ICC Jakarta – Belakangan ini, banyak tokoh agama yang mengajak kepada kebaikan tetapi tidak menggunakan etika yang telah diatur dalam Islam, mengejek, mencerca bahkan kerap memaksa. Sensdi-sendi kehidupan manusia harus segera diseimbangkan dengan substansi beragama yang mengedepankan toleransi dalam konteks sesame Islam dan antar ummat beragama.
Demikian disampaikan Ketua Yayasan Fahmina KH Husein Muhammad usai menyelenggarakan pengajian kitab Kitab Samahatul Islam Fi Muamalati Goiri Muslimin di Aula Fahmina Institute Jalan Perjuangan Kota Cirebon.
Pengasuh Ponpes Darut Tauhid Arjawinangun Cirebon itu menjelaskan, dalam kitab tersebut mengatur toleransi dalam Islam dengan sikap dan hidup berdampingan secara damai bersama non muslim.
“Karena toleransi adalah salah satu gambaran keagungan Islam dalam universalitas Islam tersebut. Adalah keputusan tuhan bahwa manusia di bumi tidak sama di dalam agamanya. pluralitas itu adalah keniscayaan, pluralitas manusia dan berbagai aspeksnya termasuk aspek keyakinan, bukan sekadar kulit, bahasa, tapi juga keberbedaan keyaninan itu adalah keputusan Tuhan,” ungkap Kyai Husein.
Manusia menurut Kyai Husein diperintahkan untuk mengajak orang serta keharusan menyampaikan ajakan kepada manusia. “Dakwah itu bukan paksaan tapi ajakan saja, karena agama hadir untuk menawarkan kebaikan, tidak ada kewajiban memaksakan seperti itu yang ada adalah tawaran sebetulnya,” kata dia.
Ia mengaku pernah mengatakan dalam sebuah seminar, perintah itu pada dasarnya bukan wajib, manusianya itu yang mewajibkan sementara tuhannya tidak karena hanya menawarkan. “Tapi bagaimana ceritanya kita menyimpulkan orang itu baik, buruk kafir dan sejenisnya,”kata dia.
Ditambahkan, sangat tidak dapat digambarkan jika masyarakat muslim akan memisahkan pada masyarakat dunia. “Kita hidup dalam sebuah dunia yang di situ banyak orang yang berebeda dengan kita dan tidak bisa memishkan dari kebhinekaan orang itu. Keragaman, pluralitas, adalah keniscayaan,” tandasnya.
Oleh karena itu Islam membuat aturan-aturan bagaimana hubungan muslim dengan non muslim baik individu maupun kelompok. Dan diakui Kyai Husein, Islam membuat batasan-batasan yang lengkap baik di dalam untuk resalsi internal sesame muslim atau dengan masyarakat yang non muslim.
“Kajian kita beberapa hari ini, berusaha atau berupaya menjelaskan toleransi Islam di dalam pergaulan dengan non muslim. Dengan berbagai macam golongan, agama, baik ahlul kitab maupun non ahlul kitab,” terangnya.
Banyak yang mengatakan dan menimpulkan, ahlulkitab hanyalah yahudi dan nasrani saja, karena memamng di masa Nabi Muhammad SAW dan di tempat yang ditinggalinya saat itu hanya ada dua itu saja. “Pertanyannya kalau budha, atau hindu bagaimana? Ini menunjukkan keterbatasan pada tafsir seharusnya disesuaikan dengan realitasnya yang ada, bukan yahudi dan nasrani saja,“ terangnya.
Prakteknya dalam kehidupan nabi, dan sahabat serta tabiin kitab Samahatul Islam Fi Muamalati Goiri Muslimin ini membicarakan bagaiaman gagasan mengenai toleransi islam dalam Al quran tidak hanya teori tapi bagaimana prakteknya. “Menurut saya menarik sekaili. Biasanya hanya membanggakan diri berwacana kini kita diuji untuk mempraktekannya, kata kuncinya harus mengaji,” terangnya.
Sumber: Perisainusantara