertanya lagi…., ”Memangnya Fatimah berbuat apa baginda? Bagaimana ia memerankan sosok seorang ibu sehingga ia layak diberi gelar seperti itu? Memangnya kenapa sehingga ketika baginda menatap wajahnya, baginda langsung bersedih hati? Dan ketika baginda mendekatinya, baginda merasakan ketenangan dan kedamaian? Beliau menjawab, “Betapa indah situasi-situasi ketika hatiku berdenyut menunjukkan cinta dan sayang kepada putri semata wayangku… Ketika aku terluka dalam Perang Uhud, dia keluar bersama wanita-wanita dari Madinah dan menyambutku sehingga ketenangan meliputi hatiku. Ketika ia melihat luka-lukaku, ia langsung membersihkannya, kemudian mengambil air dan membasuh mukaku…
Aku menyimpan jawaban itu untuk beberapa lama…Tiba-tiba aku bertemu dengan Ali As. Aku pun menayanyakan siapakah Fatimah itu karena Ali As adalah suaminya. Aku bertanya, bagaimana Anda menilai Fatimah? Bersediakah Anda mengenalkannya kepadaku? Ali As menjawab, “Ia adalah wanita yang sekufu dengaku, istriku dan penolongku.” Aku kembali menyodorkan pertanyaan, “Bagaimana bisa seorang Fatimah As bisa menjadi sebanding denganmu , istri dan penolong Anda? Siapakah Fatimah As yang karena keberadaannya diciptakan dunia dan seisinya? Ia adalah penolong dalam menghadapi kezaliman musuh-musuhku yang merampas keadilan . Ia berkata, “Jiwaku kukorbankan untukmu dan jiwaku kukorbankan untuk menjaganmu. Jika kau dalam kebaikan aku tetap bersamamu, begitu juga jika kau dalam kesulitan aku akan tetap bersamamu”.
Akupun pergi menjumpai putranya, aku bergegas menanyakan, siapakah Fatimah As itu? Hasan As menjawab, ia adalah ibundaku. Tempatku berlindung. Dipangkuan kasih sayangnyalah aku dididik. Melaluinya aku belajar untuk memikirkan nasib orang lain dan melupakan diriku sendiri. Aku belajar untuk ikut larut dalam kesedihan orang lain, turut merasakan penderitaan dan kepedihan orang lain, belajar mendoakan orang lain, belajar untuk menjadi orang yang dizalimi dengan tetap menjaga kemuliaan dan kehormatan. Aku belajar bagaimana harus berdiam diri dirumah untuk melawan kezaliman dan ketidakadilan yang mengelilingiku walaupun harus kujalani dengan hati yang terkoyak-koyak.
Kini aku sampai ke hadapan Husain As. Aku segera bertanya, siapakah Fatimah As itu? Ia menjawab, “Ia adalah bundaku.” Aku besar di pangkuannya. Dengan air susunya aku tumbuh menjadi manusia dewasa. Disisinyalah aku belajar untuk menjadi singa ketika berhadapan dengan musuh. Aku belajar darinya bahwa jangan sekali-kali takut kepada musuh bahkan jika harus kubayar dengan nyawa . Aku belajar bahwa aku harus bertahan menegakkan kebenaran walaupun harus kubayar dengan patahnya tulang rusukku. Darinya aku belajar bahwa bendera yang hak harus kukibarkan, aku harus mempertahankan kebenaran ajaran Islam Muhammadi, aku belajar untuk mengerahkan segenap kekuatanku untuk memerangi penindasan sejarah. Aku belajar harus mengadakan pergerakan dan perlawanan semasa hayatku demi menegakkan ajaran agama islam yang benar dan hak.
Sementara aku mendengarkan penjelasan Fatimah As dari lisan mulia putranya, aku berpapasan dengan Zainab Sa. Aku pun tidak mau melewatkan kesempatan emas ini. Aku mulai bertanya sebagaimana pertanyaan yang kuajukan kepada manusia-manusia terdekat dengan Fatimah As.
Zainab, bagaimana Anda mengenalkan Fatimah As kepadaku? Ia menjawab, Fatimah adalah bunda Hasan As dan Husain As. Bunda penghulu pemuda surga, juga ibundaku. Seorang ibu yang menyusuiku dengan segenap jiwanya, mewariskan kesabaran yang tiada tara kepadaku. Darinyalah aku belajar bersabar, bagaimana ia selalu berada disamping ayahku, kedua orang tuaku adalah manusia-manusia yang didzalimi selama hidupnya. Aku belajar dari ibuku, bagaimana menghadapi Yazid dan mahkamah setannya sehingga hilanglah semua rasa takut yang ada dihatiku. Aku belajar darinya bagaimana berdiri dihadapan musuh-musuh saudaraku. Aku belajar darinya bahwa hak itu harus dipertahankan. Di madrasah ibuku, aku dididik dan dibesarkan sehingga aku menjadi simbol bagi kesabaran dan mampu mengemban untuk menyampaikan pesan Karbala saudaraku kepada generasi mendatang.
Ya…Fatimah adalah ibu dari ayahandanya, Fatimah adalah istri Ali As, Fatimah adalah ibunda Hasan dan Husain, Fatimah adalah guru terbaik, ibu dari penghulu pemuda di surga, guru Zainab Sa dalam kesabaran. Fatimah adalah kumpulan semua sifat-sifat dan perilaku mulia ini. Ia adalah seorang putri yang baik, istri yang unggul, ibu yang selalu dibutuhkan kehadirannya, guru yang rela mengorbankan diri, sosok yang memberikan kehidupan pada diri kita semua….
Fatimah As….dunia akan selalu merindukan dan mengenangmu….
Assalamu’alaiki ya Fatimah Zahra….
Assalamu’alaiki ya Sayidata Nisa al’alamin…
Assalamu’alaiki ya binta Rasulillah…
Teriring ucapan rasa bela sungkawa pada hari kesyahidan beliau….[SZ]